❏; Dinding Kokoh

312 96 194
                                    

11 | 𝙳𝚒𝚗𝚍𝚒𝚗𝚐 𝙺𝚘𝚔𝚘𝚑

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

11 | 𝙳𝚒𝚗𝚍𝚒𝚗𝚐 𝙺𝚘𝚔𝚘𝚑

⇠⇢

Tak seamin dan tak seiman. Cukup membuatnya paham, bahwa dinding yang berada di depannya terlalu kuat untuk dirobohkan, terlalu sukar untuk dilewati, atau bahkan ditembus melalui doa.

⇠⇢

Di antara tujuh hari dalam seminggu, hari Jumat adalah satu di antara tujuh hari lainnya yang Kejora suka. Apalagi di waktu salat Jumat tiba, mungkin gadis itu akan menjadi siswi pertama yang menuju perpustakaan utama sebagai alasan memperhatikan si doi yang tengah salat Jumat di masjid sekolah—kebetulan, letak masjid tepat di depan perpustakaan. Perempuan itu akan memperlambat gerakan melepas sepatunya di depan perpustakaan, atau duduk sebentar di kursi depan sana sampai melihat kedatangan sang pujaan hati, dan ketika sudah puas melihat, ia akan masuk, lalu keluar kembali ketika salat Jumat selesai.

Hal itu terus berulang setiap minggunya. Seperti saat ini, di mana Kejora tengah duduk di depan perpustakaan bersama Widia. Mungkin tangannya sibuk melepas sepatu—dengan gerak lambat tentunya—tapi matanya terus menatap ke area teras masjid.

Memperhatikan bagaimana seorang Rendi menggulung celananya, mengibaskan rambut basahnya selepas wudu, atau bulir-bulir air yang masih menetes hingga lantai adalah sebuah kenikmatan yang tak pernah Kejora abaikan. Apalagi ketika melihat Rendi bergurau kecil dengan Nana. Senyumnya, tawanya ... ah, dari rentang 0 sampai 10, sepertinya kadar kecintaan Kejora terhadap pria itu sudah melebihi ambang batas wajar.

"Jumat tuh saatnya tobat, Jar. Bukannya melototin mamas geo terus. Zina namanya." Celetukan Widia hanya dibalas Kejora dengan rotasian bola mata, tak memedulikan sahabatnya itu, ia justru melanjutkan kegiatannya.

Merasa diabaikan, Widia mencibir pelan, lantas bangkit dari duduknya sembari membawa sepatunya nenuju rak. "Lo mau masuk, nggak?"

"Iya. Bentar, nunggu Ren—nah, udah. Dia udah masuk."

"Gue capek liat lo begini," ujar Widia, "udahlah, Jar. Rendi akhir-akhir ini juga sering respon lo, kan? Kayak ... ya enggak mengabaikan banget. Karena urat malu lo itu tinggal setengah, mending diabisin sekalian aja. Ngomong sama Rendi kalo lo suka sama dia."

Jelas, Kejora melotot mendengar ucapan Widia. "Sembarangan!"

Sembari membuka pintu, keduanya melanjutkan obrolan, meski volume suaranya mengecil beberapa oktav. "Sekalian, Jara, diabisin sekalian."

"Ya enggak gitu. Terkesan murahan banget kayaknya kalo gue bilang suka sama Rendi duluan."

Dua gadis itu berjalan ke salah satu blok setelah selesai menyerahkan kartu perpustakaan. Masuk ke dalam, dan duduk berhadapan. Tangan Widia melipat di atas meja, menatap Kejora lamat-lamat.

[✓] Astrogeo┆Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang