[32] Rumit

27 12 21
                                    

"Aku bisa jelasin, Rey," ucap dokter Ata. No! He is Daren. Ralat, ucap Daren sambil memegang lengan kanan gue.

Kemudian gue menepisnya dengan kasar. "aw," rintih gue. Jarum infus lepas dari punggung tangan gue.

"Tunggu, Jangan dipegang," ucap Daren dengan berlari ke belakang kemudian kembali membawa kotak P3K.

Laki-laki itu berjalan mendekati gue. Pandangannya 'tak lepas dari punggung tangan gue yang terus mengeluarkan darah.

"Akan aku obati, ya," ujarnya hendak memegang tangan gue yang kemudian gue sembunyikan di belakang punggung.

Air infus tergeletak di samping kotak sampah, tetes-tetesan darah segar mengotori lantai, buku-buku berhamburan tercampur tetesan darah di lantai. Dan air mata 'tak berhenti membanjiri pipi.

"Rey, biar aku obati dulu tanganmu, ya? Itu bisa membengkak," tutur Daren sangat lembut. Dia menatap khawatir gue.

Gue tetap kukuh menggeleng.

"Rey!" teriak Krey bersamaan dengan pintu yang terbuka.

Melihat ruangan konsultasi dokter berantakan Krey langsung mendekati gue.

"Ada apa ini?" tanyanya kepada gue yang masih menangis.

Tangannya terulur memegang tangan gue yang penuh darah.

"Ada apa ini, Dok?" tanya Krey beralih kepada dokter di depannya.

"Ada kecelakaan kecil, biarkan saya memeriksa tangan saudari Reyna terlebih dahulu," jawab sang dokter dengan profesionalnya sambil berjalan mendekati gue.

Namun, gue segera mundur memberi jarak dan bersembunyi di belakang punggung Krey. Reaksi yang gue buat menarik perhatian Krey untuk langsung menatap gue. Seolah paham Krey langsung maju selangkah ke depan dan berhadapan dengan Daren.

"Sebenarnya ada apa, Dok?" tanya Krey pada Daren yang tampak khawatir.

"Biarkan saya obati tangan Reyna terlebih dahulu," jawab Daren mengalihkan pembicaraan.

Krey menghela napas. "Saya tanya sekali lagi, ada apa?" tanya Krey cukup menekan.

Daren menatap Krey. "Ada kecelakaan kecil, saya harus bilang berapa kali," jawab Daren 'tak kalah menekankan.

"Kecelakaan kecil?" Krey melipat kening. "Apa itu?" tanyanya penasaran.

Daren memejamkan mata sambil mengatur napas. Setelah itu sesekali dia menatap sedih gue.

"Anda menyakitinya?" ucap Krey terdengar menuduh.

"Atau Anda i--"

"Saya dokternya," sela Daren.

"Dokternya?" Krey menyipitkan mata.

"Rey, kamu harus diobati dahulu," ucap Daren bersikukuh.

"Kamu?" ulang Krey tersenyum miris.

Bug!

"Krey!" teriak gue.

"Brengsek lo!" ucap Krey langsung menarik kerah kemeja Daren.

"Stop!" Gue menarik lengan Krey. "Krey jangan. Kita pergi aja, oke?" ucap gue dengan napas tersengal-sengal. Mata gue panas berlinang air mata.

Melihat dan menatap mata gue Krey langsung mendorong dan melepaskan cekalnya pada kerah kemeja Daren.

"Gue bantu," ucap Krey seraya menarik tangan gue dan berjalan keluar dari ruangan.

Krey membawa gue kembali ke dalam bangsal.

"Reyna," ucap Mama setelah gue masuk dan duduk di atas brankar.

"Gue panggil dokter dulu, ya?" Krey mengelus bahu gue.

"Ada apa ini?" tanya Mama kepada Krey yang hendak pergi.

"Rey--"

"Saya akan mengobatinya," ucap seseorang dari pintu bangsal. Dia berjalan mendekat ke brankar dan berdiri di samping Mama.

Keberaniannya datang dan menemui gue kembali sungguh luar biasa. Tangan Krey langsung mengepal dan rahangnya mengeras menahan amarah.

"Daren," ucap Mama saat tahu bahwa orang itu adalah Daren.

"Tante jangan khawatir, Reyna akan saya tangani," ucap Daren kemudian Mama pun mengangguk. Melihat reaksi Mama membuat gue semakin sesak.

Gila. Beyond expectations. Orang tua membiarkan anaknya kembali disentuh oleh orang yang dulu hendak menghancurkan hidup, bukan hendak, tapi telah.

"Cukuuuup!" ucap gue saat Daren tangannya terulur ke arah gue.

"Gue cape! Gue cape, Dare!" Gue terisak.

Semua orang menatap gue. Ada kesedihan dan ada kebingungan dalam tatapan mata yang ada.

"Lo bener-bener gila, ya!" Gue mengecam.

"Mama juga, kenapa sih, Ma. Reyna bingung sama pikiran Mama atau pun papa. Reyna gak tahu harus gimana karena semuanya ada di luar nalar."

Plak!

"Tante." Daren menatap Mama.

Tamparan keras yang mendarat di pipi gue sama sekali gak sakit. Semua rasanya tertumpuk di dada bukan di pipi.

"Dasar anak gak tau diri," ucap Mama dengan mata menyala.

Gue tersenyum kecut sebelum Mama pergi meninggalkan bangsal. Mbak Jihan yang sebelumnya hanya menonton kini mendekat dan menarik lengan Daren hingga berhadapan.

Plak!

Mbak Jihan menampar Daren. Tamparannya sangat kuat hingga ujung bibirnya mengeluarkan darah.

"Bisa-bisanya Anda sepercaya diri itu," ucap Mbak Jihan.

Kericuhan terjadi. Krey yang paling 'tak mengerti hanya membisu dan menyimak.

"Keluar!" usir Mbak Jihan pada Daren yang mematung.

"Apa perlu saya panggil petugas keamanan supaya Anda keluar," kecam Mbak Jihan. Napasnya mulai memburu. Sementara Daren yang lesu dan sedih langsung pergi meninggalkan bangsal.

"Reyna mau pulang Mbak, tapi gak di rumah," lirih gue sembari menekuk lutut.

Krey dan Mbak Jihan kompak mendekati gue.

"Keadaan lo masih belum pulih Rey," ucap Krey khawatir.

"Mbak Jihan setuju sama Den Krey, Non. Kondisi Non Reyna belum pulih," sambung Mbak Jihan 'tak kalah khawatir.

Mbak Jihan menarik gue dalam pelukannya, tangis gue pecah. Tanpa rasa malu gue menangis dengan isakan yang keras.

Di sela-sela tangisan dan pelukan Mbak Jihan, tangan Krey terulur begitu saja memegang pipi kanan gue yang terasa perih bekas tamparan mama. Dia mengelus lembut dan menyisihkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah.

Kisah gue, serumit ini, sesakit ini. Setiap ada benih-benih kekuatan yang mulai tertanam, gue mencoba untuk menguatkan dan bersiap pada kehidupan yang akan kembali berjalan. Hari-hari sesak berlalu tetap gue jalani walau tertatih-tatih duka.

Waktu berjalan, menumbuhkan gue sampai di kehidupan pada usia 17 tahun penuh rupa-rupa. Di sini, tempat luka dan duka menusuk ke dalam rusuk dan menjadi daging yang setiap saatnya hanya terdapat mala.

Gue sakit, sakit dengan kehidupan ini, sakit dengan tubuh sendiri, everything seems to be destroyed.

Kisah memilukan dari dikhianati adalah kesengsaraan. Lalu, jika setiap hari dan beberapa orang telah mengkhianati, bagaimana hari-hari gue ini?

--------

Jangan lupa tinggalkan komentar dan votenya, ya!

Happy reading di part selanjutnya! 🤗

 My Long Feeling [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang