BAB 5

8.7K 903 73
                                    

Taman kanak-kanak milik Marchelio menjadwalkan murid-murid masuk bersekolah hanya 4 kali pertemuan dalam seminggu, jadi hari ini hari jumat yang artinya Michele libur sekolah.

Ya, 3 hari libur sekolah Michele biasanya gadis kecil itu selalu menyibukkan diri dengan membantu para maid di dapur atau sekedar bersih-bersih di mansion ini, Marchelio selaku sang Papi sama sekali tidak melarang dan para maid pun hanya bisa pasrah saat anak majikannya memaksa untuk membantu mereka.

Michele cukup tahu diri, Michele ingin membuktikan jika dirinya adalah anak yang berguna bukan tidak berguna seperti yang sering Marchelio katakan, Michele ingin membuat sang Papi selalu bangga kepadanya.

Sedari tadi seorang gadis kecil sedang mencari keberadaan sang Papi hanya untuk mengucapkan selamat pagi walaupun ia tahu, sang Papi tidak akan pernah mau membalas sapaan pagi nya.

Sudah menjadi rutinitas bagi Michele untuk menyapa Marchelio setiap bagi sejak kecil.

"Bibi, apa bibi lihat Papi?" Tanya Michele sambil menggaruk pipinya.

"Bibi tidak melihat Papi keluar dari kamar sejak tadi pagi, Nona." jawab salah satu maid disana.

Raut wajah Michele berubah khawatir, dengan segera ia berlari ke lantai 2 menuju kamar Marchelio tapi sebelum pergi ia sudah mengucapkan pada maid bernama Merry itu.

Ceklek!

"Papi..." panggil Michele pelan.

"Hm." Jawab Marchelio dengan deheman.

Wajah Michele semakin terlihat khawatir kala melihat tubuh Marchelio terbalut selimut tebal, sepertinya sang Papi sedang sakit. Ini kali pertamanya Michele melihat Hero-nya terkulai lemas di ranjang.

Michele merangkak naik ke atas ranjang Marchelio, luka dan cambukan di kedua lutut dan betisnya perlahan sudah mengering karena Michele rajin mengoles lukanya dengan obat yang di beri Dokter.

"Maaf ya, Papi. Acel naik ke atas ranjang, jangan marah..." gumam Michele pelan.

Michele menempelkan punggung tangan kecilnya di dahi Marchelio, "Sssh, panas..." lirih gadis kecil itu.

"Kay, Lio kangen..." gumam Marchelio.

Michele menatap sendu wajah Marchelio, Papi nya sedang merindukan Mami nya. "Harusnya Acel nggak usah lahir ya, karena Acel— Papi dan Mami harus terpisah."

"Tuhan, Tolong sampaikan maaf dari Acel untuk Mami ya?"

"Tolong sembuhkan Papi juga, Acel nggak mau lihat Papi sakit. Hati Acel lihatnya sakit, Acel janji bakal jadi anak yang baik dan penurut!" Batin Acel berbicara.

Perlahan Michele merangkak turun dari ranjang, ia akan turun ke bawah mengambil peralatan untuk mengompres dahi Marchelio agar panas nya turun.

Beberapa menit kemudian, Michele telah membawa alat-alat tersebut. Michele menyelupkan kain ke dalam air panas lalu ia memerasnya pelan, sedikit meringis kala tangan kecilnya merasa panas.

Marchelio sedikit menggeliat kala kain basah itu Michele tempelkan pada dahinya, Michele menangkupkan kedua tangannya sambil menunggu kainnya kering.

Cup!

Michele mencium punggung tangan Marchelio, hatinya bersorak gembira. Akhirnya ia bisa mencium punggung tangan Marchelio walaupun dalam keadaan sang Papi yang tidak sadar.

"Kay kembali... jangan tinggalkan Lio. Dia, dia anak sialan! Gara-gara dia, Kay pergi tinggalin Lio..."

Deg!

Sialan? Hati Michele berdenyut sakit, kata Sialan dan umpatan selalu menjadi makanan sehari-hari Michele. Meskipun gadis kecil itu tidak mengerti, tapi setiap mendengar semua ucapakan kasar dan bentakan, hati kecilnya sangat nyeri.

PAPI UNTUK ACEL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang