Acara minum teh di Avington Park selalu luar biasa, dan hal itu dirasakan oleh Bella juga kedua Hopkins. Mereka menikmati teh di dekat pinggir danau. Hanya dengan beralaskan karpet permadani lebar, keempat wanita itu duduk diatas kain lembut tersebut sambil menikmati tehnya.
Berbanding terbalik dengan wadah cemilan yang terbuat dari emas. Terdapat 3 tatakan yang diisi oleh kue kering. Mangkok permen lunak dengan garpu bersepuh perak. Tempat selai dari kaca dan sepasang alat makan.
Mereka berempat meluruskan kakinya dan mengambil nafas dalam-dalam. Keempatnya menikmati musim panas yang menyegarkan, saat mendongakkan kepala ke atas.
Sementara ketiga wanita tersebut menikmati waktu mereka hanya Bella saja yang sedari tadi terdiam. Wajahnya tak menunjukkan keceriaan ataupun semangat.
Sebaliknya ia berkali-kali menghembuskan nafas dan membuat Lilianne Hopkins menarik alis tinggi saat menatapnya.
"Kau sudah mendesah selama 100 kali sejak kita duduk di tanah ini dan aku penasaran kenapa kau masih bisa terlihat cantik dengan wajah mengkerut begitu," ujarnya setengah hati sambil membaringkan tubuhnya dan merentangkan kedua kaki lebar-lebar.
Bella menatapnya sambil lalu. "Tidakkah bibiku mengajarimu etika bangsawan Lily?"
Rose mengibaskan tangan ke udara. "Lily otak udang. Dia bahkan tak bisa mengingat warna pakaian dalam miliknya sendiri."
Lily melemparkan tatapan tajam ke adiknya. "Yah pasti senang karna memiliki daya ingat yang menakjubkan. Kenapa bukan kau saja dik yang menjadi wanita elegan?"
"Seseorang harus menemanimu kak untuk bersikap tak sopan dan itu adalah aku," jawabnya diplomatis saat kedua kakak adik itu saling berseteru.
Luciana memanfaatkan kesempatan itu untuk menatap Bella dalam-dalam. "Lily benar Bell. Kau terlihat muram hari ini, apa ada masalah?"
Bella menggeleng cepat dan memasang senyum lembut. "Tak ada."
"Apa ini karna kemarin kau dan Weels menonton bersama?" tebaknya lagi.
Bella tersenyum kecut, "Aku kadang membenci cepatnya gosip itu menyebar."
"Jadi benar karna itu?" tanya Lucy memastikan.
Bella menghembuskan nafas dalam-dalam dan menyesap teh sebelum menggeleng. "Aku bertanya-tanya apa kau akan marah kalau ku bilang aku mengincar Sir Collins sebagai suamiku."
Bulu mata Luciana mengerjap cepat mendengar ucapan temannya. "Collins? Earl Collins maksudmu?"
"Ya. Sebenarnya kemarin seharusnya aku bertemu dengan Sir Collins, tapi dia meminta Mr. Weels menggantikannya."
Lucy mengaduk tehnya, memainkan jari di pinggiran gelas itu dan menatapnya lambat. Bella menundukkan kepalanya, "Aku tahu aku memang tak tahu malu. Setelah apa yang kau dan Sir Collins lewati... Aku akan mencari pria lain."
"Bella, ketidaksetujuan ku bukan karna apa yang Lord Collins lakukan padaku di masa lalu. Tentu saja kalian sangat cocok, tapi entah mengapa aku tak bisa membayangkan kau menikah dengannya," Luciana menggelengkan kepalanya cepat. "Aku selalu merasa keanggunanmu mencekikmu. Dan aku berpikir seandainya kau menikah dengan pria yang sama sopannya, hidupmu mungkin akan kaku."
Bella menatap Lucy geli. "Haruskah aku menikahi pria yang bertolak belakang denganku?"
Luciana membayangkan hal itu dan kembali menggeleng. "Tidak, kau terlalu sempurna untuk mereka. Setelah kupikir-pikir Collins memang sesuai untukmu."
"Kau yakin?" tanyanya lagi memastikan.
Luciana menaruh tehnya dan berdiri di tempat saat meluruskan punggung. "Tentu. Ohh rasanya luar biasa sekali bisa bersantai disini. Aku harus pergi ke Istana nanti siang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kiss me Bella
Non-FictionBella White, wanita tercantik di London, terpaku menatap seorang pria yang baru saja masuk ke ruangan pesta tersebut. Tangannya yang terlindung sarung tangan meremas erat gaun peraknya. Bola mata yang bersinar cantik berubah pucat sementara bibirnya...