Hujan

11 12 1
                                    

"Karena Allah mempunyai banyak cara untuk mempertemukan kita."

***

Rintik air hujan perlahan jatuh membasahi bumi. Semakin lama hujan itu semakin deras. Embusan angin yang menusuk tubuh membuat sang empuh meraptakan jaket yang dikenakannya. Ia menggosok-gosok kedua telapak tangannya untuk menciptakan kehangatan. Tak ada satu pun angkot yang berlalu lalang, hanya beberapa kendaraan roda dua yang melintas di hadapannya.

"Ra, kamu pulang naik angkot?" tanya Nabila yang tengah memakai jas hujan.

Ayara menoleh. "Iya, Bil"

"Aku antar kamu aja deh, Ra. Ini udah jam lima sore, loh! Pasti nggak ada angkot yang lewat."

"Enggak usah repot-repot, Bil. Kamu pulang aja duluan! Rumah kamu, 'kan jauh. Aku nanti bisa jalan kaki," tolaknya halus.

"Tapi, Ra––"

"Enggak apa-apa, Bil. Cepat sana pulang! Kasihan mama kamu pasti sudah menunggu kamu."

Nabila memasang helm di kepalanya. "Ya udah, aku duluan, ya. Assalamualaikum."

"Wa'alalikumsalam," jawab Ayara seraya menatap sepeda motor yang dinaiki Nabila mulai menghilang dari pandangannya.

Ayara masih setia menunggu angkot datang menghampirinya, tapi sepertinya sudah tidak ada angkot lagi yang lewat. Suasana halte di depan sekolah yang biasanya ramai kini telah sepi, tinggalah Ayara seorang diri yang tengah duduk di sana. Ia juga tidak tega harus pulang bersama Nabila, sedangkan rumahnya saja tak sejalur.
Ia menatap arloji yang melingkar ditangannya menunjukkan pukul setengah enam, yang artinya sebentar lagi adzan maghrib segera berkumandang. Dengan embusan napas yang kasar, Ayara terpaksa harus berjalan kaki untuk pulang. Baru saja ia berjalan lima langkah, tiba-tiba sebuah sepeda trail yang dikendarai sesorang memakai jas hujan berwarna biru dengan helm full face yang bertenger manis di kepalanya ternyata berhenti di sampingnya.

Pengendara itu menekan klakson sepeda motornya agar Ayara berhenti berjalan. "Ayara?"

Ayara menoleh ketika mendengar klakson itu berbunyi dan namanya dipanggil. "Iya, saya Ayara."

"Kenapa kamu berjalan kaki? Tidak dijemput? Atau tidak mendapat angkot?" tanyanya tanpa melepas atau membuka kaca helmnya.

"Tidak mendapat angkot," jawab Ayara singkat.

"Mau saya antar pulang?" tawarnya.

Ayara menatapnya aneh. "Tidak, terima kasih."

Ia tersenyum di balik helmnya. "Saya bukan orang jahat, tenang saja!"

Ayara tak mempedulikannya dan mempercepat langkah kakinya untuk menghindarinya. Entahlah, ia juga tidak tahu siapa dia? Tiba-tiba menghampirnya dan memberikan tumpangan. Tapi, Ayara sedikit mengenali suara itu, suara yang sama saat dijumpainya tadi pagi.

"Jangan-jangan, dia Kak Rafsa?" gumam Ayara.

Ayara menggelengkan kepalanya. "Enggak mungkin itu Rafsa!"

Kecepatan kaki Ayara tak sebanding dengan kecepatan sepeda motor itu. Ia terlalu bodoh jika meninggalakan pengendara tadi, dan tak sadar dibuntuti dari belakang pelan-pelan. Pengendara itu adalah Rafsa! Ia baru pulang sekolah karena habis mampir dari toko buku untuk membeli buku SBMPTN dan tak sengaja bertemu dengan Ayara yang sedang berjalan kaki seorang diri. Ia tertawa dalam hati melihat tingkah laku Ayara yang menurutnya lucu––cuek, tapi sangat mengemaskan.

"Perasaan nih orang ngikutin dari belakang. Maunya dia apa coba?" tanya Ayara pada dirinya.

"Stop!" Ayara membalikan badannya dan membentangkan kedua tangannya ke samping.

Antarkan Aku Pulang (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang