21 Januari, Hari Sabtu: Pecahkan Saja Telurnya

3.6K 638 81
                                    

Harry melihat teman-temannya meninggalkan kastil bersama dengan siswa-siswa yang lain lalu menghela napasnya. Hermione membuatnya berjanji untuk langsung mencoba memecahkan teka-teki telurnya setelah mereka pergi, jadi sisa harinya pasti melelahkan.

"Jangan bilang kamu berencana untuk pergi ke Hogsmeade juga," kata suara bernada dingin dari arah belakang.

"Tentu saja tidak," jawab Harry, membalikkan tubuhnya dan menatap Draco.

Wajahnya memberengut, dengan sepasang mata abu yang memandanginya lekat. Pakaiannya kasual, tapi tidak terlalu tebal untuk pergi ke luar. Harry mengernyitkan dahinya begitu menyadari itu, dan Draco sepertinya menyalah-artikan ekspresi Harry karena dia langsung menyipitkan matanya dan berbalik.

Kali ini Harry buru-buru mengikutinya dan menyergap tangannya.

"Apa?" tanya si rambut pirang dingin, menatap Harry tak suka.

Harry menelan ludahnya. "Kamu benar, harusnya aku lebih serius soal Turnamen ini."

Draco menaikkan alisnya seolah berkata, 'lalu?'

"Dan aku minta maaf karena aku membuatmu kesal, Draco," lanjut Harry, menatap Draco sungguh-sungguh.

Draco memalingkan wajahnya, "Tidak apa-apa," katanya pelan. "Aku sudah tahu kalau kamu memang suka ceroboh."

Harry tersenyum padanya. "Baguslah." katanya, sambil mengeratkan genggamannya pada lengan Draco lalu tersadar betapa tipisnya pakaian yang Draco kenakan. "Kalau kamu ke Hogsmeade dengan baju setipis ini, kamu bisa mati kedinginan."

"Aku tidak kemana-mana kok."

"Bukannya kamu mau beli manisan untuk Ibumu?"

"Aku sudah minta tolong temanku soal itu," ujar Draco dengan angkuh. "Aku ada urusan lain yang harus dilakukan."

"Oh," gumam Harry kecewa.

Draco mengangguk. "Jadi? Apa rencanamu?"

"Aku?"

"Rencanamu soal telurnya," Draco menghembuskan napas kesal. "Kamu sudah kepikiran mau memulai dari mana?"

"Kepikiran satu hal sih, tapi—" Harry mengerjap. "Tunggu, kamu tidak pergi ke Hogsmeade karena ingin membantuku?"

Draco menggerutu. "Tentu saja aku akan membantumu. Cuma ada waktu sebulan lagi, Harry, dan kamu kan agak lamban." Draco melangkah mundur, lalu membenahi pakaiannya. Dia sadar Harry tengah memandangnya. "Apa lagi? Kita tidak punya banyak waktu loh."

"Aku tahu, aku cuma—" Harry kembali memandangnya, lalu senyum terkembang di wajahnya. "Terima kasih sudah mengkhawatirkanku. Yang barusan ini, kemarin juga."

Wajah Draco langsung memerah. "Yang benar saja. Aku bukannya khawatir," katanya memalingkan wajah. "Aku cuma tidak mau Hogwarts kalah."

"Kalau begitu kamu bisa bantu Diggory juga, kan," goda Harry.

Draco membelalakkan wajahnya, lalu buru-buru mengerutkan hidungnya. "Masa iya aku membantu seorang Hufflepuff."

"Tapi kamu mau membantu seorang Gryffindor."

"Tapi kan bukan sembarang Gryffindor yang aku bantu," gerutu Draco. Makin cemberut begitu menyadari seringai Harry yang semakin lebar. "Yang jelas Gryffindor masih lebih mending dari Hufflepuff."

"Oh, jadi ibaratnya dari dua pilihan buruk, aku ini masih lebih mending, begitu?"

Draco tersenyum mendengarnya. "Iya, benar sekali. Ayolah, kita harus cepat-cepat."

✓ The Owlery #1 (INA Trans)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang