3. Keturunan Jalur Mapel Biologi

125 62 68
                                    

Pelajaran biologi dimulai, tugas sudah disebar. Tidak, diumumkan maksudnya. Materinya memang masih terbilang awal yaitu pola hereditas. Tugasnya juga hanya membuat pautan gen hingga menghasilkan keterununan dua (F2).

Yang membuat semuanya tidak habis pikir ialah Pak Cipto meminta seluruh siswa membuat pautan gen berdasarkan ciri fisik teman sebangku.

"Ini Pak Cipto ngasih simulasi kita untuk merencanakan masa depan apa gimana sih? Kan gue jadi pengen cepet punya dedek," teriak Danu yang duduk sebangku dengan Laras. Mendengar pernyataan Danu, Laras langsung memukul kepala cowok itu dengan buku paket yang lumayan tebal.

"Itu mah pikiran lo aja yang jorok!"

"Kalau emang simulasi, ya masa Pak Cipto mau gue nikah sama Dika? Gimana cara bikin dedeknya?" kali ini Reza menyahut. Cowok yang duduk sebangku dengan Dika itu mendapat hadiah gelak tawa teman sekelas atas ucapannya.

Berbeda lagi dengan dua bangku pojok belakang. Pertama ada Naura dan Arka. Dua orang itu mengerjakan tugas tanpa ada komunikasi sama sekali. Lah, bagaimana bisa? Sangat bisa kalau ini antara Naura dan Arka. Tinggal Naura mengerjakan F1 dan Arka F2. Selesai.

Yang selanjutnya ada Reina dan Arga. Dua anak manusia ini sedari tadi saling adu otot leher, alias berdebat. Reina yang pada dasarnya cerewet, dipadukan dengan Arga yang sukanya protes. Sangat cocok sekali, kawan.

"Ini kenapa Pak Cipto mintanya pake contoh manusia, deh. Di buku kan contohnya tumbuhan!" kesal Arga melihat contoh yang ada di buku paket. "Ka, lo udah selesai?"

"Hmm?"

"Lo udah selesai, belum?"

"Dah."

"Lo pake ciri fisik apaan?"

Arka diam. Jika sudah begini Arga sangat tahu bahwa sahabat karibnya itu sudah lelah berbicara. Ia sedang memasang mode hemat energi karena jam istirahat masih lama, yang artinya waktu untuk mengisi perut juga masih lama.

Sangat menyebalkan, bukan? Berteman dengan Arka itu tidak jauh beda dengan merawat koala. Harus ekstra sabar menunggu pergerakannya. Belum lagi ia hanya akan bergerak ketika lapar. Meski begitu, tubuhnya tetap kerempeng bahkan Arga sampai heran. Arga saja harus berolahraga setiap hari untuk mendapatkan tubuh seperti sekarang.

"Ra, lo pake ciri fisiknya apa?" kali ini Reina yang bertanya pada sahabatnya.

Sedari tadi Reina bingung harus menggunakan ciri fisik apa untuk dimasukkan ke jawaban mereka. Masalahnya, dari tadi Arga hanya menggerutu tidak suka dengan bab ini. Reina sampai pusing sendiri mendengar keluhan cowok itu.

"Warna mata sama warna rambut, jangan nyamain!"

Bahkan Reina belum mengutarakan niatnya, sudah dicegah oleh Naura. Reina sendiri tidak suka dengan biologi lebih tepatnya semua mata pelajaran sains. Lalu, kenapa dia masuk IPA? Itu merupakan sebuah kecelakaan konyol yang terjadi di abad ini. Reina mengira bahwa ujian seleksi IPA adalah ujian wajib bagi seluruh siswa baru SMA Airlangga, alhasil Reina mengikutinya. Lalu, saat Reina melihat papan pengumuman dan mendapati ia berada di kelas IPA, gadis itu menangis. Sialnya lagi, ia baru tahu saat kelas sebelas bahwa anak IPA pada dua bulan pertama bisa pindah ke IPS. Makanya setelah itu Reina menjalani hari-harinya di SMA dengan asal-asalan.

"Ga, kita pake tinggi badan sama rambut aja ya," Ucapnya pada Arga setelah ditolak Naura.

"Gak, gak! Kalau pake tinggi badan ntar cucunya ada yang pendek kaya lo dong?"

"Emang kenapa kalau pendek kaya gue?"

"Gak banget. Masa keturunan gue ada yang pendek!"

"Kok lo jadi body shaming, sih? Lagian gue juga gak mau ada keturunan gue yang rambutnya lurus kaya sapu lidi!"

KarmaoloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang