MASAK UNTUK SUAMI DAN MADUNYA

1.2K 89 5
                                    

Melihat Angga mau tidur bersamanya, membuat Andini merasa sangat senang. Rasanya tak ingin berkedip sedikitpun saat melihat putranya itu mau tidur dalam dekapannya. Sudah tiga hari Angga tidak mau tidur bersamanya. Tepatnya setelah Galang menikah dengan Kartika. Galang yang selalu berusaha untuk menjauhkan Angga darinya. Sakit, bahkan lebih sakit dibandingkan pengkhianatan suaminya.

"Angga, mulai sekarang kita akan berdua terus ya. Kamu akan tinggal sama Mama." Andini berulang kali mengecup kepala Angga. Bocah itu hanya menggeliat saat Andini menciuminya. Kemudian terlelap lagi.

"Ceklek,"
Suara pintu kamar Andini terbuka. Buru-buru Andini mengusap airmatanya. Tak ingin orang yang baru saja masuk ke dalam kamarnya itu melihatnya menangis. Dia tidak mau orang itu merasa berhasil karena sudah membuat dia menangis.

"Angga sudah tidur?" tanya laki-laki itu.

"Ya Mas. Dia mau tidur bersamaku."

"Mau juga karena kamu kasih mainan. Coba kalau enggak. Mana mau dia tidur sama kamu," ucap Galang. Ya laki-laki yang baru masuk itu Galang. Laki-laki yang pernah mengucap janji pernikahan lima tahun yang lalu. Pernah berjanji pada kedua orang tua Andini untuk membahagiakannya. Tapi sekarang janji itu ternyata palsu.

"Ya karena kamu yang selalu mempengaruhinya agar dia membenciku. Sebenarnya apa maumu, Mas? apa belum cukup menyakitiku dengan menikahi wanita lain, dan sekarang menjauhkan Angga juga dariku?" Andini duduk, kemudian turun dari tempat tidurnya. Dia nenjauh dari Angga agar putranya itu tidak terbangun. Andini berdiri menatap Galang tapi tidak berdekatan. Galang masih berdiri di dekat pintu yang jaraknya sekira tiga meter an dari tempat Andini berdiri saat ini.

Galang kemudian berjalan mendekati Andini. Sehingga jarak di antara mereka menjadi lebih dekat. Galang menatap lekat pada bola mata istrinya. "Siapa bilang aku menjauhkan dia darimu? aku hanya ingin Angga memperoleh pengasuhan terbaik. Bukan dari ibu yang kerjanya cuma shopping, jalan-jalan, dan mabuk sepertimu. Tidak tahu pekerjaan rumah, apalagi untuk menemani Angga. Bahkan semalam ibunya tidak pulang entah tidur dengan laki-laki mana."

"Plakk!!"
Andini menampar Galang dengan keras. Airmatanya tumpah seketika saat Galang mengucapkan kalimat yang sungguh sangat melukai perasaannya.

"Apa-apaan kamu Din?! berani kamu tampar aku?" bentak Galang. Dia membulatkan matanya dengan sempurna.

"Aku memang wanita yang buruk, Mas. Bahkan sangat buruk di matamu. Tapi aku tidak serendah itu. Tidur dengan laki-laki mana katamu? kamu pikir aku pel*cur? serendah itu kamu menilaiku, Mas?"

"Terus kemana kamu pergi semalam? mabuk-mabukan lagi?" tanya Galang dengan sorot mata yang tajam.

"Kamu ga perlu tahu. Kalau kamu mikir aku seperti itu ya sudah anggaplah aku memang benar seperti itu. Aku mau jujur juga kamu anggap aku bohong. Orang kalau sudah jelek ya jelek aja. Ga perlu membela diri lagi."

"Istri pembangkang!! kenapa sih kamu ga pernah mau nurut sama aku? aku ini suamimu. Kamu wajib taat sama aku. Sampai aku nikah lagi pun tidak membuatmu taubat. Malah semakin menjadi. Harusnya kamu termotivasi untuk bisa jadi lebih baik seperti Kartika, Din," bentak Galang.

"Termotivasi katamu?" Andini duduk di pinggiran ranjang. Sudut bibir sebelah kanannya terangkat ke atas. Senyuman Andini saat ini adalah senyuman penuh luka. Sakit jika harus selalu dibandingkan dengan perempuan lain. "Buat apa bertaubat karena manusia, Mas?" nada suara Andini merendah. "Taubat itu karena Allah bukan karena manusia. Dan anggap saja aku saat ini belum dapat hidayah. Kalau Kartika lebih baik dariku, kenapa kamu tidak mau menceraikan aku, Mas? apa kamu ingin dibilang hebat karena punya dua istri, mau banggain diri sama orang-orang begitu?"

"Alasan saja kamu ini. Aku sudah lelah menasehatimu, Andini. Aku tidak mau menceraikanmu karena aku masih cinta sama kamu."

"Alasan macam apa itu? mana ada orang yang katanya cinta, mampu menyakiti hati orang yang dicintai. Aku juga lelah kamu nasehati terus, Mas. Kamu menasehatiku selalu dengan sikap kasar dan arogan. Padahal katanya kamu paham agama. Dan sekarang kamu menasehatiku dengan menikahi perempuan lain? gila kamu."

"Ya wanita sepertimu tidak bisa lagi diperlakukan dengan lembut. Berapa kali aku menegurmu dengan lembut, tapi malah ngelunjak. Bikin darah tinggi aja."

"Ya sudah dari pada kamu darah tinggi terus, lalu mati di usia muda, lebih baik kamu ceraikan aku, Mas."

"Oh kamu mau minta cerai?" Galang mendekat. Wajahnya kini begitu dekat dengan Andini. "Tidak akan pernah, Din. Kamu akan tetap jadi istriku. Walaupun kamu minta cerai, aku tidak akan menceraikanmu. Ingat itu!!"

"Rupanya kamu memang ingin menang sendiri, Mas. Kamu ingin aku mati pelan-pelan, Mas. Tak apa, kalau itu maumu. Lihat saja nanti. Apa yang akan aku lakukan sama kamu."

"Mau apa, ha? Besok aku mau pergi bulan madu sama Kartika. Dan sekarang, aku mau kamu." Galang semakin dekat bahkan sangat dekat. Hingga kedua bibir itu saling bersentuhan.

'Gila kamu, Mas. Tapi aku jadi punya ide sekarang.' Andini tersenyum miring.

**
Andini menatap lekat pada kertas yang sekarang dia pegang. Dokumen penting yang nantinya akan merubah segalanya. Dia menatap punggung suaminya yang masih terlelap. 'Makasih untuk semuanya, Mas. Besok pergilah bersama istri mudamu. Aku yang akan mengurus kantor. Dan kamu akan terkejut saat pulang nanti. Hahaha.' batin Andini.

Andini terpaksa tidur di sofa karena Galang dan Angga tidur di ranjangnya. Dia enggan untuk tidur bersama lelaki yang hanya menginginkan tubuhnya saja. Seperti apa yang sudah mereka lakukan beberapa jam yang lalu.

Setelah puas memarahi Andini, Galang justru meminta haknya. Kali ini Andini lagi-lagi memenuhinya. Karena ada satu tujuan yang akan menentukan nasib masa depannya.

Setelah mendapat apa yang dia mau, Andini segera mandi besar. Dia akan pergi ke dapur untuk memasakkan masakan yang lezat untuk suami dan madunya. Tak apa kali ini dia akan memperlakukan suami dan madunya itu secara spesial. Ya hanya kali ini saja.

**
Semua makanan yang dimasak dengan tangan Andini sendiri itu telah siap tersaji di atas meja makan. Waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi sekarang. Dia yakin Galang sudah bangun. Dan madunya?? entah kemana dia tidak peduli.

Sambil menunggu pengantin baru itu ke luar, Andini duduk dengan jari jemari memainkan ponselnya.
[Tolong urus semuanya. Aku sudah mendapatkan tanda tangannya.] tulis Andini via whatsapp.

"Eh pengantin baru sudah bangun. Ayo silakan makan. Kalian kan mau pergi bulan madu, harus tambah stamina donk biar nanti kuat selama di sana," ucap Andini saat Galang dan Kartika bergandengan menuju ruang makan.

"Tumben kamu masak, Din?" tanya Galang heran.

"Dulu juga aku rajin masak, Mas. Dulu sih waktu aku masih jadi satu-satunya di hatimu. Kalau sekarang karena aku udah ikhlas diduakan ya gapapa sekali-kali aku masak buat kalian. Itung-itung ngurangi dosa. Soalnya katamu dosaku banyak kan, Mas."

"Nah itu kamu tahu. Kalau tahu dosamu banyak, kenapa kamu ga taubat, Din? bener ga Kar?" tanya Galang pada Kartika.

"Mbak Dini mungkin butuh waktu, Mas. Makasih ya Mbak Dini sudah dimasakin. Aku jadi ga enak ngrepotin Mbak," ucap Kartika dengan senyuman lembutnya.

"Ah ga ngrepotin koq Kar. Aku senang melakukannya. Aku masakin aneka seafood. Katany kan seafood bikin tambah kuat kan, Mas? biar nanti pulang-pulang kasih adek buat Angga."

"Mbak Andini.." Kartika merasa kasihan pada Andini. Tapi tak ada yang bisa dia lakukan selain patuh pada Galang.

ISTRI YANG TAK DIINGINKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang