BAB 26: Sekarang atau Tidak Sama Sekali

49 6 4
                                    

Agni menatap datar kearah kepala sekolah yang sedang memberikan kata sambutan diatas panggung mengenai tanggungjawab para alumni untuk menjaga nama baik sekolah. Selama tiga tahun terakhir, sekolahnya memang tidak mengijinkan para siswa membuat prom night. Terima kasih kepada tiga angkatan diatasnya yang malah menjadikan acara prom night menjadi ajang tarung. Saking hebohnya kejadian itu, sampai-sampai diberitakan di televisi nasional dan kepala sekolahnya dipanggil dinas terkait. Akibatnya tahun selanjutnya sekolahnya tidak lagi memberi ijin untuk mengadakan prom night dan sebagai gantinya, pihak sekolah melakukan upacara pelepasan kelas 12 bersamaan dengan acara ulang tahun yayasan—yang biasanya diadakan seminggu setelah ujian sekolah selesai.

Masih dengan tatapan yang tertuju kearah panggung, otak Agni memutar kembali kenangan-kenangan yang telah dilaluinya selama tiga tahun. Agni masih ingat bagaimana awalnya dia protes keras pada Adit yang mendaftarkannya di sekolah ini secara sepihak—belakangan Agni tahu alasannya untuk mencegah dirinya masuk sekolah asrama di kota sebelah. Meski menolak keras, namun pada akhirnya Agni tidak bisa melakukan apapun karena uang masuk dan uang tahunan sudah terlanjur dibayarkan dan tidak bisa diambil kembali.

Juga, rasanya baru kemarin dia berkenalan dengan Devia saat mereka berdua dihukum keliling lapangan oleh kakak kelas karena tidak bisa mengumpulkan tanda tangan pengurus OSIS. Setelah itu, dia bergabung dengan tim musikalisasi puisi—sesuatu yang tidak pernah dilakukannya saat SMP. Dan... bertemu dengan Raga. Saat mengingat pemuda itu, Agni spontan menyapukan pandangan ke sekeliling sebelum menghembuskan nafas pelan karena tidak menemukan bayangan Raga dimanapun. Pemuda itu mungkin sedang sibuk bersiap-siap di belakang panggung untuk acara hiburan nanti, kata Agni pada dirinya sendiri.

Suara tepuk tangan yang bergemuruh menarik Agni kembali ke aula. Di atas panggung sana, kepala sekolah tidak lagi sendirian. Ada tiga siswa terbaik di angkatannya ikut menemani dan Devia adalah satu diantaranya. Agni ikut tersenyum saat Devia melambaikan tangan ke arahnya dan Malvin—yang duduk di sebelah Agni—sembari memperlihatkan piagam penghargaannya. Teman bangkunya itu bukan hanya berhasil mempertahankan peringkatnya tapi juga berhasil lulus jalur bebas tes di salah satu universitas negeri ternama. Tepuk tangan mengiringi ketiga murid terbaik angkatannya turun dari panggung. 

Tidak lama kemudian, MC acara muncul. Suasana formal yang tadi terasa saat Pak kepala sekolah berpidato, seketika berubah menjadi lebih santai. Siswa-siswapun menjadi lebih berisik dari sebelumnya.

"Hari ini ya? Emang lo udah siap denger jawabannya?"

Agni melirik Malvin lalu menghela nafas pelan, "Sulit buat gue ngambil keputusan ini, jadi jangan bikin gue ragu lagi, Vin" balasnya dengan nada memelas. Dia lalu melirik kearah pintu aula—dilihatnya guru BK yang tadi berdiri menjaga di pintu masuk sudah tidak ada lagi.

"Udah mau pergi sekarang?" tegur Malvin begitu melihat gelagat Agni yang membereskan tasnya, "Engga mau nonton Raga perform dulu?"

Agni menggeleng pelan. Dia butuh mengumpulkan keberanian dulu sebelum bertemu Raga. Duh, baru membayangkannya saja, perut Agni rasanya sudah melilit.

Giliran Malvin yang menghela nafas, "Kayaknya urusan lo sama Raga emang mesti diselesaiin secepatnya biar gue engga ngerasa lagi ngomong sama orang lain"

Agni mengalihkan tatapannya kearah lain sembari memelintir pelan ujung tasnya. Tanpa Malvin bilangpun, dia juga sadar urusan hati ini benar-benar membuatnya jadi tidak mengenal dirinya sendiri. Dia tidak tau lagi kemana dirinya yang selalu berani menyampaikan apa yang dirasakannya secara lugas.

Seolah paham Agni merasa tidak nyaman, Malvin mengalihkan topik pembahasan.

"Lo nunggu dimana? Biar nanti gue yang ngasih tahu Raga tempatnya"

RECALL (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang