2. Terpaksa

15 2 0
                                    

"Agam" panggil Rosa halus, untuk menenangkan putranya itu

Agam kembali duduk menyender ke kepala sofa, dengan satu hembusan nafas lelah

"Mama ngerti maksud Agam, tapi kita ingin yang terbaik buat kamu" Rosa duduk mendekati putranya itu, mengelus bahunya dengan sayang, untuk memberi kenyamanan kepada sang putra

"Jika menurut Agam Resya yang terbaik, dia tidak seperti ini. Meninggalkan kamu. Bahkan kalian masih bisa di sebut pengantin baru"

Semuanya diam membisu ketika Rosa berbicara pelan terhadap anaknya

Agam pun sudah sedikit tenang, tidak sekeras tadi ketika di ajak bicara

"Tapi, Ma" ucap Agam menggantung, lagi-lagi nafasnya terhela dengan pasrah

"Baik, Agam terima. Terserah kalian!" Dengan berat hati Agam mengucapkan kata yang barusan ia keluarkan itu

Pasrah adalah jalannya, jika menentangnya pun Agam pasti akan kalah. Sebab, ia tidak ingin merusak semua hubungan baik dirinya dengan keluarganya ini

Rosa tersenyum lalu mengelus kepala Agam sayang. Walau Agam sudah berumur 29 tahun, tetap saja putranya itu terlihat masih kecil di matanya. Rosa sangat menyayangi putra satu-satunya itu

"Oma senang mendengarnya" ucap Puspa bahagia

"Lalu, bagaimana dengan Dellia?" Kini Widjaya bertanya kepada Adellia yang membuat Adellia kembali kebingungan

Detak jantungnya seakan tak bisa berhenti, malah detaknya semakin cepat

"Ibu cuma minta satu permintaan, meminta bantuan kepada Delia" ucap Puspa memohon, untuk memastikan Adellia

"Dellia.. " otaknya berputar untuk memikirkan hal besar ini

"Menerimanya Bu" putus Adellia akhirnya

Puspa memeluk Adellia, bibirnya tersenyum senang, bahagia mendengar keputusan Adellia

Widjaya dan Rosa pun ikut tersenyum mendengarnya

"Sudahkan? Agam balik ke kantor" laki-laki itu berdiri lalu pergi begitu saja

Adellia menatap kepergiannya, bisa ia rasakan bahwa laki-laki itu menerima karena keterpaksaan juga

"Agam lagi banyak kerjaan di kantor, makanya dia harus pergi" Rosa berbicara kepada Adellia agar gadis itu tidak keberatan dengan kepergian putranya itu

"Iya Bu, nggak papa" jawab Adellia dengan tersenyum

"Ma, aku juga mau ke ruang kerja. Banyak berkas-berkas yang belum ku teliti" Widjaya pun ikut pergi menaiki tangga untuk segera ke ruang kerjanya yang tertera di lantai atas

"Ibu sama Rosa, ingin kalian menikah Minggu depan"

Lagi-lagi Adellia di buat terkejut

Apakah harus secepat ini? Batinnya

"Apa Dellia ingin resepsi pernikahannya besar-besaran?" Tanya Rosa

"Ahh, tidak perlu Bu. Mungkin sebaiknya biasa saja"

"Ibu juga bermaksud seperti itu, kita bertanya dulu ke kamu, kemungkinan kamu maunya acara besar. Karena ini pernikahan pertama kamu kan, beda dengan Agam. Ini untuk kali keduanya ia menikah" Tutur Puspa memberitahu niatnya itu

"Tidak perlu Bu, Dellia baik-baik saja dengan acara kecil"

"Iya Dellia, sebenarnya kami juga butuh privasi, terimakasih sudah mengerti" Puspa tersenyum menatap gadis di depannya itu. Bahwa sebentar lagi tujuannya akan terwujud

Sejak mengenal Adellia, Puspa ingin sekali mempunyai menantu seperti Adellia. Baik hati dan lemah lembut

❣❣❣

Adellia menatap dirinya di cermin dengan tatapan kosong, ia pulang di antar oleh supir pribadi milik keluarga Widjaya. Sempat menolak namun Puspa tetap bersikukuh ingin Adellia di antar oleh supir rumahnya

Dengan berat hati Adellia menerimanya

Ia memikirkan bagaimana reaksi keluarganya, karena nanti lusa keluarga puspa akan datang dan melamar Adellia ke kediaman rumahnya

Tapi jika di pikir-pikir kedua orang tuanya akan setuju-setuju saja dengan berita ini. Sebab, Adellia bukanlah hal penting di kehidupan mereka berdua

Nafasnya terhela dengan lesu, ia berpikir semoga saja ia tidak mengambil keputusan yang salah

Jika pun ia menolak saat itu, ia tidak bisa. Puspa banyak membantunya, jika menolak rasanya Adellia adalah orang yang sungguh tidak tahu diri, maka dari itu ia menerima semua ini dengan lapang dada

Mungkin ini takdir yang sudah Tuhan berikan kepadanya

"DELLIA!"

"DELLIA!"

Teriakan itu terdengar dari arah dapur, Adellia cepat-cepat keluar dari kamarnya untuk segera menghampiri Ibunya yang terus berteriak memanggil namanya

"Iya Ma?" Tanya Dellia kepada Sekar Ibu Dellia yang sedang membuka tudung saji makanan

"Kamu nggak masak lauknya? Kok cuma ada nasi doang?" Suara Sekar terdengar menyentak, memarahi putrinya tanpa alasan

"Mama kan nggak ngasih uang buat belanja" jawab Dellia pelan, takut kembali di marahi

"Kamu kan udah besar, pikir pakai otak Dellia! Kamu inisiatif beli lauk atau sayuran kek pake uang kamu!"

"Atau kamu emang nggak mau nanggung kehidupan keluarga yang udah membesarkan kamu. Gitu?" Lanjut Sekar dengan semakin manaikan nada suaranya

"Ada apa sih Ma?" Tanya Anton, Ayah Adellia. Ia keluar dari kamar ketika mendengar sang istri yang terus-terusan berteriak di dalam rumahnya

Adellia masih menunduk tidak berani menjawab, jika ia menjawab ketika Ibunya sedang berbicara ia akan semakin di marahi. Memang sudah sering seperti ini

"Del, ada apa?" Tanya Anton pelan

"Anak kamu kayaknya mau lupa diri sama kita!" Ucapan terakhir Sekar sebelum pergi meninggalkan dapur

Perkataan Sekar sering kali menusuk ke hati Adellia, sering seperti ini.

Bukan ia tidak ingin membeli lauk-pauk untuk keluarganya hanya saja dirinya juga uang simpanannya sudah menipis. Uang gajihannya sering ia kasih kepada Sekar, bahkan Rosa sering kali meminta lebih, dan berakhir uang sisanya tersisa sedikit untuk menjadi pegangan Adellia

"Nggak usah di masukin ke hati, Mama kamu udah sering kayak gitu" Anton berujar mengerti hati putrinya

"Nih, pake uang Ayah" Anton menyodorkan selembar uang 50 ribu kepada Adellia

Adellia yang melihat Anton memberinya uang, dengan tidak tega mendorong tangan Ayahnya untuk di simpan kembali uang itu

"Dellia masih punya uang Yah, jadi punya Dellia aja" ucapnya memastikan Anton agar tidak memaksanya untuk menerima uang itu

"Dellia permisi dulu ya Ayah" melihat Anton mengangguk, Adellia menyalami tangan sang Ayah. Ia akan pergi berbelanja








_____

Haiiiiiiiii:)

Give loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang