Part 3

4.8K 501 5
                                    

4 tahun yang lalu

Hari ini sepulang latihan, aku mendapati seorang pemuda berdiri memandang keluar jendela di dalam kamar tidurku. Siapa dia? Apakah dia tidak tahu kalau aku benar-benar membenci orang asing memasuki ruangan pribadiku. Hanya mereka yang benar-benar dekat denganku yang bisa masuk ke sini. Tapi kenapa pemuda ini bisa berada di sini?

Pemuda itu lumayan tinggi, ya mungkin hanya beberapa cm lebih pendek dariku. Tubuhnya ramping, tidak selebar dan sekekar tubuhku. Rambutnya cokelat karamel senada dengan sweater yang dipakainya. Kebetulan dia berdiri memunggungiku, jadi dia tidak tahu ada orang yang sedang memandanginya.

Nuguseyo?” kuberanikan membuka suara setelah sekian lama memandanginya. Aku penasaran dengan wajahnya. Dia sedikit terkejut dan terlonjak saat mendengar suaraku, tubuhnya juga sedikit gemetaran, mungkin karena dia tahu telah tertangkap basah berdiri di kamar orang lain tanpa izin.

Pemuda itu berbalik dan aku mendapati pemuda berwajah tampan dengan mata besar yang berbinar menatapku takut-takut. Dengan segera ia menunduk, meremas ujung depan sweaternya dengan kedua tangannya,”Mi…mian…hae..yo.”

“Kenapa kau ada di kamarku?” aku kembali menanyakan sesuatu padahal satu pertanyaanku saja belum dijawabnya.

Mi…an, haraboji yang menyuruhku menunggu di sini,” dia tidak berani menatap mataku. Suaranya terdengar bergetar seperti orang yang sedang menahan tangis.

Haraboji? Maksudmu kakekku?” aku tak percaya kenapa kakek membiarkan pemuda ini menunggu di sini. Bisa saja dia mengambil barang-barang berhargaku dan membawanya kabur kan? Atau mungkin saja dia seorang haters yang ingin mencari kelemahan dan keburukanku sehingga aku bisa ditendang keluar dari tim kan?

Ne,” jari-jarinya masih sibuk meremas-remas sweater yang dipakai. Hei, apakah aku  sangat menakutkan sampai-sampai dia tidak mau menatapku?

“Yah! Siapa namamu?” aku kembali bertanya mengingat dia belum menjawab pertanyaan yang satu itu. Kulihat mulutnya membuka namun tak ada suara yang terdengar. Kemudian,”Oh Jeno kau sudah kembali. Jaemin-ah ini yang namanya Jeno,” haraboji memasuki kamarku. Jadi pemuda ini bernama Jaemin.

Haraboji, siapa dia?” tanyaku pada kakek yang sangat kusayangi itu. Walaupun banyak yang bilang kakek itu menakutkan dan galak sekali, tapi beliau tidak begitu padaku. Memang beliau sangat disiplin dan taat peraturan, itulah yang membuat banyak pegawainya di kantor maupun pekerja di rumah kami takut pada beliau.

“Kalian belum berkenalan?” haraboji yang rambutnya sudah hampir putih semua menatap kami berdua. Jaemin menggelengkan kepala pelan dan aku berkata,”Belum haraboji.”

“Ah, baiklah. Kakek akan memperkenalkan kalian di meja makan saja. Sekarang Jeno ganti bajumu dulu, kakek tunggu di ruang makan. Ayo Jaemin, ikut dengan kakek!” pemuda itu berjalan melewatiku masih dalam posisi menunduk. Ei, apakah dia tidak takut akan menabrak sesuatu berjalan seperti itu?

Karena penasaran aku berganti baju secepat kilat. Untung saja aku sudah mandi di tempat latihan, bayangkan saja kalau aku makan malam dengan keluarga dan seorang tamu dalam keadaan bau keringat. Aish, pasti akan sangat memalukan.

Saat aku sampai di ruang makan, semuanya sudah berkumpul di sana. Ayah, Ibu, Kakek, dan Jaemin. Aku langsung duduk di kursi kosong di samping Jaemin. Kenapa suasananya seperti ini? Eomma kelihatan tidak bahagia dan semuanya diam. Padahal biasanya sebelum makan Eomma akan sibuk berbincang dengan ayah maupun kakek. Tapi sekarang suasananya seperti akan ada perang dunia tiga.

Kakek memberi tanda agar semua mulai makan. Tanpa pikir panjang aku langsung mengambil sumpit dan mulai makan sajian di depanku. Di sampingku, Jaemin sepertinya sangat tidak nyaman makan dalam keadaan tegang seperti ini. Dia bahkan hanya makan sangat sedikit. Jangan kira aku memperhatikan gerak-geriknya! Hanya saja ekor mataku secara tidak sadar selalu menangkap setiap gerakannya, makanya aku tahu.

It's Okay My Love (Nomin) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang