❏; Istri Soekarno dan Fisika

347 97 133
                                    

9 | 𝙸𝚜𝚝𝚛𝚒 𝚂𝚘𝚎𝚔𝚊𝚛𝚗𝚘 𝚍𝚊𝚗 𝙵𝚒𝚜𝚒𝚔𝚊

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

9 | 𝙸𝚜𝚝𝚛𝚒 𝚂𝚘𝚎𝚔𝚊𝚛𝚗𝚘 𝚍𝚊𝚗 𝙵𝚒𝚜𝚒𝚔𝚊

⇠⇢

Nggak dapet seratus sempurna di nilai fisika, bukan berarti gue bodoh dalam segalanya, kan?

⇠⇢

Pada tengah hari ini mentari meredup, namun beberapa detik berikutnya kembali bersinar, seolah mega putih bak kapas terbang itu menutupinya sejenak dari lelah tersenyum dengan semesta sejak pagi menjelang. Bukan pertanda hujan, karena mendung tak berkunjung, hanya gumpalan kapas terbang yang berarak mengikuti alur semesta. Udara hari ini begitu panas, bahkan suhu ruangan yang disetel pada derajat paling rendah pun belum cukup menuntaskan gerah yang berlebih.

Andai saja bukan pelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan yang membuat seisi kelas menahan kantuk bukan main, atau andaikan yang mengajar di depan mereka saat ini adalah Pak Bram dengan ribuan soal fisika yang siap diujikan, mungkin suasana kelas XI IPA 7 tak akan sepanas dan semembosankan sekarang. Guru dengan usia setengah abad itu terus mengoceh bak burung beo, tak henti-hentinya, padahal jam mengajarnya sudah habis delapan menit yang lalu. Tapi tetap, mulutnya masih menerocos lancar bak jalan tol yang baru saja dibuka aksesnya.

Sudah hapal, guru wanita yang sering disapa Bu Wahyu itu hanya akan keluar dari kelas ketika guru pelajaran berikutnya sudah tiba. Katanya, sih, supaya murid-murid tak menyia-nyiakan waktunya. Karena beliau sadar betul, jika sangat tidak mungkin seorang guru di NCT School akan datang tepat saat bel pergantian pelajaran berbunyi. Padahal, Buk, pada sela-sela waktu itulah anak-anakmu merenggangkan sedikit badanya karena pegal, atau sekadar bernapas sejenak dari hiruk-pikuk asap yang mengepul pada kepalanya.

Ambis memang ambis, tapi Kejora juga akan menguap kala kantuk menyerangnya. Seperti saat ini, susah payah ia membuka matanya untuk fokus mendengarkan cerita panjang mengenai Pak Soekarno dan sembilan istrinya, padahal materi saat ini tak ada hubungannya sama sekali dengan istri-istri Pak Soekarno. Bagaimana bisa materi Dinamika Demokrasi Pancasila sampai merembet ke istri Pak Soekarno? Bisa. Bu Wahyu yang mampu melakukannya.

"Ibuk itu, ya, ngepens banget sama bu Patmawati—"

"Jar," panggil Widia pelan, menyenggol lengan sahabatnya, tak mengindahkan celotehan mengenai Ibu Patmawati yang membuat Bu Wahyu ngepens sampai terbawa mimpi—katanya, guru itu sendiri yang bilang.

"Hng?"

"Sepuluh menit. Itu orang kapan minggat, sih?"

Kejora mengedikkan bahunya, tanda tidak tahu. Selain mengantuk, ia juga bosan bukan main. Perempuan itu sudah menghabiskan tiga lembar kertas pada halaman belakang buku tulisnya hanya untuk ia coret-coret abstrak, atau terkadang menuliskan sesuatu dengan random lalu ia tumpuk kembali dengan coretan tak beraturan lainnya. Begitu terus sampai akhirnya yang ditunggu pun datang juga, Bu Ratna—guru kimia—masuk dengan kacamata yang senantiasa bertengger pada hidung bangirnya, memeluk tiga buah modul kimia sekitar 500 halaman perbuku.

[✓] Astrogeo┆Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang