#02 • Carillons à Musique

218 174 115
                                    

"Apa mungkin pada arunika selanjutnya, saban tinta ini akan abadi bersama sakitnya kalbu?"

🌳🌳🌳

Kariel berdecak, menatap jengah seorang wanita paruh baya di depannya. Wanita yang sudah memasuki setengah abad umurnya, tak kunjung menyudahi pembahasan pada jam pelajaran yang seharusnya sudah selesai.

Kariel mengacak rambutnya, pikirinnya saat ini sedang kacau. Lima belas menit yang lalu Kariel menatap arlojinya, menandakan bahwa jam pelajaran sudah selesai. Namun tiga menit setelahnya ia kembali menatap arloji di lengannya, Kariel berdecak bahwa tatapannya salah.

Ingat itu delapan belas menit yang lalu. Untuk saat ini, jam pelajaran sudah bener-bener selesai.

"Jangan lupa tugasnya di rumah, Minggu depan kalian bawa dan kumpul ke Ibu. Ibu gak mau ya kasih toleransi lagi sama kalian," ucap Bu Dayu.

Bu Dayu adalah guru mata pelajaran sejarah. Beliau sering kali lupa pada suatu hal, namun sering pula dirinya tak mau mengalah dan mengakui kesalahan.

"Dan kamu," Bu Dayu menatap tajam Galakas. "Kamu itu pintar tapi malasnya minta ampun. Ibu gak mau dengar alasan apapun lagi dari kamu ya Galakas, Minggu depan tugas yang Ibu kasih hari ini dan Minggu lalu harus udah kamu kumpul."

Sementara yang dituju memutar matanya malas, percuma saja bicara dengan Bu Dayu. Meski minggu lalu tak ada tugas apapun dari beliau, tetap saja Bu Dayu bersikeras dengan pendiriannya.

Siswa-siswi bernapas lega kala Bu Dayu melangkah keluar dari kelas. Begitupun dengan Kariel, pemuda itu menggelengkan kepalanya sebelum memasukkan buku-buku yang berserakan di mejanya.

"Bu Dayu ngasih kita tugas ya?" Sendu menggeser kursinya mendekati meja Kariel. Kacamata yang setia menggantung sudah ia lepas. Rambutnya terurai panjang, sedikit menutupi pipinya yang chubby.

"Bu Dayu kan memang suka lupa," sahut Abiar yang duduk di samping meja Sendu. Malas membuang waktu, pemuda itu bangkit dari duduknya dan melangkah keluar kelas.

Meja Sendu berada di tengah antara Kariel dan Abiar. Sementara di depan Sendu, terdapat Naomi yang duduk bersebelahan dengan meja Galakas. Di sekolahnya, masing-masing murid duduk sendiri sesuai bangku yang telah dipilihnya.

"Gak ngerti gue, Ndu," kekeh Kariel.

"Padahal Bu Dayu gak ngasih tugas apa-apa, tapi sekarang malah marah-marah. Lo liat kan anak-anak pada santai aja?" sarkas Naomi tiba-tiba. Naomi berbalik, memandang temannya kesal.

"Berisik banget lo." Galakas melirik ketiganya, kemudian berlalu begitu saja.

"Udahlah, kerjain aja yang hari ini dikasih. Lo tinggal comot jawabannya si Gendis tuh." Kariel melirik gadis dengan tubuh yang berisi berjalan di depannya.

"Bisa sinting gue deket sama lo," kata Naomi.

"Malem ini ada yang nantang si Bos tuh." Sendu tertawa kecil setelah berucap, kemudian mengambil langkah lebar menyusul Galakas yang sudah berlalu.

"Disuruh datang ke markas, hari ini hari terakhir yang Galak kasih. Lo tau kan, anak kelas sebelah songongnya gimana?" Naomi mengangguk paham mendengar ucapan Kariel.

Pohon ke : 18 [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang