#03 • Voragos

217 167 110
                                    

"Sebuah kecewa datang dengan rasa sakit, memberi sesal yang tak pernah mengampuninya."

🌳🌳🌳

Sore ini sekolah tampak begitu ramai. Setelah suara bel terdengar nyaring, siswa-siswi bersorak senang. Jam sekolah telah usai sepuluh menit yang lalu, sebagian siswa-siswi sudah berhamburan keluar kelas, menyisakan beberapa murid yang memiliki tugas piket untuk membersihkan kelas.

Lima motor berukuran besar terparkir rapi berurutan, berjarak sedikit terpisah dari kalangan murid yang lainnya, hampir satu sekolah tahu siapa pemiliknya. Kelima inti yang tak mengenal belas kasihan, kejam dan membenci pengkhianat.

Sendu dan Naomi sudah mengganti rok sekolah mereka dengan celana panjang hitam yang kini dikenakan. Sendu bersandar pada motor merah kesayangannya, menyilangkan tangan di depan dada dengan pandangan yang bergerak liar.

Ponsel yang berada disaku celana Naomi bergetar, membuat sang empunya mengambil dan menatap pop-up yang muncul di layar.

"Ajak Galakas buat ketemu gue nanti malam, di lapangan dekat basecamp Voragos."

Naomi melempar pandangnya pada Sendu. "Lo yakin sore-sore begini ada yang berani nantangin Galakas?"

"Udah bosen hidup kali."

Naomi memasukan kembali ponselnya ke dalam saku celana. "Gue harus bilang ke Galakas buat kumpulin anak-anak ntar malem," ujarnya.

"Siapa lagi yang cari gara-gara?"

Naomi tertawa pelan. "Gue rasa anak buah Voragos kurang puas ditonjok Gala. Mereka licik, tapi sekalinya pengecut tetap aja pengecut."

"Siapa yang pengecut?" Abiar menyahut dengan tenang. Ia datang bersama Kariel, yang melemparkan jaket kulit berwarna hitam pada Sendu.

"Di mana Galakas?" Naomi malah balik bertanya.

"Hari ini dia ada kumpulan, gue gak ngerti kenapa anak-anak Fotografi ngadain kumpulan tiap sore."

Pemuda arogan yang tak punya hati. Galakas memang suka mengabadikan tiap momen yang ada, walau begitu ia tetap memandang kegiatan ini bagai sampah untuk pendapatan nilai lebih.

"WOIII, NGAPAIN LO?" Kariel menajamkan matanya, pemuda itu berteriak hingga menimbulkan hening di sekitar. Sekolah sudah mulai sepi, Kariel tak peduli jika ia kini menjadi bahan perhatian dari beberapa murid yang masih tersisa.

Pandangan Abiar, Naomi dan juga Sendu sekarang beralih pada sisi koridor. Terdapat seorang pemuda menyeringai dengan tatapan remeh pada mereka.

"Anjing!"

Suara sepatu yang beradu terdengar menggema di koridor. Kariel mengepalkan tangannya dengan amarah, berlari kencang mengejar pemuda yang dengan diam-diam telah menjadi penguntit.

Abiar dan Sendu mengikuti keduanya, sementara Naomi pergi memanggil Galakas untuk bergabung.

"BERHENTI LO ANJING, DASAR CUPU!"

Kariel menambah lajunya, hingga tepat saat ia melewati ruang Perpustakaan pemuda itu mengumpat pelan. "Sial!" geramnya.

Setumpuk buku-buku yang sedang dibawa oleh seorang siswi terjatuh, berserakan tak beraturan di lantai. Dirinya tak sengaja tertabrak oleh Kariel saat akan melangkah keluar.

"MATA LO DI MANA BANGSAT?"

Sendu menarik lengan Kariel, sementara gadis yang habis mendapatkan teriakan itu menunduk takut.

Pohon ke : 18 [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang