Sweet Seventeen

24 16 0
                                    

"Kenangan yang hidup akan dikenang sepanjang masa dan akan mati ketika dilupakannya"

***

Sepuluh tahun mungkin sudah berlalu, tapi kejadian itu tak akan pernah bisa terlupakan dan terus tersimpan dalam memori yang menyakitkan. Gadis kecil itu kini usianya menginjak tujuh belas tahun. Hari ini, tepat tanggal 24 Agustus ia berulang tahun yang ke tujuh belas. Tapi, semuanya masih tetap sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Tidak ada yang istimewa di hari ulang tahunnya, tidak ada ucapan dari sang bunda untuk dirinya, bahkan satu kado pun tak pernah ia dapat kembali setelah kejadian sepuluh tahun itu. Sedih, kecewa, marah, dan iri menjadi satu. Ingin sekali ia mendengar ucapan selamat ulang tahun dari bundanya seperti saat diucapkan pada Ananta dan diberi kado spesial.

"Happy sweet seventeen, Dik!" suara Ananta terdengar jelas menggema di sudut kamar Ayara.

Ayara langsung memeluk Ananta. "Makasih, Kak."

Ayara Senja Aurora, atau sering dipanggil Ayara, gadis cantik yang mempunyai sifat dingin, cuwek, dan pendiam. Semenjak kejadiaan itu membuat ia menyalahkan dirinya sendiri atas kematian ayahnya, meskipun semua itu bukan salahnya, tapi sudah menjadi jalannya.

"Kakak punya kado buat kamu!" Ananta memberikan sebuah kado berbalut kertas berwarna army dengan pita pink yang melilit kotak kardus tersebut.

"Kak," panggil Ayara lesu.

"Loh, kamu kenapa? Mukanya jadi sedih begitu?"

Ayara menggeleng. "Aku rindu ayah sama bunda. Andai waktu itu——"

"Dik, yang lalu biarlah berlalu. Apa yang telah peragi adakalahnya tidak bisa kembali lagi. Kalau masalah bunda pasti suatu saat memaafkan kamu, meskipun apa yang telah terjadi sepuluh tahun lalu bukan salahmu. Jangan sedih, ya. Coba buka kado ini!"

Ayara meraih kadonya dan membuka isinya. Ketika dibuka, ternyata isi kado tersebut adalah sebuah foto dirinya bersama ayahnya waktu kecil dan satu buah buku novel berjudul 'Rindu Allah' yang beberapa hari lalu Ayara ingin membelinya, tapi stok di tokonya habis terjual. Jemarinya menyentuh setiap inci foto yang ada di pigura dan memeluknya sambil terisak tangis.

Ingin rasanya aku memelukmu, Yah!

"Kenapa Allah mengambil ayah secepat ini?" ucap Ayara memandangi wajah ayahnya.

Ananta mendekap tubuh Ayara. "Bukan cepat atau lambatnya Allah mengambil raga manusia, tapi semua sudah menjadi garis takdirnya. Ikhlas adalah jalan utama menuju tempat sesungguhnya."

***

"Hari ini Ayara ulang tahun, Bund. Apa bunda sudah mengucapkannya pada Ayara?" tanya Ananta duduk di sampingnya.

Anggun menoleh. "Tidak akan pernah ada ucapan selamat ulang tahun buat seorang pembunuh!"

Ananta tersentak mendengar penuturan Anggun yang begitu menyakitkan. Kalau Ayara sampai mendegarnya pasti hatinya hancur berkeping-keping. Entah kenapa Anggun menyalahkan Ayara yang jelas-jelas semua ini bukan salahnya.

"Bunda, kenapa berbicara seperti itu?" Ananta mencoba menenangkan Anggun.

"Memang dia adalah seorang pembunuh! Dan senja sama halnya dengan dirinya. Sampai kapan pun pembunuh tetaplah pembunuh!" tegas Anggun bangkit dari tempat duduknya.

Antarkan Aku Pulang (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang