BAB 9

10.1K 987 175
                                    

Marchelio berjalan dengan langkah lunglai, ia baru saja pulang kerja. Semenjak kepergian sang putri, Marchelio menjadi gila kerja, ia lebih menyibukkan diri dengan berkas-berkas yang menumpuk.

Hari demi hari Marchelio lewati sendiri tanpa kehadiran sosok gadis kecil, putri kandungnya. Tepat hari ini 3 bulan sudah Michele pergi, rasanya seperti baru kemarin ia ditinggalkan tapi nyatanya sudah berbulan-bulan lamanya.

Pintu utama mansion miliknya terbuka otomatis, ia tersenyum pedih biasanya ada gadis kecil yang selalu menyambut kepulangan dirinya dengan wajah yang berseri tidak lupa memeluk kedua kakinya erat.

Tapi kini, sambutan dan pelukan hangat dari gadis kecil yang mirip dengan cinta pertamanya tidak akan ada lagi.

Marchelio benar-benar dan sangat membenci dirinya sendiri.

Mansion yang memang selalu sepi kini bertambah sepi, semua bodyguard dan maid hanya bekerja jika Marchelio tidak ada di mansion. Marchelio ingin tenang dalam keheningan tanpa gangguan siapapun.

Mansion yang menjadi saksi bisu kerasnya Marchelio terhadap putrinya terus terlintas, teriakan kesakitan putrinya selalu terdengar di telinga Marchelio setiap ia datang dan masuk ke dalam mansion ini.

Kini dirinya hanya bisa menyesal, menyesali perbuatan yang telah ia lakukan pada putri kandungnya sendiri. Andai saja ia mempunyai mesin waktu, Marchelio benar-benar ingin memutar kembali waktu.

Kedua orang tua dan abang nya sudah kembali ke Inggris, setelah memastikan jika Marchelio telah sehat Alina dan Gerald ikut menyusul David karena pria paruh baya itu pulang lebih awal setelah pemakaman Michele selesai.

Tampaknya David lebih kecewa pada putra bungsnya, Marchelio. Berbeda dengan Alina yang lebih memilih menunggu dan merawat Marchelio hingga sehat seperti sekarang bersama Gerald yang ikut menemani meskipun pria itu selalu berbicara pedas kepadanya karena tidak ikhlas dengan apa yang sudah terjadi pada anaknya.

Alina membuang ego nya hanya demi putranya,

Selesai membersihkan tubuhnya, Marchelio berjalan menuju kamar sang putri. Marchelio masuk ke dalam kamar Michele, bau khas minyak telon yang melekat pada tubuh Michele masih tercium harum nya karena maid selalu membalurkan minyak hangat itu pada boneka, baju serta ranjang Michele atas perintah Marchelio sendiri.

Kamar bernuansa pink dan putih ini tampak sepi karena memang tidak ada penghuninya selain Marchelio, kamar ini sangat bersih dan polos sama sekali tidak ada satu bingkai foto pun yang menggantung di ruangan ini. Hatinya berdenyut sakit mengingat foto kecil Michele yang tidak pernah Marchelio pajang.

"Acel, Papi merindukanmu..." lidahnya terasa kelu saat Marchelio menyebut dirinya dengan sebutan 'Papi'. Ia merasa tidak pantas disebut orangtua, ia tidak pantas menjadi seorang Papi.

Apa pantas seorang Papi menyiksa putrinya?

Apa pantas seorang Papi membunuh putri kandungnya sendiri?

Apa pantas seorang pembunuh bisa hidup aman dan tentram tanpa mendekam di penjara?

Marchelio sudah berada di titik paling terendah dalam hidupnya, dimana ia harus kehilangan sosok cinta pertamanya yang berjuang melahirkan buah hati mereka berdua tapi sekarang buah hati itu harus merenggang nyawa di tangan seorang yang seharusnya menjadi cinta pertamanya.

Marchelio menyeka sudut air matanya yang menetes, kantong mata yang menghitam, bibir pucat, tubuh kurus menampilkan sosok lemah tak berdaya dari Marchelio Smith sekarang.

🍼🍼🍼

Di sebuah taman seorang gadis kecil tengah duduk di kursi roda sembari menatap pemandangan di depannya, ia menunduk mengusap air matanya yang menetes kala merindukan sosok pria yang selama ini membencinya.

PAPI UNTUK ACEL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang