prolog

98.3K 607 14
                                    

Annyeong, Author kembali dengan membawa cerita baru. Yang pasti genrenya ada dewasa. Author harap partisipasinya kalian ok?

~~~***~~~

Bella Kanaya Yulika, gadis berusia delapan belas tahun yang saat ini tengah menginjak bangku kelas dua SMA. Wajah oval, mata sipit, hidung pesek, bibir tebal, dan kulit kuning langsat menjadi ciri khasnya. Orang tuanya sudah meninggal dua tahun lalu karena tabrak lari. Meninggalkan dirinya sendiri di dunia yang keras ini.

Selepas pulang sekolah biasanya Bella akan bekerja sebagai pelayan kasir untuk menghidupi dirinya sendiri. Bella tidak memusingkan soal uang sekolah karena dirinya mendapat beasiswa.

Malam sudah larut, sudah waktunya Bella pulang ke rumah kecilnya. Angin malam berhembus, daun-daun melambai karena diterpa angin malam. Bella menggigil kedinginan, tubuhnya meremang saat dirinya melewati gang dengan minim cahaya. Dia mempercepat jalannya saat merasa dirinya seperti diikuti.

Door!

"Akh!"

Suara tembakan yang tiba-tiba membuat Bella mengangkat tangannya ke atas. Badannya lemas saat mendengar suara derap kaki.

"Target sudah tertangkap."

Tiga pria dengan badan gagah dan kekar dibalut dengan pakaian serba hitam dilengkapi oleh sarung pistol mengangkat orang yang tengah tergeletak di jalan. Mereka langsung memborgol tangan pria itu.

"Bawa dia ke kantor, saya akan segera menyusul," titah salah satu dari mereka.

"Baik komandan." Mereka membawa pria itu dengan sedikit menyeretnya saat pria itu memberontak meskipun itu mustahil.

Pria yang dipanggil komandan itu melangkah ke arah gadis yang tengah bergetar ketakutan itu.

"Permisi." Pria itu menyentuh pundak Bella hingga membuat Bella tersentak kaget.

"Aaa, jangan tembak saya. Saya nggak ngelakuin apapun, saya cuma lewat," ucap Bella bergetar.

''Hei, saya tidak sejahat itu, kamu bangun, ya." Pria itu membantu Bella berdiri.

"Rumah kamu di mana? Saya antar saja, tidak baik gadis malam-malam begini keluyuran," tawar pria itu.

"Tidak usah, rumah saya dekat dari sini, kok. Saya permisi," tolak Bella halus. Dirinya membungkuk sedikit ke arah pria tadi dan berlalu.

Meninggalkan pria itu yang tersenyum kecil, "Ada apa denganku?" batinnya.

Bella merebahkan tubuhnya ke ranjang setelah membersihkan tubuhnya. Kamar dengan ukuran 2×3 meter dengan gradasi warna abu-abu itu terdapat satu ranjang berisi satu orang, lemari kayu yang sudah mulai dimakan rayap serta satu buah meja belajar.

"Hah, capek banget," keluhnya. Tangannya memijat kakinya yang terasa pegal.

Selalu saja begini, selepas pulang kerja dirinya akan langsung merasakan pegal di kakinya. Namun, jika tidak begitu dia akan makan apa?
Orang tuanya adalah orang yang sederhana. Ibunya adalah pekerja laundry sedangkan ayahnya adalah seorang buruh tani.

Bella melirik jam yang terdapat pada dinding sudah larut, saatnya untuk istirahat jika tidak ingin terlambat sekolah besok. Bella melepaskan Bra nya, kemudian menutup tubuhnya dengan selimut. Sudah menjadi kebiasaannya saat tidur dia akan melepaskan Bra.

Di sisi lain, seorang pria dengan badan gempalnya yang di selimuti baju khas seorang polisi memasuki rumahnya dengan wajah lelah yang begitu kelihatan. Sudah dua hari ini dirinya tidak pulang ke rumah karena tuntutan tugas.

Cklek!

Pintu kamar terbuka, wajah yang tadinya lelah berubah menjadi berbinar kala melihat sang istri yang tengah melakukan perawatan wajah.

"Kamu udah pulang, Mas." Wanita itu segera mengakhiri kegiatannya dan menghampiri sang suami.

Wahyu Saputra pria yang saat ini menginjak usia empat puluh tahun itu berprofesi sebagai polisi. Selain itu dia adalah CEO sebuah perusahaan ternama yang saat ini dia limpahkan kepada sang adik. Tubuh gempal dan gagah, bibir tebal berwarna gelap, kulit sawo matang dengan hidung mancung membuat dirinya sangat mempesona. Banyak wanita-wanita genit yang mendekatinya, tapi dia selalu menolak mereka.

Wina Adriyana wanita berusia tiga puluh lima tahun yang saat ini berstatus sebagai istri Wahyu itu adalah seorang ibu sosialita. Wajahnya masih terlihat seperti berumur dua puluh tahunan.

Mereka sudah sepuluh tahun mengarungi bahtera rumah tangga. Tidak mudah untuk mereka sampai pada tahap ini. Daripada bahagia, mereka lebih banyak cek-coknya. Hasil dari pernikahan mereka, mereka dikaruniai dua anak.

Yang sulung bernama Rizky putra Pratama yang saat ini masih duduk dibangku kelas tiga sekolah dasar. Sedangkan yang bungsu bernama Shashya Dwi Anindita yang saat ini baru berusia satu tahun.

"Tolong siapin air, aku mau mandi," titah Wahyu.

Wina yang tengah asik bermain ponsel'pun berdecak sebal.

"Kaki dan tanganmu masih sanggup untuk nyiapin keperluanmu sendiri, kan?" ketus Wina.

Ya seperti itulah istrinya tidak pernah peduli sedikitpun pada suami dan anak. Yang dipikirkan olehnya hanya kesenangannya sendiri.

"Kamu jadi istri berguna sedikit bisa nggak, sih?" hardik Wahyu.

Dirinya saat ini sudah lelah, dia hanya ingin Wina menjadi pengobat lelahnya setelah sang anak. Namun, nyatanya tidak. Wina semakin lama semakin kurang ajar kepadanya dan bertindak semena-mena.

"Heh, Wahyu! Kamu itu nggak usah mulai debat, deh. Aku itu capek tau nggak?" sentak Wina.

Dia seketika bangkit dengan membawa ponsel dan juga tasnya. Dia akan pergi malam ini.

"Lancang kau ya sama suami. Kurang ajar. Mau ke mana kau, hah!" pekik Wahyu.

"Nggak usah ikut campur kamu, aku mau ke mana itu urusan aku. Urusin aja urusan kamu sendiri!"

Plak!

Wahyu menampar pipi Wina dengan kencang. Dadanya naik turun karena emosi. Bukan hanya kali ini saja Wahyu menampar Wina, Wahyu adalah tipe pria yang suka main tangan jika menurutnya itu sudah keterlaluan.

"Dasar jalang! Pergi saja kau sana!" usir Wahyu.

Jika bukan karena anak-anak dirinya sudah menggugat cerai Wina tidak tahu diri itu.

Dengan masih memegang pipinya yang memerah itu, Wina bergegas keluar dari kamar. Sakit? Sudah jelas. Walaupun tidak terlalu keras, tapi jangan ragukan tenaga Wahyu yang seorang polisi.

Brak!

Pintu dibanting dengan keras, bersamaan dengan Wahyu yang memukul tembok hingga tangannya mengeluarkan darah.

Seperti tidak puas dengan tembok, dirinya beralih kepada kaca rias. Lagi-lagi kaca itu dibuat pecah berkeping-keping. Tak memikirkan kondisi tangannya, pria tambun itu segera masuk ke kamar mandi untuk menyegarkan pikirannya yang sangat panas.

Wahyu melangkahkan kakinya ke kamar sang anak. Dirinya berharap bahwa mereka tidak mendengar pertengkarannya dengan Wina. Wahyu tahu bahwa itu tidak bagus untuk kondisi mental sang anak.

Dengan pelan dirinya membuka pintu kamar anaknya. Dengan lembut Wahyu mengecup dahi mereka dan mengucapkan selamat malam.

~~~TbC~~~

Gimana? Kalian tertarik? Jika iya vomentnya jangan lupa.

See you 😚

Pemuas Nafsu Majikan (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang