JANJI MAU BERUBAH

858 55 0
                                    

Beberapa hari belakangan ini, Andini lebih sering curhat dengan Gusti. Berbincang dengan Gusti, membuat Andini merasa didengar, dihargai dan tentunya merasa nyaman. Seketika terbersit perasaan kagum akan diri laki-laki itu. Ada penyesalan kala mengingat dulu dia sempat menolak Gusti karena saat itu Gusti memang bukan tipenya.

Hari ini adalah sidang pertama proses perceraian Andini dan Galang. Meski tinggal dalam satu rumah, tapi keduanya tidak saling menegur. Bahkan pergi ke pengadilan pun sendiri-sendiri.

"Hari ini agendanya adalah mediasi bu Andini. Sebisa mungkin kami akan berupaya untuk mendamaikan Bu Andini dan Pak Galang. Selama lima tahun ini apa tidak ada kenangan indah yang pernah kalian lewati bersama? coba kalian renungkan dulu sebelum mengambil keputusan. Meski agama membolehkan bercerai, tapi Allah membenci perceraian Pak, Bu. Alangkah baiknya jika dibicarakan dulu baik-baik," ucap seorang Hakim yang memimpin jalannya persidangan.

"Tidak Pak hakim, saya sudah mantap bercerai dari suami saya. Sekarang coba bapak pikir. Wanita mana yang mau dimadu oleh suaminya sendiri? apapun alasannya tidak dibenarkan." jawab Andini lantang. Dia sama sekali tidak menoleh ke arah Galang yang ada di sebelahnya.

"Saya tidak mau menceraikan dia. Sampai kapanpun Andini adalah istri saya, Pak. Saya tidak akan menjatuhkan talak padanya."

"Kamu egois Galang!! kamu mikir enaknya sendiri. Kamu ga tahu gimana sakitnya hatiku, ha? laki-laki brengs*k. Ga punya hati!!" Andini sampai berdiri dengan mata berkaca-kaca. Dia tidak habis pikir gimana cara berfikir suaminya yang tidak menginginkan dia, tapi masih berharap dia tetap hidup bersamanya.

"Sabar, Bu, sabar. Kita akan cari solusinya dulu karena Pak Galang tidak mau menceraikan ibu."

"Solusinya cuma satu. Cerai Pak. Sudah ketuk saja palu Bapak. Kalau tidak mau biar saya yang ketuk. Kalau permohonan saya tidak dikabulkan, itu sama saja kalian sudah mendzolimi saya." Andini bersikukuh dengan keputusannya. Sampai semua yang ada di ruangan itu ikut merasakan sakitnya hati Andini kecuali Galang.

"Begini saja, Pak Hakim. Saya sebagai suami, akan berusaha untuk berubah. Mungkin selama ini Andini memandang saya kurang adil. Saya janji mulai hari ini saya akan baik padanya, membimbing dia dengan lembut dan akan selalu adil dalam hal apapun. Asal Andini tidak menceraikan saya," ucap Galang yang akhirnya mau mengalah.

"Hahaha.. lelucon apa lagi ini, Lang? kamu itu pintar sekali mengambil hati orang. Bulshit. Ga mungkin kamu bisa melakukan itu." Andini berdiri, lalu menghampiri pengacaranya. "Pak Rudi, sepertinya berlama-lama di sini tidak membuahkan hasil. Saya serahkan semuanya pada Anda. Berapapun akan saya bayar. Asal saya bisa cerai dari suami saya." Andini melenggang meninggalkan ruang persidangan meski belum selesai. Dia sudah sangat muak dengan semua permainan Galang.

'Hanya perempuan bodoh yang percaya dengan ucapan buaya sepertimu, Lang.'

**
Seperti biasa, rutinitas Andini sebelum tidur adalah membersihkan wajahnya dari sisa make up yang masih menempel di wajahnya. Setiap kali berkaca, dia selalu memuji dirinya sendiri. Kecantikannya ternyata tidak pernah membuat Galang bersyukur memilikinya.

'Masih banyak yang mau sama aku. Ah tapi setelah kejadian ini, rasanya aku sudah tidak mau mengenal pernikahan lagi. Lebih baik hidup sendiri bersama Angga. Menikah lagi dan akan mengalami hal seperti ini lagi? capek rasanya. Lebih baik sisa hidupku aku habiskan untuk menyenangkan hatiku sendiri dan Angga.' Andini tersenyum. Dia tidak sabar ingin segera bercerai dan tinggal berdua saja dengan Angga di rumah itu. 

Tiba-tiba Andini melihat ponselnya berdering. Dia segera mengambil ponsel yang tergeletak di sampingnya. Begitu senangnya Andini saat melihat nama Gusti terpampang di layar ponselnya.

[Halo, Gus]

[Assalamualaikum, Din.]

[Waalaikumsalam, Gus. Maaf lupa salam.]

[Gapapa koq. Kamu belum tidur?]

[Belum, lagi bersih-bersih. Bentar lagi juga tidur. Ada apa, Gus malam-malam telpon]

[Selamat ulang tahun, Din. Semoga panjang umur dan sehat selalu. Semoga masalahmu cepat selesai. Dan kamu bisa hidup bahagia.]

[Astaga, ini--] Andini melihat tanggal dan jam di ponselnya. Ternyata sudah pukul dua belas lewat dan tanggal 26 Desember. Hari ulang tahunnya. [Gimana kamu bisa tahu, Gus?]

[Tahu lah. Ya sudah kamu istirahat ya. Besok kamu kan harus kerja. Kurang-kurangilah begadang, Din. Ga baik untuk kesehatanmu. Apalagi kamu perempuan. Nanti bisa mata panda lho.]

[Makasih banyak ya, Gus]

Andini menutup panggilan telepon setelah Gusti mengakhiri pembicaraan mereka. Hati Andini sangat bahagia. Karena ada seseorang yang masih ingat dengan ulang tahunnya. Meski hal kecil, tapi ini sangat berarti untuk Andini.

'Meski ga ada kamu, masih ada orang lain yang mau peduli sama aku, Mas.' Andini tersenyum miring.

Andini segera beranjak tidur setelah selesai membersihkan wajahnya. Saat mau membetulkan selimutnya, seseorang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya.

"Kamu belum tidur, Din?"

"Sial. Aku lupa kunci pintu," gumam Andini.

"Selamat ulang tahu ya. Ini masih jam dua belas kan? aku pasti orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun," ucap Galang yang langsung duduk di samping Andini.

"Ga kamu bukan yang pertama. Ngapain kamu ke sini. Tidur saja sana sama Kartika. Aku ga sudi lihat mukamu lagi."

"Kartika sudah mengizinkanku ke sini koq. Malah dia yang bangunin aku buat ngasih ucapan selamat ke kamu."

"Hmm.. sudah kuduga. Kalau kamu ga akan bisa seperti ini. Selama kita menikah, kamu juga ga pernah ngucapin selamat ulang tahun tengah malam seperti ini. Selalu telat." Andini membalikkan badannya memunggungi Galang.

Galang tiba-tiba ikut berbaring di sebelah Andini dan memeluk pinggangnya.
"Lepasin, Mas!! Kita sudah mau bercerai. Jaga sikapmu. Kamu punya Kartika kan? kamu bisa datangi dia kalau lagi butuh. Toh dia sama-sama istrimu." Tangan Andini berusaha melepaskan tangan Galang. Tapi terlalu kuat untuk bisa dia lepaskan.

"Din, aku ga mau pisah dari kamu. Aku sayang kamu, Din. Aku janji aku akan lebih baik. Aku sadar selama ini aku sudah berbuat salah. Harusnya aku membimbingmu dengan baik. Seperti kata Kartika. Aku harus bersikap lembut terhadapmu."

"Kartika lagi-Kartika lagi. Semua karena Kartika? itu artinya kamu ga pernah sadar dengan kesalahanmu. Kamu mau berubah setelah semua rasa sakit yang kamu kasih ke aku? kamu kira dimadu itu enak, menyenangkan apa gimana? ga punya otak kamu, Mas."

Andini mencubit tangan Galang. "Aww.. sakit Din."

"Keluar dari kamarku, Mas."

"Din, aku mohon maafin aku. Aku janji akan adil sama kamu dan Kartika. Aku akan menjadi suami yang baik untuk kalian berdua.  Tolong kasih aku kesempatan lagi ya."

"Suami yang baik kamu bilang? kesempatan? udah ga ada lagi, Mas."

"Din, kamu ga inget pesan almarhum Ayah? kamu tega ninggalin aku?" Galang kali ini memohon-mohon dengan menggenggam tangan Andini erat.

Andini terdiam. Dia masih ingat dengan jelas ucapan Ayahnya sebelum meninggal. Tapi semua ini karena Galang. Galang yang merusak semuanya.

ISTRI YANG TAK DIINGINKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang