BAB 16: Ketakutan Raga

33 6 4
                                    

Agni sedang asik mendengarkan musik dengan handphonenya saat tiba-tiba saja ada yang menarik salah satu kabel earphone yang menyumpal telinganya. Dia mendelik kesal kearah sosok jangkung yang tiba-tiba saja sudah duduk sebelahnya.

"Apaan sih, Vin" protes Agni kesal sembari kembali menyumpal telinganya dengan earphone.

"Makan ya makan, denger lagu ya denger lagu" kata pemuda itu—kembali menarik kabel earphone Agni. Agni memicingkan mata kesal kearah Malvin—sang pelaku—yang dibalas dengan ekspresi tidak peduli oleh pemuda itu.

Pandangan Malvin sekarang beralih pada Devia yang sedari tadi anteng dengan bakso di depannya, sama sekali tidak terganggu dengan keributan 'kecil' mereka berdua.

"Ke kantin juga kalian berdua, kirain masih mau main kabur-kaburan sama fans Raga"

Hampir seminggu ini mereka bertiga jadi sasaran ke-kepo-an warga sekolah. Para warga sekolah—terutama fans setia Raga—bahkan tidak segan mencegat mereka di gerbang sekolah dan pintu kelas. Malvin sih tidak masalah dengan itu, namun tidak dengan Agni dan Devia. Selama beberapa hari belakangan ini mereka harus berangkat sekolah berdekatan dengan bel masuk. Mereka juga harus kabur ke kelas kosong lantai tiga setiap waktu istirahat dan bel pulang berbunyi.

"Udah capek gue kabur, mending di hadapin ajalah" jawabnya santai seraya menyeruput kuah baksonya.

Malvin terkekeh mendengar jawaban Devia, lalu melirik kearah mangkuk bakso Agni yang belum tersentuh. Sang empu masih sibuk mengutak-atik handphonenya. Saat Agni lengah, Malvin menyomot bakso di mangkuk Agni tanpa ijin, membuat sang empu melotot kearahnya.

"Malvin, itu bakso gue! Ck, lo pesen sana! Jangan punya gue lo makan!" Agni berseru dengan kesal.

"Entar ajalah, Par, masih rame. Gue males antri" jawab Malvin beralih meneguk es jeruk punya Agni, membuat Agni semakin mengomel.

Devia menggeleng takjub dengan kelakuan dua orang di depannya, "Lo berdua kapan akurnya sih? Bosan gue liat lo berdua berantem mulu. Udah temenan lama tapi masih aja engga akur, heran gue"

"Kalau nih orang engga rese', gue juga engga bakal berantem mulu sama dia" sahut Agni, masih menatap Malvin dengan sengit.

"Siapa yang rese', hah?" Malvin balas mengacak-acak poni Agni, membuat gadis itu merengut dan menepis tangan Malvin dengan agak kasar.

"Udah, Vin. Lo engga liat itu Agni udah pingin makan lo idup-idup" lerai Devia sebelum Agni benar-benar mengamuk. Malvin menurut dan menarik tangannya seraya tertawa.

"Oh iya, Vin. Entar kita ke rumah sakit lagi kan?" 

"Engga bisa. Lo lupa ya kita ada rapat persiapan LPJ OSIS?"

"Mampus, lupa gue!" Devia menepuk dahinya. Dia benar-benar lupa soal rapat itu.

"Gimana nih? Gue udah janji lagi sama tante kalau pulang sekolah bakal gantian jagain Raga" keluh Devia seraya menatap Malvin dengan panik.

"Batalin aja. Tante pasti ngerti kok" 

Devia menggeleng, "Engga enak gue, Vin. Tadi tante minta tolong banget. Katanya mau gantiin Om buat ngurus pengacara buat Raga. Mbak Dea engga bisa, ada urusan hari ini. Lo tahu sendiri tante engga percaya siapapun di manajemen Raga selain Mbak Dea"

Mata Devia beralih menatap Agni yang khusyuk menikmati baksonya, "Lo bisa kan, Ni, ke RS buat jagain Raga pulang sekolah?"

Agni melirik Devia sekilas sebelum menjawab dengan ragu, "Gimana ya, gue—"

"Apa lagi, hm? Lo mau nyari alasan lagi kayak beberapa hari kemarin? Kan ujian bahasa jepang lo udah beres" sela Devia seraya memicingkan mata kearah Agni.

RECALL (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang