Seiring dengan berjalannya musim dingin, tumpukan salju di anak tangga semakin meninggi. Batu berwarna abu-abu hampir sempurna tertutupi salju putih, dingin yang menusuk membuat Harry buru-buru menaiki anak tangganya, tidak peduli licin atau tidak.
Satu-satunya hal yang positif dari musim dingin bagi Harry, yang tentu saja tidak dia beritahu pada siapapun karena membuatnya malu, adalah semu merah yang selalu menghiasi pipi Draco karena dingin. Walaupun separuh wajahnya sudah tertutupi oleh syal, Harry bisa melihat semu merah itu di hidungnya.
Namun begitu, menghabiskan waktu di tengah udara dingin di kandang burung hantu mungkin tidak begitu sehat untuk tubuhnya. Mantra penghangat cuma bisa membantu sedikit. Tapi mengajak Draco menghabiskan waktu di tempat lain, misalnya perpustakaan, menjadi hal yang besar bagi Harry.
Rupanya Draco lebih berani daripada Harry kalau soal itu.
"Aku berencana mengirim manisan dari Honeydukes untuk Ibuku," kata Draco santai, setelah Harry membantunya mengerjakan Esai pelajaran Mantra. "Kalau besok kamu pergi ke Hogsmeade juga, mungkin kamu bisa menemaniku."
Draco sedang meletakkan esainya di tasnya, tidak memandang Harry. Bagus, karena dia melewatkan senyuman lebar Harry yang segera hilang begitu dia teringat tanggal berapa esok hari.
"Maaf, aku tidak bisa," Harry menghembuskan napas sedih, merutuki dirinya sendiri.
"Tidak masalah," kata Draco mengedikkan bahunya. "Kamu pasti sudah punya rencana dengan si weas—maksudku dengan teman-temanmu."
"Bukan, maksudku, aku tidak berencana pergi ke Hogsmeade besok." Harry menjelaskan. "Aku sudah berencana untuk tetap di kastil dan memecahkan teka-teki telur emasnya, soalnya Tugas Turnamennya—"
"Tunggu, jadi kamu belum memecahkan teka-teki telurnya?" tanya Draco, sekarang memandangnya dengan khawatir.
"Masih ada waktu sebulan."
Draco mengernyitkan dahinya. "Pasti ada alasan kenapa kamu diberi waktu tiga bulan untuk bersiap-siap, Potter."
"Kok aku dipanggil Potter lagi?" Harry tertawa. "Aku bikin kesal kamu lagi?"
"Sebelum ini ada orang yang meninggal di Turnamen," desis Draco, nadanya sangat serius. "Kenapa kamu tidak serius begini? Kamu mau membuktikan kalau perkataan Skeeter benar?"
Mendengarnya, Harry menggertakkan rahangnya kesal. "Kan sudah kubilang, besok aku berencana cari tahu. Merlin, bisa tidak sih kamu tenang sedikit?" Gerutu Harry.
Tapi rupanya Harry mengatakan sesuatu yang salah karena Draco buru-buru berdiri, mengambil tasnya lalu menyentak. "Terserah. Aku tidak peduli,"
Dia tidak berbalik saat Harry memanggilnya, dan walaupun dia ingin menyusul Draco, Harry memutuskan untuk tetap duduk di sana, dengan lengan tersilang di depan dadanya dan kepala yang bersandar pada dinding. Dia menghembuskan napas lelah, sambil mendengarkan suara langkah Draco yang berderap menjauh.
---
"Ini dia, baru kembali dari berpetualang," teriak Ron begitu Harry kembali. Seringainya langsung lenyap begitu melihat raut wajah Harry. "Ada apa?"
Harry melempar dirinya sendiri ke atas sofa dengan wajah terlebih dahulu, lalu menggeram kesal.
"Apa kalian bertengkar, mate?" tanya Ron.
"Tentu saja, Ron. Lihat saja Harry," ujar Hermione. Harry merasakan tangan menepuk bahunya lembut. "Apa yang terjadi, Harry?"
"Aku tidak mau membicarakannya," gerutu Harry, suaranya teredam oleh bantalan sofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
✓ The Owlery #1 (INA Trans)
FanficMenemukan kenyataan bahwa Ayah Baptisnya bukanlah buronan kejam di tahun sebelumnya, ditambah tertekan karena hiruk-pikuk Turnamen Triwizard dimana dia terpaksa berpartisipasi, Harry menemukan dirinya terus-terusan menghabiskan waktu di kandang buru...