Malam ini Reina menghabiskan akhir pekannya dengan menonton film horor bersama dua sahabatnya. Gadis itu sempat menceritakan kejadian sewaktu hukuman sampai ia bertemu Kenzo dan akhirnya pulang diantar cowok itu. Reina juga menceritakan nasib ponselnya yang harus menginap di tempat service karena layarnya pecah. Untung saja tidak ada masalah lain. Ternyata ponselnya mati karena kehabisan baterai.
"Gila, masa Arga ninggalin lo gitu aja?" teriak Naura yang tidak menyangka bahwa cowok itu akan meninggalkan Reina begitu saja.
"Beneran. Gue aja masih heran, mungkin dia marah gara-gara gue lempar hidungnya, kali."
"Ish, masa iya gara-gara itu dia ninggalin lo?" kali ini Vita yang menyahut. "Arga berubah banget, setahu gue dia gak kaya gitu deh."
"Udah, kenapa jadi ngomongin Arga terus. Buruan kita nonton filmnya," seru Reina menghentikan pembicaraan tentang Arga.
Vita dan Naura memang sering menghabiskan akhir pekan di rumah Reina karena setiap akhir pekan, Bundanya Reina akan keluar kota untuk mengunjungi rumah saudara. Sedangkan Ayah Reina memang jarang berada di rumah, beliau memiliki bisnis di luar kota yang tidak bisa ditinggalkan seenaknya. Makanya beliau hanya akan pulang pada saat-saat tertentu.
Di sisi lain, seorang cowok sedang menatap sebuah kertas berbentuk hati yang sedang ia genggam. Iya, kertas milik Reina yang sedari tadi membuat gadis itu kelimpungan. Sebenarnya Arga tidak membuang kertas itu, hanya saja tadi memang ia menyerahkannya pada Arka karena Arga tahu jika Reina pasti akan menagihnya. Sebenarnya Arga bisa saja mengembalikan benda itu pada Reina namun entah kenapa ia seperti merasa tidak rela mengembalikannya pada Reina.
Cowok itu lantas mencari benda yang Reina sebutkan tadi, ia mendapati sebuah cincin putih yang di bagian dalam terukir kata Reinata. Ternyata cincin itu yang membuat Reina marah besar padanya.
Arga tersenyum tanpa alasan. Ia lantas membuka lipatan kertas itu ketika melihat tulisan yang kurang jelas terbaca karena tertutup lipatan.
Pada akhirnya, semua akan kembali sama, apapun yang kita inginkan, akan kalah dengan keadaan yang telah ditakdirkan
Sebuah tulisan yang Arga yakini Reina yang menulisnya. Tulisan itu kembali menciptakan lengkung di bibir Arga. Entah kenapa ia merasa bahwa Reina adalah gadis yan aneh, unik, dan sulit ditebak.
Setahu Arga, Reina adalah gadis keras kepala yang bahkan terlihat akan selalu menentang takdir. Namun, melalui tulisan ini kenapa Arga seperti melihat sosok yang berbeda. Bukan seperti Reina yang ia juluki bebek lampir. Atau mungkin saja ini hanya sebuah keisengan gadis itu untuk menulis. Bisa jadi! Arga tidak mau ambil pusing lantas cowok itu menyimpan kedua benda tadi di laci kamarnya. Nanti jika ingat, Arga akan mengembalikan kepada pemiliknya.
"Arga, Dandi! Makan malam udah siap, cepat turun!" teriak seorang wanita berusia sekitar empat puluh tahun dari arah dapur.
"Iya Ma, bentar," jawab Arga sedikit berteriak.
Beginilah setiap hari di keluarganya, penuh dengan teriakan. Belum lagi nanti ketika ayahnya pulang, pasti akan semakin ramai isi rumah. Namun teriakan itu bukan seperti teriakan amarah, hanya saja keluarga milik Arga isinya memang orang-orang yang suka ngegas.
"Arga, sekolah baru kamu gimana?" tanya Ririn pada putra sulungnya ketika mereka sudah menyelesaikan makan malam. Kebetulan Ririn memang belum menanyakan perihal suasana baru di sekolah Arga karena akhir-khir ini beliau sibuk mengurus pembukaan rumah makan dan toko bunga miliknya.
"Nggak gimana-gimana, Ma. Sekolah baru Arga bentuknya ya bangunan sekolah, bukan bentuk kapal selam."
"Heh, bukan kaya gitu maksud Mama. Lama-lama Mama rebus kamu, Ga!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Karmaolove
Teen Fiction[JANGAN LUPA FOLLOW YA 🌻] Reina itu jauh dari tipe Arga, juga sebaliknya. Reina itu mulanya gadis yang gak suka ngomong kasar, tapi tidak berlaku saat berhadapan dengan Arga. Intinya, mereka itu gak mungkin disatukan dalam ketenangan tapi sepertiny...