❏; Lunar

217 74 125
                                    

16 | 𝙻𝚞𝚗𝚊𝚛𝙱𝚞𝚕𝚊𝚗

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

16 | 𝙻𝚞𝚗𝚊𝚛
𝙱𝚞𝚕𝚊𝚗

⇠⇢

Bulannya cantik, kayak kamu.

⇠⇢

"Kak Mark mau mampir dulu? Kayaknya ayah sama bunda udah pulang, soalnya ada mobilnya." Tepat ketika Mark menghentikan mobilnya di depan rumah Kejora, gadis itu menawarkan untuk mampir. Sedang pria yang duduk di belakang kemudi, terlihat menerawang ke luar kaca—tepatnya, menatap mobil putih yang terparkir di pekarangan rumah bernuansa putih milik Kejora.

Mark mengangguk, mengiyakan tawaran perempuan di sampingnya. Anggap saja Mark tengah mengembalikan—dengan hormat-anak gadis satu—satunya di keluarga kecil itu ke rumah aslinya, selepas ia ajak berkeliling hingga mentari berada di atas ubun-ubun. "Boleh, ayo."

Kejora mengawali turun dari mobil, menunggu Mark terlebih dahulu sebelum akhirnya membuka pintu rumah dengan gerakan sedikit barbar.

"BUNDA—aaa ...." Suaranya memelan, saat dua fokusnya menemukan satu sosok yang menjadi alasan kuat pergi dengan Mark pagi tadi. Pria itu tengah tertawa lepas—entah apa yang lucu karena Kejora tidak tahu—bersama Ayah dan kakak laki-lakinya.

Atensi tiga pria itu jelas teralihkan, menuju pusat perhatian di depan pintu. Kejora dengan tangan yang masih menggenggam gagang pintu, juga Mark yang berdiri di samping perempuan itu.

Dimas mencibir, "Kebiasaan, deh, lo. Teriak-teriak mulu. Masuk rumah, tuh, ucap salam kek. Lo pikir ini hutan?"

Kejora tersadar dari keterkejutannya, ia mendelik ke arah Dimas. "Berisik!"

Yang dibalas jelas tidak terima, Dimas baru saja ingin membuka mulutnya dan mengoceh panjang lebar. Tapi niatnya tertahan karena Bunda datang dari dapur dengan nampan bertabur tiga gelas kopi dan sepiring pisang goreng.

"Apa, sih? Rame banget," kata Bunda, lantas menemukan Mark yang masih berdiri di samping Kejora. "Eh, Nak Markus. Sini duduk. Bunda buatkan kopi juga, ya?"

Mark jelas menggeleng. Selain tak begitu menyukai kopi, dia juga tengah dikejar waktu. Janus sudah menerornya dengan rentetan pesan dan panggilan. Anak kurang ajar itu minta dijemput tanpa sopan santun. Padahal, meski tak sedarah, Mark juga kakaknya. Untungnya, Mark memiliki sabar dengan ketebalan yang berlapis-lapis.

"Nggak usah, Tante. Saya mau langsung pulang, kok," tolaknya halus.

Kejora bertanya, "Katanya tadi mau mampir bentar?"

"Ini udah mampir, Kejora."

"Ya ... maksudnya duduk dulu gitu, kek." Sekalian saja, Kejora pura-pura kuat di depan Rendi, meski sebetulnya dalam hati ia menjerit dan meraung-raung. Ekor matanya sempat menangkap Rendi yang memperhatikannya dengan Mark cukup serius. "Duduk, Kak. Kejora buatin teh mau? Kak Mark nggak suka kopi."

[✓] Astrogeo┆Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang