Michele duduk dipangkuan Andreas dengan kedua lengan yang melingkar sempurna di leher pria itu, "Papa tinggal dimana?" Tanya Michele sambil tersenyum manis.
Andreas ikut tersenyum, senyuman Michele begitu sangat manis. "Papa tinggal di Indonesia, kenapa hm? Acel mau ikut?" jawab Andreas.
Michele diam, sedikit tertarik dengan tawaran yang Andreas berikan tapi ia mengingat jika ada seseorang yang tidak boleh ia tinggalkan disini.
Marchelio — Papi nya, Michele tidak mau meninggalkan papinya disini sendiri. Jika ia pergi bagaimana dengan Marchelio? Cukup sang Mami saja yang pergi, Michele tidak mau membuat Marchelio sendiri kesepian di dunia ini.
kepala Michele menggeleng pelan, "Kenapa, hm?" Tanya Andreas sambil terkekeh pelan.
"Aduh! Dada, Acel!" Pekik Michele sambil memegang dadanya membuat Andreas panik.
"Kenapa? Ada yang sakit! Ayo kita kerumah sakit!" Panik Andreas, di saat ia ingin bangkit Michele malah memeluk tubuh dirinya dengan erat.
"Acel bercanda Papa," ucap Michele sambil terkikik geli.
Andreas menghela nafas sabar, ia mencolek hidung mancung Michele. Gadis kecil ini sudah membuatnya panik.
"Papa, kalau Papa pulang ke Indonesia jangan lupakan Acel ya?"
Andreas mengangguk senang, "Tentu saja anak manis."
"Papa cium Acel disini!" titah Michele sambil tangannya menunjuk bibirnya.
Wajah Andreas berubah kaget, dengan sigap kepalanya menggeleng. "Tidak boleh, Acel masih kecil. Nanti kalau sudah besar ya,"
"Berarti kalau sudah besar boleh ya?" jawab Michele cepat.
Sial! Andreas terdiam membisu, Michele menepuk pipi Andreas.
"Boleh kan, Papa?" tanya Michele memastikan lagi.
Mau tidak Mau Andreas mengangguk ragu, membuat Michele menggedipkan matanya lalu sedikit meraih kepala Andreas untuk ia peluk kemudian dirinya mengecup jakun Andreas cepat hingga membuat sang empu terkejut.
"A—Acel?" panggil Andreas pelan.
Kedua pipi Michele tampak memerah, ia benar-benar malu tapi hati nya bersorak gembira ketika berhasil mencuri kecupan di jakun Andreas meskipun bukan bibir yang ia cium.
"Kenapa, Pa? kan Acel cium di sini bukan di sana." bela Michele sembari memegang bibir bawah Andreas.
"Nakal!" Ucap Andreas sambil menggendong Michele segera untuk masuk ke dalam rumah karena langit sudah tampak mendung menandakan akan sebentar lagi turun segera hujan.
Michele menyandarkan kepalanya pada bahu Andreas sesekali mengecupnya seperti saat dirinya melihat sang Opa yang menggendong Oma nya yang terus menciumi pundak sang Opa.
Michele turun dari gendongan Andreas lalu berlari memeluk kaki sang Opa dan Oma yang berdiri di depan pintu halaman belakang Mansion milik Marchelio.
David meraih tubuh Michele untuk ia gendong kemudian menghujami wajahnya dengan kecupan basah dari dirinya serta Alina yang ikut serta menciumi wajah Michele.
"Jangan lari adek, nanti kalau jatuh bagaiman?" Tegur Alina sambil mengelus rambut Michele.
"Maaf, Oma." ucap Michele.
"Jangan di ulangi baby..." ucap Alina yang diangguki Michele.
Tatapan Michele beralih menatap bola mata David, David tersenyum seakan tahu pikiran Michele.
"Sepertinya Papi ada di dalam kamar," ucap David membuat Michele menunduk sedih seharusnya ia tidak boleh meninggalkan Marchelio disini sendiri.
"Pasti Papi kesepian di sini sendirian," ucap Michele di dalam hati.
"Acel mau Papi, Opa..." lirih Michele.
David dan Alina menggelengkan kepalanya bersama, "Tunggu Papi keluar sendiri ya sayang." ucap David.
Di lain tempat, tepatnya di kamar Marchelio tak henti-hentinya menangis sambil terus memasukkan semua pakaiannya ke dalam koper, ia sudah tidak kuat berada di Mansion ini karena terus teringat betapa kejamnya dirinya kepada putri satu-satunya.
Perlakuan bejat dirinya terus terlintas di otaknya bagai kaset yang terus berputar memenuhi kepalanya hingga dirinya sedikit mengerang kesakitan setelahnya.
Bugh !
Marchelio menonjok kaca lemari hingga, satu tangannya mulai bercururan darah. Marchelio sama sekali tidak merasakan sakit ataupun perih bagi dirinya hatinya sekarang yang jauh lebih sakit.
"Lemah!" Ejek Marchelio pada dirinya sendiri.
Setelah memastikan semua nya sudah masuk ke dalam koper, terlebih dahulu Marchelio berusaha mengelap bekas darahnya agar berhenti tapi nyatanya malah darahnya terus bercucuran hingga menetes banyak pada lantai.
Marchelio menarik koper lalu berjalan keluar kamar, langkah Marchelio terhenti saat mendengar suara gelak tawa anak kecil. Suara yang sangat mirip dengan putrinya, suara yang ia rindukan selama ini.
"Nggak! Nggak mungkin!" ucap Marchelio sambil menggelengkan kepalanya berusaha menghilangkan suara tawa yang begitu ia rindukan.
"Acel, Papi kangen." lirihnya.
Suara gelak tawa itu semakin terdengar sangat dekat saat Marchelio mulai menuruni tangga, di pertengahan tangga kedua bola mata Marchelio membulat melihat sesosok gadis kecil yang sangat ia rindukan.
"Kay... Lio bermimpi ya? di sana ada Acel, putri yang sudah Lio sia-siakan." ucap Marchelio pelan. kedua mata nya memerah melihat sesosok anak kecil itu melihat ke arahnya. Tidak hanya putrinya yang ada di sana tetapi Marchelio melihat kedua orang tuanya berserta satu orang yang Marchelio tidak kenal.
Jantung Marchelio berdegup sangat kencang, wajahnya sudah banjir air mata yang terus keluar sangat deras.
David, Alina dan Andreas melihat mata Michele yang tertuju pada arah tangga di sana Marchelio berdiri dengan membawa koper di tangannya. Penampilan Marchelio begitu sangat berubah, tubuh yang tampak kurus, rambut yang sangat lebat dan bentuk wajah yang sangat tirus serta kumis dan jenggot yang mulai memenuhi wajah Marchelio.
Michele bangkit lalu berlari cepat menuju Marchelio, Marchelio pun ikut berlari menghampiri putri satu-satunya. Marchelio memeluk erat tubuh Michele yang sekarang gembul tidak seperti saat tinggal bersamanya yang kurus dan banyak luka lebam di sekujur tubuhnya.
"Papi, Hiks!" Michele terisak di pelukan sang Papi.
"Iya ini Papi, sayang. Papi sangat merindukan Acel! Maafkan kesalahan Papi, Acel!" Marchelio menangis sejadi-jadinya.
"Kay, ini Acel! Acel berada di pelukan Lio!" ucap Marchelio memberitahu seolah Kay berada di sampingnya.
Marchelio merangkum kedua pipi chuby Michele, untuk pertama kalinya ia mengecup bibir Michele.
"Acel kangen, Papi..." ucap Michele sambil ikut mencium bibir Marchelio.
Marchelio kembali membawa tubuh Michele ke dalam pelukannya, "Papi lebih kangen Adek..."
"Tolong maafkan kesalahan Papi ya? jangan tinggalkan Papi lagi, Papi disini sendiri." ucap Marchelio.
Hati Michele sangat berbunga-bunga ketika Marchelio memanggil dirinya dengan sebutan "Adek". Panggilan yang sangat Michele tunggu-tunggu.
"Jangan nangis lagi Papi... Acel sudah memaafkan Papi. Jangan pukul Acel lagi ya? Kalau Acel nakal tolong marahi saja tapi jangan pukul lagi, sakit..."
Dada Marchelio sesak dan nyeri seperti di hantam bebatuan saat mendengar ucapan dan permintaan Michele.
"Ya Tuhan, terbuat dari apa hati putriku ini? di saat orang lain menjadikan sosok ayahnya menjadi cinta pertamanya tapi justru aku adalah luka terbesarnya, aku yang telah menggoreskan banyaknya luka kepadanya. Putriku masih kecil tapi dirinya tidak merasakan figur seorang ayah dari kecil."
"Papi, Papi adalah Hero nya Acel."
David dan Gerald tersenyum melihat Michele dan Marchelio tengah berpelukan berbeda dengan Alina yang kini tengah menangis dalam diam, rasanya ia telah gagal menjadi seorang Ibu dan Oma untuk putra dan cucunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAPI UNTUK ACEL
Teen FictionMichele Easter Smith - anak dari pasangan Marchelio Smith dan Mikayla Arabella Smith. Mikayla Arabella Smith wanita yang telah melahirkan Michele Easter Smith ke dunia meninggal tepat melahirkan bayi kecilnya, hal itu membuat Marcelio selaku papi d...