9. Suami Istri

26 4 14
                                    

18+ ya kakak


❣❣❣❣❣❣❣

Jalan yang akhirnya dipilih oleh Arda dan Eveline mungkin berbeda jauh dengan kebanyakan orang. Rasa yang aneh, kesepakatan yang gila, dan juga cara mereka mengikat satu sama lain, di luar jangkauan romansa pada umumnya. Tidak ada perayaan, tidak ada orang-orang terdekat.

Bukan sebuah pernikahan membutuhkan banyak tenaga dan pikiran. Eveline sudah cukup cantik dan percaya diri dengan balutan terusan ketat sampai bawah. Belahan di samping kiri sepanjang lutut ke bawah, membuat dirinya sudah layak sebagai ratu sehari. Dia lebih percaya tangannya sendiri untuk membuat wajahnya jauh lebih cantik dengan riasan. Baginya, ini sudah cukup mengantarkan dirinya pada kebebasan baru dalam cengkeraman masa lalu. Ini lebih baik, gumamnya berkali-kali.

Arda mengimbangi gaya feminin Eve dengan setelan jas yang baru saja dibelinya. Sepertinya tidak adil jika Arda menggunakan setelan yang biasa dia pakai bekerja, meski terlihat sangat menawan, tetapi dia ingin lebih sempurna hari itu dengan barang yang terbaru. Sesederhana itu berpikir, dan semudah itu menikah.

Dibalik segala keinginan tentang sebuah pernikahan yang sakral, sepertinya mereka hanya butuh sebuah ketepatan janji dan kebersamaan. Arda bahkan tidak mengira, bahwa pernikahan sederhana yang diminta Eve ini terlampau sederhana, tapi menimbulkan sebuah gejolak ketika memandang senyum Eveline saat negara mengesahkan mereka berdua.

Ini bukan pernikahan yang disiapkan Arda saat masih bersa.a Alisa. Arda pun akan mati-matian mempersiapkan pesta jika Eve menginginkan saat itu juga. Namun, genggaman erat Eve menjawab semuanya. Keraguan tentang pernikahan yang terburu-buru, bukan lagi menjadi halaman utama dalam hidup mereka sekarang.

Bukankah menemukan seseorang yang tepat, bisa dibilang sebuah kemujuran, dan itu tergantung dari takdir yang berkolaborasi dengan waktu?

Pada akhirnya Arda memilih untuk melawan kebiasaan normalnya dalam mengagumi Alisa. Meski masih tersisa sedikit gengsi agar dia tidak dibilang tidak bisa beranjak, Arda cukup bijak memilih menikah dengan Eve karena menemukan sesuatu yang bukan dilandasi sebuah kepura-puraan. Gengsi dan esensi bisa saja melebur menjadi satu. Bahkan hal itu murni hilang saat mereka berdua menikmati waktu di apartemen.

Arda memang tidak tergila-gila pada Eve hingga memutuskan untuk menikah. Cinta tidak segila itu sampai harus diobati dengan pernikahan. Arda dan Eve hanya dua orang yang akhirnya saling membutuhkan.

Eve selalu mengelak ketika ditanya tentang perasaannya. Lagi-lagi dia menjawab, "Jangan beri wanita banyak pertanyaan." Tentu ini sangat membahagiakan. Apa yang terjadi hari itu di apartemen bukan tentang bahagia atau tidak, tetapi sebuah akomodasi dan negosiasi demi kenyamanan masing-masing.

"Hemmmpppp ... berhenti, Ar!" seru Eve mendorong tubuh Arda yang sudah menindihnya. Ciuman lama itu membuat Eve lupa diri, sampai akhirnya dia merasakan sesuatu dari tubuh Arda sedang mendesaknya.

"Apa?" tanya Arda memastikan tidak ada yang salah dalam caranya melakukan pemanasan. Dia sudah siap dengan kostum bertarungnya. Eve pun sudah sangat menggoda dengan lingerie tipisnya. Namun, wajah ragu Eve membuat pertarungan itu harus dijeda.

"Kamu punya kondom?"

"Ha?"

"Kamu tidak menyiapkannya?"

"Untuk apa aku menyiapkan di malam pertama pernikahanku? Siapa yang memberi peraturan macam itu."

"Paling tidak kamu harus punya."

"Bukannya lebih enak tanpa memakainya?"

"Oh, jadi kamu tahu perbedaannya?"

"Astaga, kamu menuduhku macam-macam? Itu hanya perkataan orang Eve."

StayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang