Melihat Galang dan Kartika berjalan berdua ke kantor, membuat Andini kesal. Kesal karena menurutnya ini aib yang harusnya ditutup. Urat malu Galang sepertinya sudah putus. Atau memang dia sengaja melakukan itu untuk membuat dirinya bangga karena sudah bisa menikahi wanita lagi selain Andini?
Suara-suara sumbang pun dia dengar saat Galang masuk ke kantor yang bersebelahan dengan gudang. Terlihat sekali mereka berdua seperti pengantin baru yang sedang dimabuk asmara. 'Bisa ya orang yang mengaku dirinya sholeh, sholeha tapi mampu tertawa di atas penderitaan orang lain?' batin Andini.
Akal sehatnya mulai berjalan lagi. Dia tak peduli dengan apa yang dilakukan suami dan madunya itu. Dia hanya ingin mengumpulkan banyak uang untuk membahagiakan dirinya sendiri dan Angga. Karena saat ini ada satu hal yang harus dia lakukan untuk memuluskan niatnya.
Angga, setiap Andini mengingat nama itu yang ada hanya sesak, sakit, melebihi sakit yang suaminya torehkan. Anak semata wayangnya itu seperti sudah tidak lagi mengenalnya.
'Bahagialah kalian di atas penderitaanku sekarang.' Andini tersenyum miring. Sambil membantu para karyawannya. Tak ingin larut dengan kesedihan yang teramat dalam."Sudah ga usah gosip lagi. Itu istri mudanya Pak Galang. Gimana? cantik kan?" ucap Andini. Dari pada mendengar suara sumbang, lebih baik dia mengatakan yang sebenarnya pada para karyawannya.
"Istri keduanya Pak Galang, Bu?" tanya Ike, salah satu karyawan Andini.
"Iya benar." jawab Andini dengan santai.
"Ya Allah, Bu Andini. Ibu kuat sekali. Ibu ijinkan suami menikah lagi?"
"Ya mau bagaimana lagi? daripada selingkuh di belakang saya? lebih baik mereka menikah kan? lagipula konon katanya istri barunya itu lebih baik dan lebih sholeha dari saya. Ya sudah, yang penting tidak lebih buruk." Andini berusaha untuk menyingkirkan semua perasaan sakitnya. Setidaknya dengan tetap tegar, dia masih bisa menjaga kewarasannya.
"Memang ya laki-laki alasannya selalu seperti itu. Dia lupa siapa yang bersamanya saat susah. Bu Dini, saya adalah saksi perjuangan Pak Galang dan Bu Dini meraih semua ini. Memang godaan laki-laki itu harta, tahta, wanita. Kalau sudah punya segalanya, tergoda deh ingin punya istri lagi. Tapi tenang bu kami semua akan selalu setia pada ibu." ucap Ike yang memang bekerja dengan Andini sejak awal dia merintis usaha. Setidaknya para karyawannya ini bisa memberikan semangat padanya. Saat dia terpuruk, dia ingat bahwa ada banyak orang yang bergantung dengan usahanya ini.
Andini hanya tersenyum. "Sudah ayo kerja lagi. Yang penting kalian sudah tahu status mereka seperti apa. Biar kalian ga berburuk sangka. Apalagi yang cewek kan pake jilbab. Jadi biar kalian tidak menyalahkan jilbabnya."
"Ga jamin ya bu. Pake jilbab koq jadi pelakor."
"Sudah.. jangan salahkan jilbabnya. Bukan jilbabnya yang salah. Tapi orangnya. Sudah ayo cepat kerja. Jangan gosip terus." ucap Andini. Jujur pekerjaannya jadi terganggu karena hal ini.
Andini merasa memang jauh dari sosok wanita sholeha. Tapi dia akan berfikir ribuan kali untuk menyakiti hati perempuan lain. Tidak seperti yang dilakukan Kartika padanya. Terlihat seperti malaikat, tapi tega menyakiti perempuan lain. Apalagi sekarang Galang sudah terang-terangan membawa Kartika ke kantor. Ada rasa curiga di hati Andini, jangan-jangan Galang ingin menggantikan posisinya di kantor dengan Kartika.
Andini lama-lama tidak konsen dengan pekerjaannya. Dia kemudian berniat ingin menemui Galang dan Kartika yang ada di kantor. Tak peduli dengan rasa sakit yang bersarang di hatinya saat ini.
"Ke, aku masuk dulu ya." Pamit Andini.
"Mau menemui Pak Galang dan istri barunya, Bu?"
"Iya, setelah itu aku mau keluar. Kalau ada perlu sama aku, WA aja ya."
"Baik Bu." Ike dan karyawan lain merasa iba dengan Andini. Tidak habis pikir kenapa ada wanita setegar Andini.
Andini mengambil tasnya lalu berjalan masuk ke dalam ruangan kantornya. Dia akan masuk ke dalam ruangannya karena ia yakin suami dan madunya itu ada di dalam.
Ceklek! Andini membuka pintu.
"Astaga Mas," Andini kaget saat melihat apa yang dilakukan suami dan madunya di dalam ruangannya. Ruang yang memang juga menjadi ruangan Galang karena mereka selalu bersama.
"Kenapa ga ketuk dulu sih Din kalau mau masuk?" Galang mengusap bibirnya yang basah. Sedangkan Kartika langsung membalikkan badannya sepertinya sedang membetulkan resleting bajunya.
"Ketuk? kamu pikir ini ruanganmu saja Mas? ini juga ruanganku. Lalu aku harus mengetuk pintu dulu saat mau masuk ke ruanganku sendiri?"
"Ya sekarang kan ada Kartika."
"Kalian mau bermesraan, bahkan ML sekalian terserah. Tapi jangan di kantor. Apalagi di ruanganku. Kalau memang masih mau berduaan, pergi bulan madu saja sana. Yang jauh sekalian biar ga ada yang ganggu. Ga tahu malu banget kamu ini Mas. Jijik aku lihatnya."
Brakk!!
Andini membanting pintu lalu pergi meninggalkan ruangan itu. Sakit sekali rasanya melihat suami dengan tidak tahu malunya bermesraan dengan wanita lain di ruangannya. Memang tak ada yang salah karena Kartika adalah istri Galang juga. Yang salah adalah mereka tidak tahu tempat. Padahal Galang harusnya paham kalau itu juga ruangannya yang sewaktu-waktu dia pasti akan masuk ke sana.Tak ada airmata. Tak ingin dia menangisi laki-laki yang tak pantas dia tangisi. Sempat terpikir ingin berpisah. Tapi berulang kali dia pikirkan, belum ada solusi yang harus dia lakukan untuk mengakhiri semua ini. Paling tidak tujuannya harus tercapai lebih dulu.
**
"Menangislah Din, jangan memaksa dirimu untuk selalu tampil kuat dan sempurna. Kamu juga wanita biasa. Kamu punya punya perasaan lembut. Kamu bisa stress kalau seperti ini terus." Lena mengusap-usap punggung Andini saat sahabatnya itu memeluknya. Lalu menangis dalam diam."Ga Len. Aku ga boleh nangis. Mas Galang tak pantas ditangisi," ucap Andini yang sekuat tenaga masih berusaha untuk tidak menumpahkan airmata yang menurutnya hanya sebuah kesia-siaan. Andini menarik nafas dalam-dalam masih dalam posisi memeluk sahabatnya.
"Menangis itu tidak lantas menjadikan dirimu terlihat lemah, Din. Tapi untuk memperbaiki suasana hatimu. Kamu tahu tidak manfaat menangis itu selain menurunkan stres, juga bisa menurunkan berat badan lho. Kamu pasti seneng kan kalau berat badanmu turun?" ucap Lena sambil menghibur hati Andini. Sahabatnya ini selalu ingin terlihat kuat. Dia paham mungkin karena jiwa kepemimpinannya yang kuat. Tapi sebenarnya dia amat rapuh.
"Bohong kamu Len? cuma mau bikin aku biar nangis kan?" Andini mengusap airmata kasar. Dia yakin Lena tak akan mendengar tangisannya.
"Ni anak dibilangin ga pernah percaya. Walau aku ini cuma ibu rumah tangga, tapi aku juga rajin baca lho." Lena mengusap punggung Andini. Dia tahu saat ini Andini sedang menangis tapi dia pura-pura tidak mendengarnya. "Kalau sudah tidak kuat, lepaskan Din. Cerai saja. Kamu cari kebahagiaanmu sendiri. Jangan tergantung dengan laki-laki seperti itu. Aku akan carikan gantinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI YANG TAK DIINGINKAN
RomansaSeorang istri harusnya menjadi ratu dalam rumah tangga. Namun jika sang suami yang menjadi raja ini ingin memiliki selir karena menganggap sang ratu kurang sholehah bagaimana? Kisah Andini wanita yang nyaris sempurna. Cantik, mandiri tapi satu hal...