We meet again, Na

328 47 8
                                    

"Nana..."

Jaemin menoleh saat dipanggil dengan nama kecilnya oleh sang kakak,Taeyong di luar dari taman kanak kanak yang sudah sepi.

"Sebentar!" Balas Jaemin.

"Jaemin cepat!— mau hujan!" kali ini dipanggil dengan nama asli.

"Iyaa sebentar!" Teriak Jaemin tak kalah nyaring. Sambil berbicara dalam hati guna lega merutuki yang lebih tua benar benar kakak tidak sabaran.

Kemudian perhatiannya teralih ke anak laki laki gemuk yang juga sedang menunggu bersamanya di jemput orang tua. Si teman baru yang tiba tiba ada juga menunggu seseorang datang. Tersesatkah seperti hilang arah?

Tapi mereka tadi main bersama dengan bahagia dan sekarang anak itu terlihat sedih dan linglung ketika Jaemin menunjuk Taeyong— menandakan kalau ia mau pulang.

"Kakakku sudah menjemput. Bagaimana ini. Sebentar lagi hujan. Kau mau ikut bersamaku?" Jaemin menawarkan kepada anak seumurannya yang terlihat murung.

"Ikut saja ya, tidak baik disini sendirian sebentar lagi akan malam. Sekolah sudah tutup"

Anak laki laki itu menggeleng. Jaemin sudah gemas sendiri dan menarik tangan anak itu mengajaknya pulang. Sambil berkata— "Aku anak baik dan kakak-ku baik ikut saja. Nanti kau bisa menelpon Ibumu di rumahku dan memjemputmu disana. Mengerti!" Jaemin mentitah tapi anak itu tidak mengerti.

Selesai Jaemin mandi dan Hendak makan malam. Jaemin segera mencari anak baru itu kesudut rungan seluruh rumahnya, tapi tidak ditemukan.

"Kak Taeyong. Teman baru itu mana"

"Ahhhh itu dia tersesat. Jadi tadi aku menelpon orang tuanya"

"Yah— padahal aku belum tau namanya" Jaemin mempout lucu. Kesal padahal selama menunggu Taeyong dia bermain dengan teman baru itu sampai lupa waktu.

"Dia berbahasa inggris Na. Jadi tadi dia tidak mengerti apa yang kau katakan"

"Hah?" Mengernyitkan alisnya, Jaemin baru sadar saat bermain bersama mereka hanya tertawa dan saling tukar pandang dan tidak mengobrol.

"Ada buku kecil di saku jaketnya jadi aku menelpon orangtuanya— ia pamit padamu tapi kau malah asik bernyanyi di kamar mandi lama sekali" celoteh Taeyong—

Setelah bergegas balik ke kamar, Jaemin makin terheran heran karena ada semangka kering kecil di ranjangnya dan sebuah kalung dengan buah yang sama.

Dua puluh tiga tahun kemudian. Saat Jaemin sudah selesai sarjana di London dan balik ke Korea serta kerja di perusahaan akuntan— sampai satu titik Jaemin merasa ada yang menarik perhatian. Kali ini perihal—

"Lu kalau ngeliatin Manajer Lee biasa aje dong. Itu iler kemana mana" goda Renjun menyikut lengan Jaemin yang berfungsi menahan kepala karena terlampau terpesona sama mahkluk sempurna didepan mereka.

Jaemin menggeleng. Mencoba menyadarkan lamunan akan pernikahan impian bersama Manajer Lee sambil mengelap mulutnya yang dikata Renjun ada saliva yang mungkin menetes ke meja.

"Gue berani bertaruh. Manager Lee waktu di ciptakan Tuhan. Pasti lagi dalam suasana yang menyenangkan" senyum Jaemin mengembang menjabarkan kata katanya dengan bisik bisik kepada Renjun yang udah jengah sedari bulan kemaren diceritakan.

Perihal Manajer baru yang pindah dari kantor pusat di Kanada ke Seoul tempat Jaemin kerja. Mark Lee.

Tampan, Mapan, dan Rupawan. Epitome sebuah kesempurnaan

Oh god. Jaemin bisa tidak sadar kalau sudah melihat Manajer baru itu menjelaskan dengan sangat passionate gebrakan gebrakan baru untuk product perusahaan mereka kedepan.

"Ya selesai sampai disini ada yang ditanyakan?"

Audience yang mendengarkan rapat itu semua menggeleng menjawab pertanyaan Lee muda yang begitu mengagumkan tanpa celah bisa dikritik. Jadi mana mungkin ada pertanyaan.

Jaemin juga melakukan hal yang sama sambil tersenyum. Menatap sang Manajer baru dengan sangat terkagum kagum. Sampai Mark Lee pergi dari ruangan senyum senantiasa masih terpatri di wajar Jaemin belum luntur.

Renjun disebelahnya cuman bisa menghembuskan nafas kasar sambil membentuk tanda silang di depan kepala, pertanda Jaemin sudah gila.

"Turun lo nanti. Diajak anak anak makan siang di resturant depan" Kata Renjun sebelum meninggalkan ruangan karena hanya tersisa mereka berdua.

"Lo duluan aja, gue masih harus ngasih ini ke calon masa depan" diiringi kekehan Jaemin yang membenarkan beberapa kertas dimeja.

"Hhhh, serah lo dah. Gue duluan" pamit Renjun dan Jaemin cuman angguk angguk sebagai jawaban.

Setelah izin sama sang sekertaris di depan ruangan sang manager. Jaemin mengetuk pelan pintu mahoni besar itu. Kemudian berjalan masuk ke dalam ruangan yang sangat sangat luar biasa. Lebay.

Jaemin jadi iri. Tumpukan berkas di kubikelnya sungguh butuh tempat juga. Seperti yaa— seperti box yang sedang di tata Manager Lee didepannya dengan tampilan yang sangat amat menggoda.

Bagaimana tidak otak Jaemin yang sudah melalang buana. Manager baru itu sedang menata berkas berkas dengan baju yang di tekuk sampai siku. Jas hitam yang jadi kebanggan sudah ditanggalkan di taruh di gantungan sisa vest yang makin membentuk tubuh.

Huh udaranya panas sekali disini. Keluh Jaemin dalam hati. Kemudian hendak menginterupsi.

"Permisi manager"

"Ya—"

Bagai slowmo yang disengaja. Sepertinya. Jaemin jatuh dalam perangkap pesona maut Mark Lee kalau bisa dirinya bisa bilang begitu.

"Eum— ya— begini— ma— manajer" mencoba membalikkan kesadarannya. Jaemin terperanjat ketika manajer itu mendekat padanya.

Jarak yang cukup dekat. Sampai Jaemin bisa menahan nafas.

"Ada yang aneh dengan saya?" Tanya sang Manajer itu pada Jaemin yang udah kelabakan nyari alasan kalau ia sudah Jatuh Cinta.

Jaemin mundur selangkah. Kemudian bernafas. Setelah itu menyerahkan berkas ditangannya.

"Ini— ini— berkas dari Tim divisi tiga yang harus ditanda tangani segera Manager"

Si Lee itu mengangguk angguk. Jaemin sedikit lega ketika Manager baru yaitu Mark berjalan ke meja dan duduk disana menandatangani berkas yang dibawanya.

Masih senantiasa berdiri pada tempat nya tadi. Jaemin memperhatikan bagaimana Mark itu bekerja.

Agak berantakan memang. Makanya lagi dibenarkan dalam box box. Oh— bagian itu bisa Jaemin bantu. Terkekeh atas pikirannya sendiri mengundang Jaemin mendapat teguran dari Mark.

"Ada yang lucu?"

Jaemin buru buru menggelengkan kepalanya kaku. "Nggak Manajer. Bukan seperti itu".

"Ini sudah" Ujar Mark pada Jaemin yang berjalan ke meja sambil merutuki dirinya sendiri. Kok bisa bisanya terlihat bodoh di depan yang katanya sang masa depan.

"Terima kasih manager, kalau begitu saya pamit"

Pamit Jaemin kemudian berbalik sampai di pintu sebelum di buka ia dipanggil lagi perihal pesan titipan ke bagian divisi dua— begini bunyinya.

"Nana—"

Jaemin menoleh karena nama kecilnya dipanggil.

"Sampaikan ke kadiv dua suruh menemui saya segera"

Itulah pesan dari Mark yang Jaemin iyakan dengan "Baik Manajer akan saya sampaikan segera. Sekali lagi permisi"

Dan terdengar keluhan dari Mark didalam ruangan dengan suara rendah sambil tertawa yang tidak Jaemin tau maksudnya.

CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang