author pov
"lisa itu, pinternya udah kaya nyamain albert einstein."
pergerakan jennie yang tadinya sedang ingin menyuapkan makanan ke dalam mulut, harus terhenti. ketika suara nayeon yang barusan berbicara, memasuki indra pendengaran jennie.
netra tajamnya lalu mengikuti arahan telunjuk nayeon yang sedang mengarah pada satu gadis di seberang sana.
"kita bukannya sekelas sama dia tahun ini?" chahee bertanya, sedikit ikut melirik pada jennie.
karena tumben sekali gadis yang biasa acuh itu memberhentikan juga acara makannya.
nayeon sendiri mengangguk sekilas tanpa senyum, tak lagi menatap kearah sana. tubuhnya lalu setengah berbalik lagi duduk ke tempat semula, tepat menghadap jennie.
tak hanya mereka bertiga sebenarnya yang sedang duduk di kantin saat ini, di samping jennie ada irene yang sedang asik memainkan ponselnya. sedangkan di hadapan irene juga ada taeyong, satu-satunya laki-laki yang sudah berteman lama dengan kumpulan mereka.
layaknya saudara, mereka berlima sudah bersama sejak awal sekolah menengah atas. dan tahun ini mereka memasuki tahun yang ke tiga, atau bisa juga disebut dengan tahun terakhir mereka.
"cha, berarti lo harus siap-siap buat ke geser dari peringkat satu di kelas." taeyong berucap, sedikit menaikan alis sembari menggoda chahee.
sedangkan gadis itu cemberut, raut mukanya berubah menjadi sendu dan tak karuan ketika membayangkan suatu hari nanti, dirinya yang sering menjabat dalam juara pertama di kelas, akan terkalahkan oleh kepintaran lisa.
"emang sepinter apa sih?"
kali ini jennie yang menyahut, dengan nada sedikit tak suka. kedua alisnya juga terangkat menatap bertanya pada mereka semua, kecuali irene. karena gadis itu sedari tadi hanyalah terus berfokus pada ponsel miliknya.
sebelum ingin menjawab, nayeon meneguk teh botol minumnya sebentar, untuk menghilangkan rasa haus karena baru saja selesai menelan kunyahan makanan.
gadis yang memiliki nama panjang im nayeon itu lalu melepas genggaman tangan pada sendok dan beralih menumpu dagu, menatap jennie dengan raut wajah yang serius.
"namanya lalisa manoban. cewe yang selalu dapet juara umum dan pernah masuk olimpiade tingkat nasional tahun kemaren. lo inget ga? waktu itu kita pernah presentasi gabungan bareng kakak kelas, tapi kakak kelas semua langsung pada kicep gara-gara pendapat dia."
"selain itu, circle lisa tuh juga anaknya ambis semua. kalian liat aja, yang ngumpul dan duduk sama dia sekarang itu, ga ada satu pun antara mereka yang bego matematika apalagi fisika." irene tiba-tiba ikut menimpali.
nayeon mengangguk setuju, kini semua pasang mata mereka menatap tepat pada meja milik lisa yang sedang ditempati oleh teman-temannya. juga, bersama lisa sendiri yang sedang tertawa sembari menikmati makanan di sana.
jennie menaikan alis dengan bingung, tubuhnya lalu sedikit bergeser untuk duduk lebih dekat dengan nayeon.
"pinter banget?"
"kalo dibilang pinter ya pinter sih, tapi gue juga kurang tau lisa itu sepinter apa." nayeon membalas.
"setiap kali gue liat cara dia public speaking sama orang-orang yang sering jadi tamu di sekolah kita ini, gue selalu takjub dan salut karena bahasa santun dia yang udah jadi ciri khas." lanjutnya.
"gue juga sering denger nay, katanya lisa itu rapi banget ya anaknya kalo udah ngomong?"
taeyong barusan bertanya, dan setelah mendapat anggukan 'iya' dari nayeon, pemuda itu lalu menatap chahee sebentar, sedetik kemudian ia tersenyum dengan jahil.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIMERENCE - JENLISA ✔
General Fiction❝ Jangan panggil gue Jennie Ruby Jane, kalo gue ngga bisa naklukin seorang Lalisa Manoban. ❞