[3] After five years

259 196 112
                                    

Jangan pernah tinggal untuk orang yang 'tak pernah menginginkan keberadaan kita.
Stop ngemis berkedok cinta. Karena cinta punya harga diri yang 'tak bisa diberi harga.

Reyna~

--------

~Angga Saputra~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~Angga Saputra~

----

"Anak baru?" tanya laki-laki yang tiba-tiba mendatangi gue.
Gue mengangguk kaku.

"Boleh gabung?" tanya laki-laki itu dengan wajah datar.

Gue bingung, gue kurang mengerti dengan arah pembicaraannya. Dengan rasa kikuk gue terdiam sembari memandang sekitar. Benarkah yang diajaknya bicara saat ini adalah gue? Sementara pertanyaan itu menurut gue gak lugas ditanyakan ke gue yang hendak pergi dari kantin. "Gabung?" What does he mean by that word? Gue masih gak ngerti maksud dari ucapan tersebut, bahkan setelah dia bertanya ulang dengan pupil mata yang sedikit membesar.

"Boleh?" ulangnya.

"Maaf, yang lo maksud itu--?" Gue menaikkan alis kanan dengan ragu.

"Gue pengen lo sama gue--em maksud gue kita temenan!" ujarnya lumayan kesulitan, tapi tanpa basa-basi.

"Temenan?" ulang gue kebingungan.

"Jadi, lo ga keberatan 'kan kalo gue mulai saat ini jadi temen lo?" tanya laki-laki yang memiliki gaya rambut 'comma hair' dan satu lesung pipi di pipi sebelah kanannya.

"E ... Ya! Kita bisa berteman!" jawab gue dengan senyum lebar yang canggung.

"Gue Angga."

"Gue Reyna," jawab gue setelah dia mengulurkan tangannya.

Langsung gue iyakan, karena menurut gue jalan jitu terbaik saat menjadi siswa baru adalah dengan menurut. Menurut dalam segala hal yang gak beresiko membuat gue berada dalam masalah. Selain karena gue adalah siswa baru pindahan, gue adalah siswa akhir kelas di Sekolah Menengah Atas, yang artinya harus lulus dengan kesan baik, yaitu projects images.

"Kalo gitu, yuk kita makan?" ajaknya seraya menarik pergelangan tangan gue tanpa menunggu sebuah persetujuan dari pemiliknya.

"Apa yang barusan dia lakuin ke gue? Mengajak tanpa meminta persetujuan? Ck!" batin gue kesal setelah ditarik begitu saja oleh laki-laki yang baru saja gue kenal. Malangnya, gue duduk di meja makan yang sama dengan Krey.

"Udah makan, lo?"

"Barusan gue selesai makan sama Anca," jawab Krey setelah laki-laki berlesung pipi itu duduk di depannya.

"Anca, lo makan apa?"

"Gue lagi agak gak nafsu makan nih, jadi cuma makan steak kentang sama juz mangga," jawab Anca dengan sedikit lesu.

"Kebiasaan ditanya apa? Malah cerita," cibir Angga tertawa sumbang sambil menggelengkan kepala.

"Lo bawa cewek cakep, siapa, tuh?" Anca bertanya sambil menatap gue. Perempuan bernama Anca itu jelas hanya mencoba mengalihkan pembicaraannya dari Angga.

"Kaya gak tahu Angga aja," sambung Krey sambil memainkan dasi. Spontan semua orang jadi menatap Krey yang tengah asyik memainkan dasinya.

"Lo ga usah mulai Krey. Bisa sedikit ngertiin gue 'lah," pinta Angga dengan raut wajah serius.

"Yeh! Baper amat lo," jawab Krey, mengejek Angga.

"Iya. Masih pagi udah baper aja," sambung Anca menyetujui ucapan Krey.

"Diem lo!" kecam Angga dengan melotot. "Emang lo pernah belain gue? Pake acara sok-sokan belain Krey cuma karena mau ngajak ribut!" teriak Angga di depan wajah Anca. Perilaku Angga barusan langsung membuat gue memejamkan mata. Suara melengking yang keluar dari mulut Angga sangatlah 'tak enak didengar.

"Kalo mau makan gak usah banyak drama. Ini kantin, Ga!" ucap Krey dengan nada memperingati.

"Iya, Ga. Kata lo 'kan mau makan," setuju gue dengan nada lirih.

"Tuh, dengerin, tuh." Krey berlagak balik menyetujui ucapan gue.

--------

Singkat cerita tentang makan di jam istirahat sekolah. Gue, Krey, Angga, dan Anca dipertemukan saat istirahat, makan di kantin. Pada waktu itu, gue menyadari semua orang yang barusan gue temui terasa lumayan aneh. Dari mungkin Sebastian yang begitu sangat ramah, Angga yang begitu sok cool dengan mengajak gue berteman, dan makan, lalu Anca yang terlihat sedikit menor karena blus on yang dia pakai sangat kentara. Dan, ya! Satu lagi yang gak bisa buat gue berhenti berpikir aneh. Yaitu Krey, dia yang begitu paling cerewet di antara yang lain. Rupanya dia sama sekali 'tak berubah setelah lima tahun berlalu. Rasanya, kini gue kembali ke-lima tahun yang lalu saat bersamanya.

Ada sedikit yang membuat Krey tampak berbeda dari pandangan gue, yaitu kumis. Jika dahulu saat SMP dia selalu keberatan dengan kumis yang tiba-tiba tumbuh dan akan langsung mencukur habis kumisnya di saat jam kosong, sekarang bisa ditebak jika dia 'tak lagi keberatan saat kumisnya tumbuh hingga membentuk barisan rapih tepat di atas bibirnya yang tipis. Gak terlalu tebal dan gak terlalu tipis, it's word dengan wajah dan juga gayanya yang sekarang.

Wajah yang pertama kali gue tatap dari dekat. Wajah yang pertama kali membuat gue berdecak kagum dan sosok yang membuat gue exit introvert.

Selain itu, Krey adalah visual good ideal. Senyuman lebar yang memiliki lesung pipi sekaligus gigi kelinci membuat dia nyaris nampak sempurna. Jujur, kala senyumnya mengembang, gue sangat menyukai juga mengagumi, bahkan gue gak segan-segan memintanya buat tersenyum seperti itu berulang kali saat gue dan dia sedang bercerita waktu masih SMP dulu. Rasa-rasanya, senyum yang mengembang di wajahnya dapat mengobati perasaan gundah gue selama itu.

"Eh ngomong-ngomong lo dari kelas mana?" Anca bertanya pada gue yang tengah merapikan jaket.

"Gue dari kelas XII MIA 2," jawab gue.

"Sekelas sama Sebastian, dong?!" seru Anca dengan mata berbinar.

"Bukan Sebastian doang juga, kali! Gue juga!" elak Krey dengan nada jelous 'tak terima.

"Oh iya! Sorry gue kelupaan," tutur Anca dengan menggaruk tengkuknya.

"Bukannya itu kebiasaan lo," gerutu Krey.

"Paan, sih!" pekik Anca dengan sengit.

"Iya, 'kan? Gak usah ngelak!" jawab Krey tanpa menatapnya.

"Lo jadi orang masih aja suka nyolotan, sih Krey!" Anca mengepalkan tangan kanannya dengan sengit.

"Sumpah lo berdua, ya! Gak ngenak-ngenakin orang makan!" Angga menggertak Krey dan Anca.

"Syukur-syukur a--"

"Apa?" sergah Angga saat Anca hendak kembali mencibir. "Gue panggil Sebastian baru tahu rasa lo, Ca!" ancam Angga dengan mata melotot.

"Ih ... Apaan, sih! Bisa gak? Gak usah bawa-bawa Sebastian," rengek Anca mulai panik saat nama 'Sebastian' muncul di perkataan Angga. Spontan kepalan tangannya pun melonggar.

"Abis jadi cewek lemah banget sih, lo!" ucap Krey dengan menyeruput es tehnya. "Masa iya punya kelemahan yang model gituan. Model-model takut kalo si cowok labur itu tahu kelakuan kasar lo?" tambahnya diakhiri dengan senyum mengejek.

"Lo bener-bener kebangetan, ya! A--"

"Woy! Bisa diem gak?!" teriak seorang siswa di pojok kantin dengan tatapan nanar ke arah gue dan yang lain.

--------

Jangan lupa tinggalkan komentar dan votenya, ya!

Happy reading di part selanjutnya! 🤗

 My Long Feeling [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang