•17• Undangan dan Photoshoot

990 72 0
                                    

Satu minggu kemudian.

Ting tong. Bunyi lift.

Dian melangkahkan kakinya, memasuki lift kosong tatkala pintunya terbuka.

Pagi-pagi begini mood-nya sudah sangat bagus. Hal ini karena selama perjalanan menuju kampus, beberapa orang yang ditemuinya sangatlah ramah. Mereka menyapa Dian layaknya teman akrab. Padahal nyatanya, mereka tak saling kenal.

Tak heran Dian mendapatkan perlakuan seperti itu. Berkat kepiawaiannya dalam dunia modeling hijab (keep halal sist), kini semakin banyak orang yang mengenal dan kagum padanya. Foto-foto Dian mulai tersebar di berbagai platform, padahal awalnya hanya di Instagram bisnis milik Jihan saja. Bahkan, beberapa akun media sosial fanbase-nya mulai bermunculan.

Lift berhenti di lantai 3, menandakan ada orang lain yang ingin masuk.

Lift terbuka.

Mata Dian terbelalak. Tak menyangka dengan sosok dihadapannya sekarang. Suasana pasti akan terasa canggung dan tak nyaman. Ya, siapa lagi kalau bukan dosen muda yang dijuluki sebagai dosen psiko oleh Kynna? *walaupun Kynna sudah menarik kata-katanya.

"Selamat pagi, Dian"

Dian menoleh ke sumber suara, tanpa ia sadari. Rayyan sudah berada di dalam lift bersama dirinya. Meskipun canggung bagi Rayyan, ia harus bersikap seolah Dian memang temannya.

"Eh iya, pagi"

Sedangkan, Rafa masih berada di luar lift. Ia tak berniat bergabung dengan Dian dan Rayyan.

Rafa punya masalah apa si?

"Pak, tidak jadi naik?" tanya Rayyan yang sedari tadi menahan tombol lift agar pintunya tidak tertutup.

"Saya gak jadi pake lift" ucapnya ramah pada Rayyan, layaknya dosen dengan mahasiswa.

Perasaan Dian lega. Sangat sangat lega. Huaaaaaa

Rayyan manggut-manggut. Akhirnya, pintu lift tertutup. Suasana jadi sangat hening.

Berduaan kan ga boleh, tapi ini kan di lift. Kita gak bisa pilih pilih pasangan.. eh, pasangan di lift maksudnya ya Allah. Batin Dian.

Hanya beberapa detik akhirnya mereka sampai dan berpisah menuju kelas masing-masing.

"...gue masih ga percaya..."

"SBL SBL SBL, seneng buanget lhoo"

Samar-samar terdengar suara heboh dari kelas. Langkah kakinya baru sampai pintu kelas yang setengah terbuka.

"Aaaaa ini satu lagi pasti gak nyangka juga," pekik Devia ketika Dian baru saja masuk kelas, wajahnya sumringah sekali bestie dan itu menular di wajah Dian.

"Apa ni pada seneng banget, kek abis dapet uang kaget" ucap Dian, ia bergabung dengan circle-nya.

"Ini bukan uang kaget bestie, ini namanya undangan kaget" ucap Devia dengan nada alay.

"Kaget ga? Kaget ga? Kaget ga?" sahut Zalina.

"Kaget bangett lho" timpal Kynna dan Devia.

Dian sudah bisa menebak. Bukan hanya sahabat-sahabatnya yang terlihat bahagia, namun juga seisi kelas. Apalagi, Ilona sudah menyodorkan sebuah kertas yang digulung dengan pita merah.

Dian meraihnya. "Gue udah duga dari waktu lo setoran hapalan sama ustadzah itu. Lo dijodohin ya sama beliau?" tebak Dian.

"Betul, Di. InsyaaAllah aku yakin, kita dulu satu pesantren, sekarang kita satu kampus juga" jelas Ilona.

Jodoh Sekampus (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang