2. The Darkness

1.6K 73 6
                                    

Aku mengaktifkan mode menghilangku agar tidak terlihat oleh para supir dan pelayan si Tuan Muda Ali. Aku ingin bergerak cepat agar segera melihat si Biangkerok itu.

Ah, mengapa feeling-ku semakin tidak keruan begini?

Benar. Ini aneh. Mengapa semua gelap? Biasanya lampu-lampu kristal nan megah di sini tetap dinyalakan meski matahari belum tenggelam.

Mengapa para pelayan berhamburan?

Aku tidak sempat memperhatikan lebih detail. Pikiranku hanya tertuju di basement. Ali pasti di sana.

Sesampainya di pintu menuju basement, semua gelap. Jika ada Seli, pasti sudah tertolong sejak tadi dengan cahaya dari tangannya. Aku tidak punya pilihan lain selain menyalakan flashlight dari ponselku.

Lalu sampailah aku di pintu basement Ali. Aku coba ketuk pintunya, tidak ada jawaban. Mungkin si Biangkerok itu memang berniat mengabaikanku.

"Ali, aku tahu kamu di dalam. Tolong buka pintunya."

Tetap tidak ada suara dari dalam.

Aku coba tempelkan telingaku di pintu itu, berusaha menguping mungkin ada suara tanda-tanda kehidupan.

Ah, di bawah sini kan kedap suara. Mana mungkin aku bisa mendengar sesuatu yang....

Benar. Kedap suara. Sudah sampai sini, tidak mungkin aku pulang dengan tangan hampa.

Tanpa pikir panjang, aku langsung mengeluarkan pukulan berdentumku. Para pelayan di atas sana tidak akan mendengar apapun.

Blarrr...

Pintu basement Ali berhasil ku buka. Dan...

Aneh. Sungguh. Ini aneh.

Basement ini gelap. Aku tidak bisa melihat apapun. Dan entah bagaimana, jangankan flashlight, ponselku tiba-tiba mati dan tidak bisa aku nyalakan. Padahal saat ke sini, baterai ponselku masih 70%.

"Ali?" Aku mencoba memanggil Ali di dalam basementnya berulang kali.

"Halooo???"

"Hei Biangkerok!!!!"

"Ali kamu di mana?!"

Astaga, tidak ada satu pun jawaban.

Aku terduduk lemas. Mataku tiba-tiba basah.

"Ali kamu di mana siiih????!!!!!!" Teriakku.

Tidak. Aku tidak boleh menyerah begitu saja. Aku bangkit berdiri dan berjalan lagi. Tanganku meraba-raba udara di sekitarku. Maksudku, aku takut kalau-kalau aku menabrak sesuatu dan Ali memintaku untuk menggantikannya, akan jadi satu masalah baru nanti.

Semakin lama mataku semakin beradaptasi dengan kegelapan. Sel tabung di mataku bekerja maksimal. Aku mulai dapat melihat ruangan di sekelilingku meski tidak jelas.

Jantungku berdegup kencang. Aku sendirian. Jika ada apa-apa tidak ada yang bisa aku mintai pertolongan. Aku terduduk lagi di lantai. Tanpa sadar, tanganku menyentuh lantai basement.

Sprat...

Aku bisa merasakan, ah tidak, aku bisa melihat Ali ada di sini.

Ali ada di basement ini.

Tidak ku sangka, kemampuan "berbicara dengan alam"ku dapat aku pakai di lantai basement ini.

Mataku berbinar dan aku bangkit kembali. Semangatku pulih.

Dari gambaran yang aku dapatkan, Ali ada di beberapa meter dari tempatku berdiri.

Aku kembali berjalan hati-hati. Dan...

Ah. Napasku tertahan. Kakiku menyenggol sesuatu.

Aku berjongkok dan tanganku mulai meraba sesuatu itu.

Teriakanku tertahan.

Ini kaki! Ini kaki Ali! Tidak salah lagi. Ini pasti Ali!

Aku merangkak di samping kaki Ali untuk menemukan kepala si Biangkerok itu.

Ketemu!

Aku segera menepuk-nepuk pipi Ali.

"Ali. Hei. Bangun. Bingkerok. Tuan Muda Ali. Hei. Bangun..."

Tidak ada respon.

Aku meletakkan kepala Ali di pangkuanku.

Tangan kananku mengecek napas dari lubang hidung Ali. Tangan kiriku ku daratkan di atas dada Ali untuk mengecek detak jantungnya. Napas dan detak jantungnya lemah.

Aku pun mulai sedikit terisak. Apa yang sebenarnya terjadi pada si Jarang Mandi ini?

"Hiks.. Ali....."


Raib & Ali (URSA MAJOR)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang