BAB 4

8.7K 915 81
                                    

"Hiks, hiks," Michele mulai terisak, ia terus melihat kiri kanan serta belakang menunggu mobil sang Papi.

"Acel capek!" Keluhnya, ia mengusap air matanya yang terus keluar. Di dalam hati, Acel merapalkan doa berharap ada seseorang yang berbaik hati untuk mengantarkan dirinya pulang.

Tin! Tin!

Suara klakson mobil itu membuat Michele menoleh ke belakang, sontak ia berlari melihat tubuh sang Papi yang keluar dari mobil. Michele memeluk erat satu kaki Marchelio, ia bernafas lega saat Marchelio datang untuk menjemput dirinya.

"Papi! Acel tunggu Papi, akhirnya Papi jemput Acel juga hehe," ucapnya.

Michele mendongak menatap wajah Marchelio, "Papi dari mana? Acel tadi cari Papi tapinya nggak ada." Tanyanya.

Marchelio menunduk, ia sedikit menggerakkan kakinya agar Michele melepaskan pelukannya pada kakinya. "Saya ada urusan, cepat masuk mobil!"

Dengan cepat Michele berlari menuju mobil, ia dengan susah payah membuka pintu mobil depan. Akhirnya ia bisa duduk di depan bersama Papinya, itu salah satu wish list nya terwujud.

Mendadak tadi Marchelio pergi ke cabang kantor yang berada di ujung kota karena sedikit masalah yang mengharuskan dirinya datang langsung kesana hingga ia melupakan putrinya yang belum naik ke mobil jadilah Adam yang menghandle urusannya. Anak itu benar-benar menyusahkan dirinya, pikir Marchelio.

Pria itu melirik kedua kaki Michele, "Kenapa kakinya berdarah? Jatuh?" Tanyanya.

Michele mengangguk sambil tersenyum, "Punya mulut?" Tanya Marchelio membuat senyum Michele luntur.

"I—iya Papi, tadi Acel jatuh tapi nggak apa-apa. Anak Papi Lio kan kuat!" Ucap Michele bangga.

Marchelio menggelengkan kepalanya, "Makannya kalau jalan pakai kaki dan mata, jangan cuma bisanya nangis aja!"

"Hehe, iya Papi." Balas Michele.

"Ngapain minta maaf? Tidak usah, saya tidak butuh maaf dari kamu!" Sarkas Marchelio.

Michele memilih diam enggan menjawab ucapan Marchelio, jika ia menjawab pasti sang Papi akan terus mengeluarkan ucapan pedasnya.

"Tadi Papi kemana sama paman? Kirain Acel Papi mau tinggalin," ucap Michele mengalihkan pembicaraannya.

"Hm, ide bagus. Memang dulu saya sempat berpikir untuk menaruh kamu di panti asuhan, tapi kalau sampai orang tua saya tahu jika cucunya tidak ada di mansion, saya bisa dimarahi habis-habisan. Kamu kan cucu pertamanya, jelas anak kesayangannya." Ucap Marchelio sambil terkekeh.

Michele tersenyum samar, "Papi sangat benci Acel, ya?" Lirihnya pelan.

"Acel taruh dipanti asuhan aja, Papi. Kalau Opa dan Oma datang, Papi bisa jemput Acel disana." Ucap Michele, kedua matanya berkaca-kaca.

Jika dirinya tinggal di panti asuhan setidaknya ia tidak akan menyusahkan Marchelio lagi, bukan?

"Buang-buang waktu, saya capek! Urusan saya bukan cuma ngurus kamu saja,"

Michele mengangguk, benar yang diucapkan Marchelio. Itu hanya buang-buang waktu, lagi pula pekerjaan Marchelio sangat banyak bukan hanya mengurus dirinya saja.

Michele mengusap kasar air matanya yang lolos, "Stop, Acel! Jangan nangis dong, nanti isakannya kedengar Papi. Acel nggak mau dihukum lagi." Batinnya berteriak.

Michele hendak mengambil tissu yang berada di dashboard terhenti kala Marchelio membuka suara, "Ngapain?" Tanyanya, pergerakan Michele terhenti sambil menatap wajah Marchelio.

PAPI UNTUK ACEL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang