[39] Menghadapi Kebenaran

23 7 13
                                    

Meminta maaf tidak menjadikan kita orang yang rendah dan mengakui kesalahan tidak menjadikan kita orang yang lemah.

Reyna~

--------

Seiring berjalannya waktu, apakah benar semua akan baik-baik saja, seiring berjalannya waktu, apakah benar semua akan seperti biasanya, dan seiring berjalannya waktu, apakah benar, setiap sakit yang ada akan sembuh begitu saja?
Jika iya, menunggu adalah proses yang tengah dinanti saat ini.

Setelah melakukan perawatan dan operasi donor jantung, gue pulang tepat setelah delapan hari dirawat di rumah sakit dan ini adalah hari kedua di rumah. Genap sepuluh hari papa dan mama membersamai gue selama itu.

"Apa yang sedang kamu lakukan, Rey?" tanya Papa setelah keluar dari kamarnya.

"Hanya ingin duduk sebentar setelah minum obat, Pa," jawab gue.

"Apa yang kamu inginkan saat ini?" tanya Papa mendekat.

"Reyna hanya ingin semuanya baik-baik saja," jawab gue.

"Tidak ada yang baik-baik saja selama kita masih hidup di dunia," ucap Papa, kemudian duduk di samping gue.

"Belajar dari pengalaman yang pernah Papa lalui, hidup ini sangat keras sekali, tidak semua orang yang kita temui akan memiliki karakter yang sama dengan diri kita. Mereka memiliki karakter yang bervariasi. Meski begitu, Papa tidak menyebut mereka orang yang tidak baik apalagi jahat." Papa tiba-tiba berkata panjang lebar.

"Papa belajar dari teman-temanmu. Belajar tentang hubungan keluarga yang sebenarnya, tidak butuh darah untuk mengikat sebuah keluarga, tapi kasih sayanglah." Papa menatap gue dengan sedih. Matanya berkaca-kaca.

"Walaupun ini terkesan sangat terlambat, Papa akan menceritakan mengapa Papa ingin kamu menikah dengan Daren, semua yang Papa lakukan semata-mata bukan karena bisnis meskipun benar jika tanpa pernikahan kamu dan Daren bisnis Papa tidak akan berjalan baik. Seperti yang sudah kamu tahu, orang tua Daren adalah donatur perusahaan kita." Papa menghela napas.

"Daren adalah orang yang menyelamatkan Papa. Dia laki-laki yang baik, Papa mengenalnya sudah lama sebelum Papa mengenal kedua orang tuannya."

"Menyelamatkan Papa, maksudnya?" tanya gue mengernyitkan dahi.

"Dulu, waktu kamu duduk di bangku SMP, kalau tidak salah kamu waktu itu kelas delapan. Papa pergi ke Jakarta untuk menangani bisnis yang sedang Papa jalankan. Sebenarnya Papa berbohong, Papa ke Jakarta untuk melakukan pengobatan. Dari itulah Papa tidak pernah pulang apalagi mengurus kamu." Papa menatap kosong ke depan.

"Papa sakit apa?"

"Ginjal kronis, saat itu yang merawat Papa di rumah sakit adalah Daren. Dia seorang mahasiswa yang sedang magang pada saat itu, dia merawat Papa seperti Papa ini orang tuanya sendiri. Sampai tidak terasa perawatan itu butuh waktu yang lama dan Papa tidak menyadari kalau kamu sudah tubuh sebagai gadis remaja. SMA."

Mendengar cerita Papa barusan gue merasa sangat sedih, rasanya campur aduk dalam penyesalan.

"Melihat perilaku Daren yang sangat baik Papa serasa jatuh hati kepada dirinya. Andai Papa waktu itu tidak ditangani dan diobati oleh dirinya dan tidak mengharapkan yang lebih atas dirinya, mungkin kehidupanmu tidak akan sesakit ini." Papa menitikkan air mata.

"Dia merawat Papa sampai Papa sembuh?" Gue bertanya dengan sedikit tercekat.

"Iya. Setelah selesai kuliah dan mendapat gelar dokter, dia kembali ke rumah sakit untuk mengambil alih penanganan medis Papa. Kalau tidak salah sekitar setengah tahun, waktu ini pas sekali dengan kenaikan kamu, kelas sebelas. Saat itulah Papa memutuskan untuk menjodohkanmu dengannya. Yang pada akhirnya hari itu terjadi." Papa menatap gue dengan tangisnya.

"Maafkan Papa, Rey. Papa benar-benar sangat egois," lirih Papa dengan tatapan penuh penyesalan. Tangannya terulur menyentuh lengan gue.

"Gak seharusnya Papa meminta kamu untuk menikah di waktu SMA. Papa benar-benar bodoh."

"Papa ...." Gue menitikkan air mata. "Semuanya sudah berlalu, its okay," ucap gue.

"Maafkan Papa juga, tidak bisa merawat putri Papa sendiri dengan baik. Kesehatanmu benar-benar sangat dipertaruhkan sedangkan Papa malah jauh dari kamu, Papa benar-benar orang tua y--"

"Pa ...." Gue menghadap Papa. "Maafin Reyna juga. Ternyata selama ini Reyna berprasangka buruk dengan Papa dan Mama. Reyna gak tahu kalau Papa sakit, Reyna minta maaf," ucap gue sesenggukan.

Papa menganggukkan kepala. "Sekarang, bagaimana kondisimu, Rey? Apakah masih ada yang sakit?" tanya Papa, air matanya semakin mengalir deras.

Gue menggeleng cepat. "Reyna udah sembuh, Pa. Operasi Reyna lancar berkat doa dan usaha Papa, Mama dan temen-temen," ucap gue.

"Gimana sama Papa. Setelah perawatan itu, Papa masih mengalami sakit atau--"

Papa langsung menggeleng, "Papa baik-baik aja sampai sekarang. Maafin Papa Rey, dari kamu kecil Papa sudah meninggalkan kamu sama Bik Jihan. Papa selalu mikir kerjaan sampai Papa gak sadar Papa diberi ujian penyakit, itu pun Papa masih saja egois masih saja gila kerja, Papa benar-benar --"

"Papa yang hebat," sela gue. "Papa dan mama adalah orang tua yang hebat meskipun Reyna selama ini mengalami banyak hal sulit tapi Reyna bahagia setelah sesulit ini, apalagi sekarang ada Papa dan mama," lanjut gue. Kemudian mengusap air mata Papa dan menggenggam tangannya.

"Papa akan buat keluarga yang sesungguhnya mulai hari ini, meskipun sudah terlambat, tapi Papa akan memperbaikinya." Papa mengeratkan genggamannya.

"Reyna."

"Iya, Pa?"

"Boleh Papa minta sesuatu sama kamu?"

"Boleh, Papa mau apa?" tanya gue, sigap.

"Besok, jam sembilan pagi, Papa mau kamu pergi ke restoran bitta," ucap Papa.

"Ini permintaan Papa yang mungkin akan terdengar egois bagi kamu. Tapi Papa sangat memohon, besok ke restoran bitta. Setelah itu Papa tidak akan meminta dan memohon lagi," Papa menatap penuh harap.

"Papa gak perlu bicara seperti itu. Besok Reyna pasti akan ke sana. Mengabulkan permintaan Papa," ucap gue dengan tersenyum.

"Kamu tidak sendiri, besok kamu akan pergi bersama Papa," ucap Papa.

"Papa gak ke kantor?" tanya gue.

"Tidak, besok waktunya bersama kamu," jawab Papa bersungguh-sungguh.

Gue tersenyum lebar. "Papa mau makan?" tanya gue mengalihkan topik.

"Boleh," jawab Papa.

"Reyna ambilkan piring dulu di belakang." Gue berdiri dari tempat duduk dan berjalan menuju ke dapur.

Akan ada perubahan dalam diri kita setelah kita mengalami hal besar dalam kehidupan ini. Dan itu benar. Gue setuju.

--------

Jangan lupa tinggalkan komentar dan votenya, ya!

Happy reading di part selanjutnya! 🤗

 My Long Feeling [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang