❏; Gemintang Kejora, Bintangnya Abang

103 27 6
                                    

24 | 𝙶𝚎𝚖𝚒𝚗𝚝𝚊𝚗𝚐 𝙺𝚎𝚓𝚘𝚛𝚊, 𝙱𝚒𝚗𝚝𝚊𝚗𝚐𝚗𝚢𝚊 𝙰𝚋𝚊𝚗𝚐

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

24 | 𝙶𝚎𝚖𝚒𝚗𝚝𝚊𝚗𝚐 𝙺𝚎𝚓𝚘𝚛𝚊, 𝙱𝚒𝚗𝚝𝚊𝚗𝚐𝚗𝚢𝚊 𝙰𝚋𝚊𝚗𝚐

⇠⇢

Angka berapapun yang didapat, Kejora tetep jadi bintang nomor satu di mata Abang.

⇠⇢

"Oit!" teriak Jeffri tepat di hadapan Dimas. Tiga puluh menit berada di ruang yang sama, namun lelaki dengan kaos putih yang kini duduk di atas kajon itu hanya menatap kosong ke depan. Tino dan Jeffri sebetulnya sudah mampu menebak, perihal apa yang membuat seorang Deimos Angkasa terlihat seperti tak bernyawa.

"Dim, ngomong, lah ... jangan diem aja. Gue ngeri, takut lo kesambet," celetuk Tino, menarik satu kursi supaya bisa lebih dekat dengan Dimas, sedang dua tangannya masih memegang stick drum.

Dimas berdecak, memilih meraih ponsel daripada menyuguhkan pelayanan pada kedua temannya. Satu hal yang selalu ia lakukan setiap lima menit sekali, mengecek apakah ada—setidaknya satu—pesan dari sang adik yang kini tengah berjuang di kota orang.

Helaan napas keluar sudah, ia kantongi kembali ponsel dengan warna hitam yang mendominasi. Tidak ada satu pesan, bahkan kalimat kecil yang Dimas kirimkan semalam belum mendapat jawaban. Ada ruang lenggang yang terasa ketika si adik pergi. Tak terdengar suara cerewetnya, atau bahkan teriakannya yang lelah membangunkan Dimas di setiap pagi. Memang hanya lima hari, tapi belum genap tiga hari terlewati, Dimas sudah ingin mengubur diri.

"Kalo ada, berantem. Kalo nggak ada, kangen. Emang dasar," cibir Jeffri, merebahkan tubuhnya di atas karpet. Balasan yang Dimas berikan hanya berupa decakan lagi, malas meladeni karena sungguh ... yang Dimas dambakan saat ini hanya Kejora mengabari.

Jam dinding di ruang hitam nan penuh alat musik menunjukkan pukul lima sore, sebuah tanda bahwa sudah dua puluh jam sang adik tak membalas pesan. Bukan hanya rindu, tapi rasa khawatir turut menjalar sampai paru-paru.

"Emang Jara nggak ada call nyokap bokap lo juga?" Tino melempar tanya, pandangannya ia pusatkan pada Dimas seorang.

Anggukan kepala menjadi jawaban. "Ada, tadi pagi katanya, tapi gue belum bangun."

"Ya udah, penting ada kabar. Dia lagi sibuk juga kali di sana, Dim. Lo bantu support dari sini, nanti juga bakal dikabarin, tenang aja," ujar Jeffri menenangkan. Bukan sekali dua kali Kejora pergi ke luar kota untuk lomba, tapi seorang Deimos Angkasa tetap belum terbiasa.

"Atau nggak coba lo chat Rendi, dia sama Jar—"

Tino belum tuntas menyelesaikan ucapan, tapi pergerakan kasar Dimas yang meraih gawai di kantong celana bagian belakang membuat Tino menghentikan omongan. Diperhatikannya jemari-jemari panjang yang bergerak lihai di atas layar ponsel dengan cepat, dari sini Tino menyadari bahwa ... Dimas menyayangi adiknya melebihi apa pun di dunia.

[✓] Astrogeo┆Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang