[36] Hujan

46 13 25
                                    

"Kamu baik-baik saja?" tanya laki-laki yang baru saja masuk.

Melihat tangisan gue semakin kencang dia segera mendekat.

"Sebentar, ya." Ardan pergi meninggalkan gue di ruang tamu, berjalan menuju ke belakang, kemudian kembali sambil membawa segelas air.

"Minum dulu," ucapnya dengan memberikan gelas berisi air putih. Gue menerima dan meminumnya.

"Sendirian?" tanya Ardan. Gue mengangguk.

Ardan duduk di kursi sebelah, dia mengeluarkan handphone dan mengetik sesuatu di sana.

"Udah makan?" tanya Ardan. Gue mengangguk berbohong.

"Ada yang sakit?" tanyanya lagi. Gue menggeleng.

"Kalo ada apa-apa bilang ya, gue mau ke depan sebentar." Ardan bangun dari tempat duduk.

"Kok lo ada di Jakarta?" tanya gue sebelum Ardan pergi.

"Iya. Lagi ada kerjaan di sini," jawab Ardan.

"Tahu gue di sini?"

"Krey. Dia minta gue mampir ke sini sebelum ke Resort," jawab Ardan.

Kini gue mengerti.

"Sampe kapan di Jakarta?"

"Mungkin sekitar 3 bulan." Ardan masih berdiri.

"Boleh gue minta tolong?" tanya gue penuh harap.

Ardan menyipitkan matanya. "Apa?"

Dengarkan suara hati dan rasakan sensasi setiap kondisi. Memutar kembali bagaimana bahagia berjalan, kemalangan berharap akan segera hilang. Di sudut ruangan yang paling ditakutkan hanya ada doa-doa yang dipanjatkan. Di sini, berdiri menatap ribuan letih.

"Sorry Rey, gue gak bisa ke apartemen seharian ini. Gimana kondisi lo?" ucap Krey dari luar.

"No problem," jawab gue disertai senyum tipis.

"Gue bawain sweater buat lo. Ini mulai musim hujan jadi,  jangan sampe kedinginan," tutur Krey sangat perhatian.

"Ini." Krey menggeluarkan sweater dari dalam kantong plastik dan memperlihatkannya pada gue.

"Bagus, 'kan?" Krey membolak-balikkan sweaternya di depan gue.

"Warna mocca. Cocok sama lo." Krey terlihat senang saat membawa dan memperlihatkan sweater itu kepada gue.

"Thanks," ucap gue. Krey mengangguk.

"Lo udah makan?" tanya Krey.

"Udah," jawab gue.

"Sekarang, rencana lo mau gimana, Rey?" tanya Krey berubah fokus.

"Gue mau pulang," jawab gue.

"Yakin?" tanya Krey coba meyakinkan, mengingat kembali bagaimana mama memperlakukan gue di rumah sakit waktu itu.

"Yakin." Gue menganggukan kepala.

"Setelah ini gue mau fokus sama planning gue dan kemungkinan kita jadi sulit bertemu," jelas gue.

"Di rumah, 'kan, lo?" Krey kebingungan.

"Iya," jawab gue.

"Kok sulit bertemu?" Krey 'tak mengerti.

"Soalnya gue bakal sibuk banget. Lo juga sibuk 'kan. Gue denger masuk kuliah kurang dua hari dari Anca," jawab gue mencoba mencari alasan.

"Iya si. Tapi gak masalah si itu buat gue."

 My Long Feeling [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang