3. My Name is ...

26 5 25
                                    

Suara gelas bir yang saling bertemu saat diangkat ke udara dan teriakan 'Untuk Arda' mewarnai malam setelah pengiriman Lady Blue. Sebuah berlian yang dipesan khusus oleh Nyonya Markus, telah sampai dengan aman.

"Good Job, Arda!" teriak Ken salah seorang dari beberapa pengawal Tuan Markus. Arda mengangkat gelasnya menyambut pujian itu.

Wajah Arda datar saja, tidak terlalu antusias dengan pesta malam itu. Usahanya membawa Lady Blue pada Nyonya Markus adalah keberuntungan semata. Beruntung informasi pengiriman tidak bocor, jika tidak makan resiko akan semakin besar. Hanya dia, Bram, dan dari galeri perhiasan yang tahu hal ini.

Bram mengangkat gelasnya memberi apresiasi. "Sambut laki-laki yang baru saja lahir ke dunia. Arda juga baru saja bertemu dengan seorang wanita cantik."

Ruangan kecil di salah satu sudut komplek rumah mewah Tuan Markus itu mendadak riuh. Ada sekitar lima orang yang sedang menyoraki Arda dengan tawa, tepukan di pundak, bahkan tamparan kecil di pipi Arda. Kebangkitan Arda dari laki-laki patah hati, membuat mereka antusias karena akhirnya Arda bertransformasi menjadi seorang seorang 'laki-laki'.

"Biasa saja, hanya seorang kenalan. Aku tidak ingin terburu-buru." Arda mengangkat kedua tangan. Hal itu disambut dengan ekspresi kecewa laki-laki yang sudah sangat siap mendengar bagaimana Arda menjadi seorang buaya kecil yang baru lahir.

Seakan tidak peduli lagi dengan sikap datar Arda, pesta tetap berjalan. Jadi pada akhirnya malam itu bukan tentang Arda, tetapi hanya segerombolan laki-laki yang sedang mengendorkan urat saraf dan ketegangan mereka. Pekerjaan yang penuh resiko, mengundang bahaya, membuat hal-hal semacam penghiburan ini amat sangat dimaklumi. Pesta pun makin mendekati level liarnya di malam hari. Sesosok dengan wajah cantik diajak masuk oleh salah seorang pengawal.

Arda tidak begitu antusias. Dia menarik diri dari obrolan. Pesta itu sama sekali tidak membuat dirinya senang. Wanita itu memang sangat seksi, tetapi Arda masih kuat. Justru dia malah membayangkan seseorang pada wajah wanita itu. Alisa. Arda menopang kepalanya dengan malas. Bahkan ketika seseorang menyuruh si wanita bergoyang tepat diantara dua kaki Arda, laki-laki yang tidak tertarik sama sekali itu malah dengan menepuk mulutnya yang pura-pura menguap.

"Aku lelah, aku ke kamarku."

"Yah ... come on, Arda." Terang saja membuat seisi ruangan itu kecewa dan bingung. Begitu juga sang penari panggilan itu yang baru saja gagal menjalankan tugasnya.

Arda beranjak dengan serius tanpa berpaling lagi. Dia ingin kembali bersembunyi. Khawatir wajah sedih itu masih bisa kepergok oleh mereka yang selalu saja ahli menebak ekspresi Arda. Bisa-bisa akan jadi bahan olok-olokan.

Arda berjalan menuju kamarnya yang masih dalam satu bangunan dengan ruang pesta tadi. Sebuah bangunan rumah besar yang terdiri dari beberapa ruangan khusus untuk para pengawal tidak terlalu jauh dari rumah utama Tuan Markus.

Arda langsung meluncur di kasur tanpa mengganti kemejanya. Ponselnya disandarkan di tembok sebelah kasur. Telunjuknya menyusuri layar ponsel menuju sebuah tautan yang tersimpan di kolom pencarian. Alisa.

Tanpa bosan dia mengamati foto-foto lama sang mantan. Bedanya, foto bersama dirinya sudah tidak ada lagi. Sembilan foto terbaru, Alisa sedang berpose dengan pria lain. Arda penasaran pada insta story Alisha, namun khawatir jika ketahuan menguntit.

Arda masih sangat suka membayangkan dia dan Alisa akhirnya menikah. Punya anak dan tinggal di rumah kecil sederhana. Dia disakiti oleh imajinasinya sendiri yang tidak kunjung digapai.

"Arrrhhh ... ayolah Arda. Dia udah mau kawin. Sadar!" Arda berteriak saat membekap wajahnya dengan bantal berulang-ulang. Kesal karena bagaimana dia menjadi seorang pecundang soal cinta sekaligus orang yang baru saja berhasil dalam hal pekerjaan. Sebagai seorang yang terlanjur mencintai setengah mati, menangis dianggap hal yang normal. Arda membiarkan kain di bantal itu menyerap air matanya. Dia enggan mengusap dengan tangan. Beruntung bantal itu cukup tebal untuk meredam tangis dari seorang yang lembek karena kalah soal cinta. Jika tidak, lagi-lagi dia akan jadi bahan ejekan dan gurauan.

StayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang