❏; Tumpuan

104 31 6
                                    

𝟸𝟻 | 𝚃𝚞𝚖𝚙𝚞𝚊𝚗

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

𝟸𝟻 | 𝚃𝚞𝚖𝚙𝚞𝚊𝚗

⇠⇢

Sandar untuk tumbangku itu kamu.

⇠⇢

Dua matanya berbinar menatap sang pujaan yang sekarang memegang medali dengan bangga di depan. Lima menit yang lalu, prianya itu berhasil membabat habis soal akhir yang diujikan. Kejora masih ingat betul bagaimana semangat Rendi menekan tombol, mengatakan jawaban dengan lantang, hingga kemenangan berada di genggaman.

Satu titik, dua mata mereka bertemu. Kejora mengangkat dua jempolnya, disambut Rendi dengan senyum selebar yang ia bisa. Mau dilihat dari sisi manapun, kekasihnya akan selalu hebat di mata Kejora. Ditambah medali emas yang mengalung di leher, membuat Kejora berkali lipat mengucap selamat.

"Rendi keren!" begitu ucapnya kala si pria menghampiri.

Tak peduli pada sekitar yang mungkin menatap mereka dengan mata melebar, tangan Rendi mendarat pada kepala Kejora, mengacak rambutnya cukup bar-bar. "Soalnya ada semangat Rendi di sini."

Seolah seperti kebiasaan jika Rendi sudah berkata hal-hal yang demikian, Kejora tak pernah berhasil membalas ucapan, dia hanya terkekeh sebagai hal yang diberikan, atau mungkin mengalikan topik obrolan. Disentuhnya tangan yang masih berada di pucuk kepala, menurunkan dengan perlahan. "Jangan diusap terus."

"Kenapa?"

"Rame."

"Justru karena rame, Rendi berani."

"Ih, aneh. Biasanya orang-orang kalo pacaran gitu malah takut ketauan."

Tangan Rendi beralih meraih tubuh Kejora, mengarahkan si perempuan untuk duduk di kursi. Ditatapnya gadis itu dari kanan. "Berarti orang-orang kayak gitu nggak sayang sama pasangannya."

"Kenapa Rendi bilang gitu?"

"Kalo sayang, ditunjukin, bukan disembunyiin."

Dengan pipi merona, Kejora memilih melihat ke depan, memperhatikan orang-orang yang berjalan dengan banyak perasaan. Beberapa dari mereka merangkul teman yang lain dengan senyum terukir, atau ada juga yang menepuk pundak temannya memberi kata semangat karena tak berhasil meraih medali emas.

Melihatnya, Kejora menghela napas. Ia lolos ke babak final, dan esok adalah harinya. Rasa takut kian menghampiri saat Natasya menjadi lawannya kembali. Lagi, kegagalan adalah hal yang tidak Kejora suka di dunia. Dia hanya ingin menjadi apa yang orang tuanya harapkan pada nama yang diberikan. Menjadi bintang, untuk banyak orang.

Pikir Kejora begitu, meski sang ayah dan bunda tak pernah meminta dengan terang-terangan, tapi hingga saat ini penjelasan Dimas beberapa tahun silam masih melekat pada ingatan. Kejora kecil hanya tidak tahu, kalau dia dan Dimas saat itu masih sama-sama terlalu dini untuk bicara terkait hal ini. Anak dua belas tahun, apa yang diharapkan dari omongan yang keluar tanpa pemikiran yang benar-benar matang?

[✓] Astrogeo┆Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang