BAB 2: Artis Sekolah

67 6 0
                                    

"Si Agni katanya menang lomba lagi ya?"

Agni yang hendak masuk ke dalam toilet menghentikan langkahnya saat mendengar namanya jadi bahan obrolan dua siswi di dalam toilet. Tangannya yang sudah menggantung di udara untuk menyentuh gagang pintu, dia tarik kembali.

"Iya. Kesel gue sama dia. Guru-guru pada muji-muji dia mulu, kadang malah ngebanding-bandingin sama kita. Mana si Agni sombong banget lagi!" jawab siswi yang satunya, "Masa kemarin dia diundang ke party Rani tapi ditolak, katanya gak bisa. Sok sibuk banget. Angel yang model aja bisa kok ngeluangin waktu buat datang" lanjut siswi itu dengan suara menggebu-gebu.

Devia menepuk punggung Agni pelan, "Ngapain lo disini? Kenapa engga masuk?" tanyanya bingung.

Agni menggelengkan kepalanya cepat dan menarik tangan Devia menjauh dari toilet. Bisa habis dua siswi itu kalau Devia sampai dengar gibahan mereka tentang dirinya.

"Ada apaan sih, Ni?" tanya Devia bingung, "Gue udah kebelet nih" protesnya sembari berusaha melepas tangan Agni yang melingkar di lengannya dan berjalan menuju toilet.

"Iya tuh. Sok jual mahal banget pula. Masa katanya kemarin dia nolak Kak Bagas. Sok kecakepan banget tuh anak!" suara salah satu siswi terdengar lagi dari arah toilet.

Potongan gibahan kedua siswi itu masih bisa terdengar oleh Devia dan Agni karena mereka belum jauh dari pintu toilet. Agni melirik Devia yang menatap tajam kearah pintu toilet.

"Kampret banget itu mulutnya! Mulutnya minta dirobek kayaknya!" Devia mulai emosi. Dia kembali berusaha melepaskan tangan Agni dari lengannya.

"Gak usah, Vi. Jangan ngerusak reputasi lo" bujuk Agni dengan nada tenang.

"Engga peduli gue sama reputasi. Mereka tuh perlu dikasih pelajaran biar gak gibahin lo seenaknya!"

"Gak perlu. Gue gak apa-apa" Agni masih berusaha menahan Devia, "Tolong, Vi. Nanti gue ngerasa bersalah kalau lo masuk BK lagi"

Baru saja dua minggu lalu Devia masuk ruang BK dengan masalah yang sama—melabrak seorang adik kelas yang kedapatan menggibahi Agni. Untung saja guru BK tidak menjatuhi hukuman pada teman bangkunya itu—mengingat prestasinya Devia yang cemerlang—namun guru BK tetap memberikan ancaman akan mencoret nama Devia dari daftar peserta olimpiade jika mengulangi kesalahannya.

Devia berdecak pelan, menepis tangan Agni pelan, kemudian masuk ke dalam toilet tanpa berkata apapun. Agni menghela nafas lega dan mengikuti dari belakang. Dua siswi yang tadi bergibah tentang dirinya terlihat terkejut. Devia terlihat tidak peduli dan segera masuk ke dalam salah satu bilik sedang Agni berjalan menuju wastafel, berdiri di sebelah dua siswi tadi.

"Selamat ya, gue denger lo menang lomba lagi" ucap salah satu siswi tadi, berusaha bersikap ramah.

Agni mematikan keran air lalu mengangkat kepalanya, menatap keduanya bergantian, "Terima kasih banyak" jawabnya dengan senyum tipis andalannya.

"Kita duluan ya, Ni. Sekali lagi selamat ya" ucap siswi itu lagi sembari menarik temannya keluar dari toilet dengan cepat. Agni hanya mengangguk pelan dan menatap punggung keduanya tanpa berkata apapun.

Agni beralih menatap pantulan dirinya di cermin dengan tatapan datar. Dia sudah terbiasa, sungguh. Sudah terlalu sering Agni bertemu dengan orang-orang seperti itu—yang membicarakannya diam-diam lalu bersikap manis di depannya. Dia sudah kebal dan tidak lagi peduli.

Orang-orang mungkin berpikir menjadi seorang Agni—yang berprestasi dan menjadi kesayangan guru—sangat menyenangkan, nyatanya tidak juga. Agni harus terbiasa bertemu dengan orang-orang seperti dua siswi tadi. Dia juga harus bisa menutup telinganya dengan berita-berita miring tentangnya dan harus cukup pandai menilai orang-orang yang mendekatinya.

RECALL (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang