BAB 10

10.1K 915 119
                                    

Michele duduk termenung sambil duduk bersandar di kepala ranjang, setelah menikmati pemandangan cukup lama sang Ayah membawa Michele kembali ke dalam kamar. Gadis kecil itu masih memegang dan menatap bingkai foto yang terdapat potret Marchelio dan Mikayla yang tengah mengucap janji suci di altar.

Perlahan tangan kecilnya mengusap lembut bingkai foto itu, Michele menyunggingkan senyuman manisnya.

Jika di tanya apakah Michele membenci sang Papi setelah melakukan hal yang hampir merenggut nyawanya? Tentu jawabannya tidak,

Manusia tidak akan pernah memahami jika mereka tidak merasakan penderitaan yang sama.

Untuk apa Michele membenci Marchelio? Bukankah dia penyebab Mikayla meninggal? Jika saja dirinya tidak hadir di tengah-tengah Marchelio dan Mikayla, mungkin wanita cantik itu masih bersama dengan Marchelio.

Seperti apa yang selalu Marchelio katakan, ia adalah penyebab kematian Mikayla. Jika saja waktu bisa diputar, mungkin Michele tidak mau lahir ke dunia tapi Tuhan sudah menakdirkan dirinya menjadi buah hati Marchelio dan Mikayla.

Huft, pemikiran anak kecil sulit dimengerti.

Michele menundukkan kepalanya mengusap air matanya yang keluar dengan kedua tangannya.

"Tuhan, kenapa ambil Mami dari Papi?" Lirihnya.

"Tuhan, Acel nggak mau di jemput. Doa nya boleh di cabut? Acel berdosa ya? Kalau Acel di jemput Tuhan, nanti Papi sendiri... Acel nggak mau Papi sendiri. Tuhan, udah ambil Mami dari Papi cukup Mami aja ya, Acel jangan, Tuhan?"

Gadis kecil itu mengelus dada nya yang sesak, di satu sisi ia begitu merindukan sang Papi tapi di satu sisi ia juga menyayangi David, karena David, Acel masih ada di dunia ini.

Michele tidak mau menjadi cucu durhaka tapi ia juga tidak mau menjadi anak durhaka.

"Tuhan, Acel harus apa?" Lirihnya.

David yang sedari tadi berdiri diam di depan pintu yang terbuka sedikit meneteskan air matanya, apa ia sudah egois karena telah menjauhkan Michele dari Marchelio? David hanya ingin memberi pelajaran pada anak bungsunya, David hanya ingin Marchelio menyesal, Marchelio benar-benar gila dan tidak punya hati nurani sedikit pun.

Ceklek!

Pintu di dorong oleh David, Michele menoleh lalu segera mengalihkan pandangannya. Saat ini Michele tengah dalam mode merajuk,

"Opa, boleh duduk?" Tanya David sambil berdiri di depan ranjang Michele.

Gadis kecil itu diam tidak mau menjawab membuat David menghela nafas, ia duduk berjongkok di lantai bawah. Kedua tangannya terulur memegang kedua tangan mungil Michele, "Opa tahu adek marah, Opa sedih karena Acel tidak mau berbicara dengan Opa."

"Opa cemburu karena Acel mau bicara sama Oma dan Ayah sedangkan Opa? Acel tatap mata Opa aja sudah tidak mau."

"Maaf ya Opa buat salah sama Acel, Acel mau ketemu Papi? Kalau Acel udah sembuh, Acel boleh ketemu dan tinggal sama Papi, maafin Opa ya sekali lagi?" Ucap David lalu mengecup punggung tangan Michele bersamaan dengan air matanya yang menetes mengenai punggung tangan Michele.

Ya, David sudah mengetahui jika Gerald telah memberi tahu Marchelio. Marah? Tidak, David hanya kesal tapi lambat laun pasti semuanya akan terbongkar.

Kali ini David mengalah, David menurunkan ego nya, David akan memberikan kembali Michele pada Marchelio tapi dengan satu syarat. Syarat yang harus Michele lakukan pada Marchelio.

"O—opa," panggil Michele pelan, tangannya menarik kedua tangan David susah payah agar pria tua itu duduk di atas tepat di sebelahnya.

"Opa sayang Acel, Opa sangat mencintai Acel, Opa tidak mau di benci Acel..."

PAPI UNTUK ACEL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang