23 November, Hari Rabu: Bencana Seekor Musang

4.2K 726 90
                                    

Harry berjalan menyusuri lorong dengan amarah yang meluap. Begitu Harry sudah mulai terbiasa untuk diabaikan, seorang anak Hufflepuff yang dia tidak tahu siapa namanya muncul dengan memakai sebuah lencana.

Dan tentu saja, semua orang menyukai ide itu, jadi sekarang setiap Harry melangkahkan kakinya, dia selalu saja melihat siswa-siswa yang memakai lencana warna kuning dan hitam di dadanya. Lencana itu bertuliskan 'Kami mendukung juara Hogwarts yang sesungguhnya' , yang sedetik kemudian berganti dengan tulisan 'Potter Pasti Kalah'.

Belum cukup puas, banyak orang juga mulai mengutip artikel Rita Skeeter sialan itu pada Harry setiap mereka berpapasan dengannya. Harry hanya bisa mengepalkan tangannya dan berjalan lebih cepat, sambil membayangkan untuk melempari orang-orang menyebalkan di sekelilingnya dengan mantra kutukan.

Harry lebih ingin berada di ruang rekreasi asramanya, atau akhir-akhir ini, di kandang burung hantu. Tapi setelah kemarin malam mengunjungi hutan terlarang, dia tahu bahwa satu-satunya Juara yang tidak mengetahui soal Naga sebagai Tantangan Pertama adalah Cedric. Menurut Harry, tentu saja itu tidak adil.

Perasaan bersalah lah yang menariknya untuk menemukan siswa Hufflepuff jangkung itu, tengah dikelilingi oleh teman-temannya yang memakai lencana dan mengolok-olok Harry. Harry menahan amarahnya untuk tidak meluap dan tetap menahannya saat Diggory menatapnya penuh rasa tidak percaya.

Pada akhirnya, pria Hufflepuff itu percaya padanya dan bahkan meminta maaf atas kelakuan temannya, Harry mengibaskan tangannya tidak peduli sebelum akhirnya berbalik untuk pergi dari sana.

"Hei, Potter!" suara tak asing terdengar di telinganya, dan Harry berbalik untuk menemukan Theodore Nott tengah duduk di salah satu dahan pohon dikelilingi oleh teman-teman Slytherin-nya. Malfoy juga ada di sana, tapi anehnya, dia tidak menyeringai penuh ejekan seperti biasanya.

Yang menyeringai mengejeknya malah Nott. "Dengar deh, Ayah Draco bilang—"

"Aku rasa aku lebih berhak untuk memberitahunya langsung, Theo," kata Malfoy, entah kenapa berhasil membuat nadanya terdengar santai namun juga penuh perintah. "Potter, aku mau bicara sebentar."

Harry terkejut namun masih dapat menahan ekspresi wajahnya untuk tetap netral dan mengikuti Malfoy menjauhi gerombolannya. Dia berbalik sejenak dan melihat gerombolan Slytherin masih tersenyum mengejek, mungkin menerka-nerka apa yang akan Malfoy lakukan pada Harry.

"Nih," kata Malfoy, sambil menyodorkan sesuatu padanya.

Harry mengambilnya, terkejut saat mendapati botol tinta miliknya. "Aku kira kamu akan membuangnya di toilet." ujar Harry.

Malfoy memberengut. "Iya ya, aku juga baru kepikiran."

Harry bergumam penuh rasa tidak percaya lalu mengangkat wajahnya, tiba-tiba sadar kalau si pirang tengah berdiri begitu dekat dengannya. "Apa yang Ayahmu katakan?" Harry akhirnya memutuskan untuk bertanya.

"Dia bertaruh kamu akan kalah di lima menit pertama Turnamen ini," kata Malfoy, dengan nada elegannya seperti biasa namun entah kenapa tidak terdengar seperti mengejek.

Harry menaikkan satu alisnya. "Bagaimana dengan taruhanmu?"

Malfoy menyeringai lebar. "Jangan khawatir, Potter. Aku bertaruh lebih lama, sepuluh menit, baru kamu akan kalah."

"Makasih, loh," Harry menjawab sinis. Dia lalu menunjuk ke arah dada Malfoy. "Mana lencanamu?"

Ekspresi wajah Malfoy langsung berubah jijik. "Kamu pikir aku mau mendukung seorang Hufflepuff?" tanyanya.

"Benar juga." jawab Harry, berpikir kalau ternyata Malfoy ini masihlah seseorang yang menyebalkan.

"Mereka bangga sekali mengenakan lencananya, lihat saja," tambah Malfoy, memandang rendah gerombolan siswa yang memakani lencana. "Barang mencolok yang benar-benar tidak menarik."

✓ The Owlery #1 (INA Trans)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang