0.1.2

1 0 0
                                    

BADAI

Terkantuk kantuk. Kikin yang dari tadi memerhatikan kakaknya pun mendekat.

"Apa itu spesial?"

"Tidak juga."

"Lalu kenapa menatapnya terus?"

"Itu, mirip denganmu."

"Apa itu sarkas?"

"Tentu saja tidak!"

"Hahaha.. Baiklah, baiklah. Mari lanjutkan berkelilingnya."

Air mancur yang diperhatikan oleh Kale dianggap mirip seperti Kikin. Bagian mana?

Menurut Kale adiknya itu memiliki sifat lembut seperti air tapi bisa membunuh juga.

Duchy yang besar ini sedikit membuatnya takut, namun.

Disini, Kale merasakan kehangatan orang orang.

Semua orang di Duchy mengatakan apa yang mereka pikirkan tanpa menyembunyikan apapun.

Kale sedikit merasa terbebani saat memasuki lorong lorong dari rumahnya ini. Tapi sekarang dia tersenyum kepada semua orang yang dia temui.

Duchy terlalu besar untuknya. Lebih besar dari perkiraannya.

Setelah pelatihan sore, Kale bersiap siap ke ruang makan untuk makan malam.

"Apa terjadi sesuatu?"

"Yang mulia ratu sakit sakitan akhir akhir ini. Setelah raja meninggal perintah sepenuhnya jatuh kepada yang mulia ratu. Karena saat ini posisi sedang kosong kosongnya, banyak bangsawan mengacau diistana. Itu sebabnya ayah beberapa hari ini tidak bisa kembali."

"Terdengar sulit ya."

Setelah beberapa hari, ayah Kale kembali.

Kale melihat kantung mata dibawah mata ayahnya.

'Melelahkan.'

"Ayah, anda harus istirahat, saya akan menyuruh pelayan membawakan makanan serta menyiapkan air hangat untuk mandi."

"Terima kasih sayangku." Duke masuk kekamar, dia kembali. "Di mana Kikin?"

"Dia sedang keluar katanya ingin membeli beberapa keperluan latihan."

"Ya, ku rasa kita akan membicarakan hal serius."

Pintu tertutup.

Hal serius apa yang dimaksud?

Kikin yang dicari cari belum juga menunjukkan dirinya padahal waktu makan malam sudah datang.

Aneh rasanya. Ayah yang ingin berbicara serius, pelayan yang gugup serta Kikin yang entah berada dimana.

"Maaf atas keterlambatan saya."

"Kau! Darimana?"

"Kaka, ada rumor besar yang menyebar dikekaisaran jadi aku mencoba mengorek beberapa informasi menarik dari pasar."

"Benarkah?"

"Ya, rumor itu benar. Yang mulia ratu sedang dalam masa kritis, sebelum itu dia memerintahkan kontes untuk pemilihan putri mahkota." Ayah berbicara, nada bicaranya terdengar seolah olah engan memberi tauh.

"Apa itu sesuatu yang sulit?"

"Sangat sulit. Padahal ayah sudah bersusah payah agar namamu tidak ikut dalam kontes itu tapi yang mulia ratu memercayai keturunan dari keluarga ini."

"J-jadi maksud ayah?"

"Kakak adalah Lady pilihan ratu dalam artian, Kakak didukung langsung oleh ratu dalam kontes ini."

"APA? INI GILA." Kale berteriak, dia kaget. Beberapa detik kemudian dia segera malu karena sikapnya itu.

"Benar, putri sebaik anda seharusnya tidak menikahi tyran kejam seperti dia."

'B-bukan itu maksudnya Kikin. Yang kumaksud 'gila' adalah bagian dari 'dukungan ratu' bukan bagian tyrant putra mahkotanya itu.'

"Kalau kau menolak sudah pasti akan dipertanyakan alasannya dan nama baik keluarga juga akan buruk kan? Aku akan mencoba mengikutinya saja."

Keduanya menatap Kale dengan wajah kaget.

"Jangan memaksakan di-"

"Tidak! Aku ingin ikut."

Alasan Kale ingin ikut kontes itu adalah.

Putra mahkota.

Selama dirinya hidup ia belum pernah menyentuh akhir bahagia. Seluruh perjalanan hidupnya selalu berakhir dengan tragis, tapi.

Dirinya pertama kalinya merasa penasaran dengan kehidupannya.

Bagaimanakah nanti cerita ini akan berakhir?

Dia sudah bertekad.

...

"J-jadi?" Kale memainkan jari jemarinya, dihadapannya duduk seorang yang sangat dihormati diseluruh kerajaan.

Yang mulia ratu Olivia.

Mereka memulai berbincang dengan menyeduh teh yang dibuat khusus oleh yang mulia ratu.

"Nak Kalerina, jangan gugup. Oh, ada yang ingin aku tanyakan kepadamu."

"I-iya yang mulia, s-saya akan menjawabnya."

"Kenapa kau menerima pemilihanmu sebagai kandidat putri mahkota? Kenapa kau tidak menolaknya?"

"Bukankah itu sudah pasti yang mulia? Nama baik keluarga saya akan ikut terbawa bawa nantinya."

"Hoho, sangat berprasaan ya. Bagus."

"Ya?"

"Kalau begitu, apa kau pernah bertemu putra mahkota?"

"Iya, dia sangat kasar kalau berbicara. Kami bertemu dua kali itupun cuman sebentar. Ah, mungkin tiga kali tapi yang terakhir saya tidak terlalu yakin."

"Hmm. Apa yang kau rasakan saat bertemu dengannya?"

"Penasaran."

"Ya? Untuk hal apa?"

"Kenapa dia sangat kasar, kenapa dia tidak sopan dan kenapa aku merasa gugup."

"Hahaha. Pemula ya, tidak buruk. Tapi biar ku beritauhkan sesuatu."

"Apa itu yang mulia?"

"Perasaan yang kau rasakan itu karena kau mencintai putra mahkota."

Terbelak, bahkan teh yang dia seduh-pun tumpah ke pakaiannya.

"Ah, ini."

"Ya ampun. Biarkan pelayan membersihkannya."

Pada akhirnya pembicaraan keduanya berakhir setelah insiden kecil itu.

Saat hendak meninggalkan kerajaan mereka bertemu dijalan.

Sore itu angin berhembus kencang sampai membuat pandangan Kale kabur.

Brugg.

Dia terjatuh karena putra mahkota.

'Kenapa?'

Hanya sebuah pertanyaan yang dapat dibaca oleh Kale.

Sore itu perasaannya menjadi kacau.

Putra mahkota yang dipikirnya hanya sebatas kasar sekarang malah mendorongnya jatuh.

Sebenarnya kenapa dia seperti itu? Setelah menarik rasa penasaran yang besar, sekarang dia ingin menjatuhkan benih yang dia tanam.

Kenapa? Daniel?.

Berlalu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang