Kartika prihatin dengan keadaan Galang sekarang yang sudah resmi bercerai dengan Andini. Galang kini sedang memikirkan cara untuk bisa menggugurkan keputusan pengadilan atas gugatan Andini. Dia menyewa beberapa pengacara untuk bisa melawan Andini saat banding nanti.
"Sabar ya Mas. Gara-gara aku, Mas jadi kehilangan Mbak Dini," ucap Kartika yang kini tengah duduk di samping Galang sambil memangku Angga yang tengah tidur.
"Andini sudah keterlaluan. Aku tahu dia punya banyak uang. Dia bisa melakukan apa saja dengan mudah. Tapi apa sah perceraian yang seperti ini?"
"Nyatanya Mbak Andini sudah mengantongi akta cerai Mas. Semua ini salahku ya Mas? aku yang merusak rumah tangga kalian," Kartika tertunduk. Matanya berkaca-kaca.p Meras bersalah atas semua yang sudah terjadi.
"Kamu jangan ngomong seperti itu Kar. Ini semua salahku. Aku yang tidak bisa menjadi imam yang baik. Padahal semua demi Angga. Aku punya kewajiban untuk memberikan ibu yang baik dan sholeha untuk Angga. Makanya aku memilihmu untuk mendampingiku, demi Angga." Galang menggenggam tangan Kartika.
"Tapi cinta Mas Galang hanya untuk Mbak Dini. Kalau saja dulu Mas lebih sabar, membimbing Mbak Dini, mungkin ga perlu ada aku masuk dalam kehidupan kalian. Dan semua yang tadinya ingin agar Mbak Dini berubah, malah Mas Galang yang akhirnya kehilangan Mbak Dini."
"Sudahlah. Aku yakin semua bisa diurus. Dini akan kembali lagi sama aku. Toh aku ga pernah mengikrarkan talak tiga. Jadi aku masih bisa rujuk dengannya."
"Mas, kalau Mas Galang dan Mbak Dini kembali lagi, aku mundur ya Mas. Aku tidak mau melihat Mbak Dini sakit. Apalagi sekarang ditambah lagi Angga kita bawa dari dia."
"Angga yang mau sendiri kan? Dia memilih tinggal bersama kita dari pada sama Andini. Angga tentu tau bagaimana tabiat Mamanya itu. Pergi pagi, pulang malam, kadang dalam keadaan mabuk. Apa yang seperti itu yang diharapkan Angga? Angga menyayangimu. Apalagi dia mau punya adik dari kamu. Jangan buat dia sedih lagi, Kar. Sudah cukup Andini saja yang menyakitinya."
"Tapi tetap saja Mbak Dini sakit Mas. Aku menyesal karena sudah menyakitinya."
"Sudah Kar. Sekarang pikirkan kandunganmu. Masalah Andini biar aku yang mengurusnya. Kita pindah di sini agar kamu bisa hidup tenang. Kamu bisa fokus menjaga kandunganmu." Galang mengamati ruangan yang saat ini dia tempati. Rumah sederhana yang akan dia tempati sementara untuk menjauhkan Kartika dari Andini. Sangat jauh dari rumah perbedaannya dari rumah Andini.
"Aku ga bisa tenang Mas. Hidupku selalu merasa bersalah menjadi penyebab hancurnya rumah tangga kalian. Apa Mas bilang saja yang sejujurnya pada Mbak Andini?"
"Nggak.. tidak sekarang Kar. Biar saja Andini melakukan apa yang dia inginkan sekarang. Tapi aku akan berusaha untuk tetap mempertahankan rumah tanggaku dengannya."
"Mas Galang terlalu keras pada Mbak Dini. Harusnya tidak dengan cara seperti ini Mas." Mata Kartika berkaca-kaca. Andai saja dia bisa memutar kembali waktu yang dulu, mungkin akan dia lakukan dan memperbaiki semuanya.
"Aku hanya tegas padanya, Kar. Setelah semua yang sudah aku nasehatkan padanya, tapi tak digubris. Umur manusia tidak ada yang tau sampai kapan. Aku hanya berharap Andini bisa berubah sebelum ajal menjemput." Galang mengingat kembali apa saja yang terjadi dalam rumah tangganya selama ini.
"Tapi harusnya Mas lebih sabar. Tugas Mas adalah untuk mendidik Mbak Andini. Kalau bukan karena keterpaksaan, aku juga tidak mau melukai hati wanita lain, Mas," ujar Kartika yang masih tertunduk lesu merenungi bahwa dirinyalah yang menyebabkan hancurnya sebuah rumah tangga.
"Kesabaran manusia ada batasnya, Kar. Jangan bilang seperti itu. Walau terpaksa, tapi aku tahu kamu benar-benar mencintaiku, kan? aku juga sedang belajar mencintaimu. Tolong sabar ya. Aku hanya ingin kita bisa hidup bersama dengan Andini dalam keadaan yang damai dan bahagia. Aku mencintaimu karena Allah."
"Makasih, Mas." Kartika melihat sekilas raut wajah Galang yang memang tampan menurutnya. Laki-laki beristri yang pada akhirnya sudah merebut hatinya. Salah. Kartika menyadari memang bahwa semua itu adalah sebuah kesalahan.
"Kapan kamu cek kandungan lagi? aku sudah tidak sabar ingin melihat wajah anak kita nanti seperti apa. Apa akan mirip aku? seperti Angga," Galang merangkul Kartika lalu perlahan mengecup pipi kemerahan wanita itu.
"Mas.. Lusa Mas." Kartika tersenyum malu-malu menatap wajah suaminya.
**
Andini enggan untuk turun dari mobil. Pergi ke tempat ini lagi hanya membuat Andini ingin menyangkal dan menganggap tidak ada. Tapi sayang berulang kali dia mengeceknya, hasilnya tetap sama."Sial!! gara-gara kamu hidupku selalu susah Mas. Kenapa susah sekali bisa lepas dari kamu," gumam Andini di balik kemudinya. Berhenti di tempat parkir, tapi belum ada niatan untuk turun.
"Aku berharap kamu segera hilang. Kamu ga perlu muncul lagi sampai kapanpun." Andinu memukul setir mobilnya berulang kali. Emosinya kian memuncak. Akhir-akhir ini hatinya memang sangat sensitif.
'Din, terimalah. Apa yang sudah Allah kasih, jangan ditolak. Dia kan ga dosa, Din. Itu artinya Allah masih menghendakimu menjadi seorang ibu.' ucapan Lena tiba-tiba tetlintas lagi di pikirannya. Andini terus berfikir keras. Ga habis fikir wanita yang sudah menjadi janda ini harus dihadapkan dengan kenyataan yang sulit untuk dia terima.
Andini akhirnya keluar dari mobil setelah lama merenung. Dia berjalan anggun sambil menenteng tas tangan warna salem senada dengan pakaian yang dipakainya saat ini. Selalu serasi dan elegan. 'Kenapa ya aku merasa setelah menjadi janda banyak tatapan laki-laki yang mengarah padaku? apa laki-laki itu selalu punya insting yang kuat untuk membedakan mana janda dan yang bersuami? dan tatapan mereka rata-rata adalah tatapan buaya.
"Din!!" panggil seseorang saat Andini duduk di ruang pendaftaran.
"Gusti.."
"Hei ngapain di sini? sakit ya?"
"Lha kamu ngapain di sini?"
"Oh aku lagi menjenguk ibuku. Beliau sedang sakit. Walau sebentar-sebentar tapi selalu aku sempatkan untuk menjenguk beliau."
"Oh begitu," Andini kagum pada Gusti yang masih punya kesempatan berbakti pada orangtuanya. Tidak seperti dirinya.
"Kamu belum jawab pertanyaanku. Kamu ngapain di sini? sakit?"
"Enggak koq. Aku dipanggil Gus. Bentar ya." Andini berdiri lalu mengambil kertas dari petugas admin dan membawanya.
"Obgyn?" sekilas Gusti membaca tulisan di kertas yang dibawa Andini.
"Eh.. enggak koq."
"Din, kamu ada apa? aku lihat wajahmu kusut. Sedikit pucat. Apa ada masalah dengan kandunganmu? oh ya dimana suamimu? dia tidak mengantarmu?"
"Aku sudah pisah, Gus. Aku sudah tidak mau membahas dia lagi. Sorry aku harus buru-buru Gus." Andini membalikkan badannya dan tidak sengaja bertatapan dengan dua manusia yang sangat dia benci. Si perempuan yang katanya sholehah itu berjalan menggandeng laki-lakinya. Wanita yang menurut Andini sok suci. Padahal perbuatannya sangat berkebalikan.
"Gus, anterin aku ya." tiba-tiba Andini bergelayut di lengan Gusti dan menariknya. Dua pasang mata yang menatap Andini itupun tampak geram karena Andini begitu mesra dengan laki-laki lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI YANG TAK DIINGINKAN
RomanceSeorang istri harusnya menjadi ratu dalam rumah tangga. Namun jika sang suami yang menjadi raja ini ingin memiliki selir karena menganggap sang ratu kurang sholehah bagaimana? Kisah Andini wanita yang nyaris sempurna. Cantik, mandiri tapi satu hal...