Pagi ini Andini baru saja pulang ke rumahnya. Semalam dia menginap di rumah Lena. Setidaknya dengan mencurahkan isi hati pada sahabatnya itu membuat hatinya lebih lega sekarang. Beruntung suami Lena sedang ke luar kota. Jadi Andini bebas bermalam di sana.
Bertahan demi anak, bukan alasan tepat untuk bertahan. Begitu nasehat Lena yang Andini ingat. Ya dia telah mantap bercerai setelah Lena menasehatinya semalaman.
"Senangnya dalam hati kalau beristri dua, Oh seperti dunia ana yang punya,"
"Dini!! kemana saja kamu? semalaman ga pulang?!" bentak Galang saat Andini masuk ke dalam rumah. Bukannya langsung menjawab, Andini malah bernyanyi. Setengah menyindir Galang.
"Andini, denger ga sih kamu?!" bentak Galang."Apaan sih Mas, baru pulang juga udah dimarah-marahin," ucap Andini santai.
"Kamu kemana? kenapa semalam ga pulang? kamu mau cari gara-gara? kamu itu masih istriku, jadi kamu harus ikuti aturanku. Pergi tanpa izin itu dosa!!"
"Iya dosa, aku kan pendosa. Sudah pasti aku ngumpulin dosa seperti yang selalu kamu bilang kan? ya udah mau aku tabung yang banyak aja dosanya. Kalau istri bikin dosa kan suami juga kebagian. Bener ga Mas?" Andini tersenyum miring lalu pergi meninggalkan Galang.
Galang tentu murka melihat yang dilakukan Andini. Wanita itu semakin liar. Pikirnya.
"Andini, kulkas ibu di rumah udah ga dingin lagi. Gimana ya Din?" tanya Endang, ibunya Galang yang kebetulan berkunjung ke rumah Andini dan Galang.
"Oh.. nanti aku belikan yang baru Bu. Tenang saja," ucap Andini yang kebetulan melintas di ruang keluarga. Di sana ada Endang, Kartika dan tentu saja putra kesayangannya Angga.
"Makasih ya Din. Kamu emang menantu ibu yang paling pengertian. Ayo Kar, pijitin ibu lagi," titah Endang pada Kartika.
'Kesian banget jadi menantu cuma dijadiin tukang pijit?' Andini tertawa dalam hati.
"Angga, Mama belikan mainan banyak buat Angga. Mau ga?" tanya Andini sambil menenteng paper bag yang berisi mainan. Tadinya Angga enggan menjawab panggilan Dini. Tapi karena mainan, Anak itu akhirnya mau mendekat.
"Mana Ma? aku mau aku mau maenan. Yang banyak ya Ma?" ucap Angga sambil menghampiri Andini.
"Beneran mau? sun dulu donk." Dini berjongkok lalu menunjuk pipinya agar dicium oleh Angga.
"Emmmuach..." Angga akhirnya mau mencium Andini. Bocah empat tahu itu memeluk Mamanya dengan erat. Tetes airmata tak sanggup dibendung lagi oleh Andini saat putranya itu mau memeluknya meski karena mainan. Dia sadar Angga tidak boleh dipaksa. Kelak dia juga akan mengerti jika sudah waktunya mengerti. Begitu pikiran Andini.
"Mau mainan? ikut Mama ke kamar yuk. Kita buka mainannya di kamar sama-sama gimana?" tanya Andini sambil menangkup wajah putranya dengan kedua telapak tangan.
"Mau Ma, mau.. " Angga terlonjak kegirangan.
"Ga boleh Angga!" bentak Galang yang tiba-tiba datang.
"Mas, biarin aja Angga sama Mbak Andini. Mumpung dia lagi mau. Jangan jauhkan Angga dari Mama kandungnya, Mas," ucap Kartika yang sedang duduk bersama Endang.
"Iya Lang, kasihan Dini. Kamu ini jangan terlalu kejam sama Dini. Jangan habis manis sepah dibuang," ucap Endang. Perempuan paruh baya itu selalu sayang kepada Andini meski kadang ada niat tertentu.
"Ya sudah terserahlah." Galang kemudian pergi karena kalah suara dengan Kartika dan Endang yang membela Andini. Dia tahu apa yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan. Tapi jika itu adalah untuk niat yang baik, ia yakin suatu saat Andini pasti bisa mengerti.
"Oh ya Kar, aku punya sesuatu untuk kamu dan Mas Galang," ucap Andini sambil menyerahkan sebuah amplop pada Kartika.
"Apa ini, Mbak?" tanya Kartika sambil membolak balik amplop yang dia pegang. Lalu menatap ragu pada Andini.
"Ayo buka saja, Kar. Kamu pasti suka," titah Andini.
"Iya, Kar. Ayo cepat dibuka. Andini ini benar-benar wanita yang hebat. Mana ada istri yang mau dimadu seperti Andini. Malah kasih hadiah lagi sama madunya. Ibu salut sama kamu, Din," ucap Endang sambil mengintip apa yang dipegang oleh Kartika.
Kartika akhirnya membuka amplop itu dan matanya terbelalak saat melihat apa yang ada di dalamnya. "Mbak, kenapa ngasih ini?" mata Kartika langsung berkaca-kaca saat membacanya.
"Kenapa? ga suka ya? atau kurang bagus? aku bisa menggantinya kalau kamu mau. Paket Honeymoon ke Bali selama lima hari kurang menarik ya? Anggap saja ini adalah hadiah pernikahan untuk kalian dari aku," ucap Andini dengan senyum tipisnya.
"Enggak Mbak. Bukan begitu," Kartika menatap Andini. Entah terbuat dari apa hati wanita itu. Pikir Kartika.
"Ya sudah kamu sekarang ajak Mas Galang siap-siap. Besok pagi kalian langsung berangkat ya. Urusan kantor serahkan saja padaku. Aku bisa diandalkan koq. Tenang saja," Andini tersenyum miring. Sebentar lagi satu persatu benang kusut itu akan terurai. Dan dia akan tersenyum penuh kemenangan. 'Kalian pikir cuma kalian yang bisa tertawa di atas penderitaan orang lain?' batin Andini.
Andini mengajak Angga masuk ke dalam kamarnya. Kamar yang dulunya selalu menjadi tempat bercengkrama Dia dan keluarga kecilnya. Galang dan Angga adalah harta berharga untuknya. Tapi sayang Galang justru tak pernah menganggapnya sebagai harta berharga.
"Angga, sayang ga sama Mama?" tanya Andini saat Angga sedang berada di kamarnya saat ini. Sudah tiga hari Angga tidak tidur bersamanya dan memilih tidur bersama Galang dan Kartika. Sakit? jelas. Karena anak yang pernah dia kandung sembilan bulan itu tega merhardiknya setelah kehadiran Kartika.
"Aku tayang tama Mama. Tayang banget. Besok beliin maenan lagi ya, Ma. Yang banyak ya Ma," ucap Angga sambil membuka mainan yang dibelikan Mamanya.
Andini langsung memeluk Angga dengan erat. Sudah tak kuat lagi rasanya menahan rindu pada Angga. "Sayang, jangan jauhi Mama lagi ya. Mama sayang sama Angga. Mama sedih kalau Angga jauhin Mama." Airmata Andini berjatuhan sampai membasahi lengan baju Angga.
"Iya, Ma. Aku ga akan jauhi Mama koq."
"Janji?" Andini melepas pelukannya lalu mangacungkan jari kelingkingnya dan dibalas pula oleh Angga dengan mengaitkan jari kelingkingnya dengan Mamanya.
"Janji Ma,"
**
Kartika menyerahkan amplop yang diberikan Andini tadi kepada Galang. Laki-laki itu membaca isi kertas yang ada di dalam amplop itu. Dia hanya tersenyum tipis lalu melipat kertas itu kembali dan menyerahkan pada Kartika."Kita pergi besok. Sesuai keinginannya. Kita lihat sejauh mana dia akan bertahan dengan semua ini. Manusia biasanya akan berubah menjadi lebih baik saat dia dihadapkan dengan ujian yang berat. Itu kalau dia mau mendekat pada Allah."
"Kalau tidak bagaimana, Mas? Aku ga enak sama Mbak Andini, Mas. Dia pasti sangat terluka. Tapi karena dia seorang wanita yang tangguh, aku tahu sebenarnya dia sedang menyembunyikan kelemahannya dibalik sikap tegarnya ini."
"Aku tahu. Itulah kenapa aku sangat mencintainya. Sudah kita lakukan saja apa yang dia inginkan. Jam berapa besok?" tanya Galang. Dia mengusap wajah dengan kedua telapak tangannya, lalu memijit keningnya. Tak menyangka jika Andini mampu melakukan sejauh itu.
"Jam sepuluh, Mas."
"Oke, siapkan semua keperluan kita selama di sana."
****
Jangan lupa like dan komennya ya kak
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI YANG TAK DIINGINKAN
RomanceSeorang istri harusnya menjadi ratu dalam rumah tangga. Namun jika sang suami yang menjadi raja ini ingin memiliki selir karena menganggap sang ratu kurang sholehah bagaimana? Kisah Andini wanita yang nyaris sempurna. Cantik, mandiri tapi satu hal...