[40] Pesan Ini Telah Dihapus

20 3 3
                                    

Mari keluar dari zona nyaman yang membuat kita sesak.
Beranilah berpendapat tapi bukan berarti menjadi pembangkangan.
Beranilah mengambil keputusan tapi bukan berarti menjadi egois.

Reyna~

--------

"Sudah Rey, kamu duduk saja. Papa akan ambil nasi sendiri," ucap Papa ketika gue hendak mengambilkannya nasi.

"Sini. Kamu duduk saja." Papa menarik piring dari tangan gue.

"Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam," jawab gue bergantian dengan Papa.

"Biar Reyna yang bukain pintu. Papa makan saja." Gue langsung berjalan ke depan.

"Silakan masuk!" ucap gue seraya membuka pintu.

Begitu pintu terbuka, sebuah tangan terulur dan langsung menarik tubuh gue.

"Mbak Jihan," ucap gue saat tubuh ini sudah dalam pelukannya.

"Non Reynaaa, apa kabar, Non?" tanya Mbak Jihan setelah melepas pelukannya.

"Alhamdulillah, baik Mbak. Mbak Jihan sendiri, bagaimana kabarnya?" tanya gue balik.

Seraya mengangguk Mbak Jihan berkata, "mbak Jihan, Alhamdulillah  juga baik-baik saja, Non."

Dari penampilan Mbak Jihan di sore hari ini gue cukup mampu menebaknya. Datang dengan sebuah koper berwarna hitam dan tas ransel kecil di punggungnya.

"Sudah sampai rupanya Bik Jihan," ucap Papa yang baru saja tiba dari belakang gue.

"Bagaimana perjalanannya, Bik?" tanya Papa pada Mbak Jihan.

"Alhamdulillah, Tuan. Lancar," jawab Mbak Jihan.

"Ajak Bik Jihan ke dalam, Rey. Papa mau lanjut makan. Oh iya satu lagi, hari ini Bik Jihan akan resmi bekerja di rumah kita lagi," jelas Papa sebelum berjalan meninggalkan gue dan Mbak Jihan.

"Terima kasih, Pa." Gue berkata sebelum Papa hilang di balik pintu.

Papa berhenti sejenak, memutar badan dan mengangguk dengan tersenyum kemudian kembali berjalan lagi.

"Ayo Mbak Jihan. Masuk," ajak gue pada Mbak Jihan.

"Non Reyna," panggil Mbak Jihan.

"Iya, Mbak?" Gue bertanya setelah berhenti di depan kamar yang akan Mbak Jihan tempati.

"Maafin Mbak Jihan ya Non. Di akhir masa-masa sulit Non Reyna Mbak Jihan gak ada," ucap Mbak Jihan, menyesal.

"Iya Mbak, gak papa."

"Mbak Jihan hanya bisa mendengar kabar Non Reyna lewat mas Krey." Mbak Jihan terlihat sangat menyesali.

"Udah Mbak, gak papa. Yang penting sekarang Mbak Jihan udah di sini lagi. Kita udah kumpul," ucap gue coba menenangkan.

"Ayo masuk." Gue menarik koper Mbak Jihan dan membuka pintu kamar.

"Karena kamar biasanya itu sekarang dipake buat ruang kerja Papa. Mbak Jihan pake kamar yang ini," ucap gue seraya menempatkan koper di depan lemari.

"Tuan kerja di rumah, Non?" Mbak Jihan terbelalak.

"Lebih tepatnya, sekarang Papa bisa mengerjakan pekerjaannya di rumah," jawab gue.

Wajah Mbak Jihan berseri, bahagia.  "Kalau Nyonya, Non?"

"Mama juga. Papa dan mama mengerjakan pekerjaan yang sama dalam satu perusahaan, jadi positifnya, mama bisa melakukan pekerjaan di rumah," terang gue.

 My Long Feeling [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang