"Pada awalnya aku tidak pernah mempercayai kepergian mu namun saat melihat nisan itu.. "
Malaikat Kecil
┈┈┈┈┈┈┈┈┈𑁍ࠬ┈┈┈
Dinginnya angin malam menyentuh kulit putih nan mulus milik Canka, namun pemuda ini sama sekali tidak terusik dengan dingin angin. Surai rambutnya bergerak ke sana - kemari mengikuti arah angin, Canka menyandarkan punggungnya ke kepala kursi dengan di temani secangkir coklat panas yang selalu mengingatkan Ia akan Ibunya. Canka meminum coklat panas itu setelahnya Ia letakkan kembali ke meja kaca yang berada di balkon kamarnya.Kerinduan terhadap sang Ibu membawanya untuk melihat langit malam dan menikmati angin yang menerpa kulitnya untuk yang kesekian kali. Dedaunan mulai gugur saat angin mulai kencang mengguncang sang pohon. Canka menatap lekat ke salah satu daun berwarna jingga yang gugur dan mendarat tepat di meja kacanya. Secara bersamaan wangi parfum sang Ibu bisa Ia hirup, Wangi parfum sang Ibu membawa ketenangan bagi Canka.
Canka memejamkan matanya menikmati semilir angin dan juga aroma parfum yang menusuk hidungnya. Saat suasana sedang sangat sunyi Canka mendengar ada benda yang jatuh di dalam kamarnya. Canka sempat tak menghiraukan itu, namun hatinya menyuruh dia untuk masuk ke dalam dan melihat apa yang telah terjadi.
Canka beranjak dari duduknya Ia membawa cangkir coklat panas yang Ia bikin tadi, meletakkan cangkir itu di meja dekat pintu balkon dan menutup pintu balkon. Saat berbalik Canka menemukan figura foto milik Ibunya telah pecah berkeping keping. Canka melihat itu lantas berlari, Ia membersihkan kaca tanpa sengaja ujung kaca yang tajam melukai jari telunjuknya.
"Aww sshh, Mama.... " Canka menghela nafas panjang, Ia membersihkan kaca yang pecah. Meletakkan kembali figura foto tanpa kaca itu di meja nakasnya. Canka duduk di ranjang bagian bawah, Ia sempat bertanya kemana salah satu penghuni kamarnya itu? Namun pikiran Canka kembali pada figura foto Ibunya. Ia menatap lamat foto Ibunya yang tersenyum itu, Canka merasakan ada sesuatu yang bergejolak di dalam hatinya. Kesedihan, itulah yang Ia rasakan. Apakah saking merindukan sang Ibu, Ia menjadi sesedih ini?
Suara handphone membuyarkan lamunan Canka, Ia menatap nama yang tertera di layar handphonenya. "Paman" Itulah nama yang Ia lihat, Canka mengangkat panggilan itu membiarkan orang yang di seberang sana berbicara. Saat sambungan diputuskan sepihak oleh Canka, dan di saat itu juga Canka melemas. Kakinya tak sanggup untuk menahan tubuhnya, Canka jatuh terduduk di tempat figura foto yang jatuh, dimana di tempat itu ternyata masih ada remahan kaca kecil yang sanggup melukai lutut Canka.
Canka menatap nanar pada figura foto yang menampilkan wajah tersenyum Ibunya. Namun foto itu terasa begitu sarat, Canka mengambil figura itu dan Ia peluk dengan erat seakan-akan tak mengizinkan seseorang di figura itu pergi. Canka menangis, meraung dan itu semua di dengar oleh Jihan yang sedari tadi ada melihat gerak gerik Canka melalui pintu kamar.
"Mama.... Hiks... Ma... Canka punya salah? Sampai Mama ninggalin Canka? Ini pasti bohong iyakan Ma? Mama ngga pergi. " Canka meraung lirih di dalam kamarnya.
Jihan dengan langkah pelan dia mendekati sosok pemuda yang kini telah menjadi adiknya itu. Jihan berjongkok dan memeluk tubuh kurus milik Canka. Canka semakin jadi menangis di dalam pelukan Jihan, Ia berteriak, meraung, dan memukul dada Jihan. Jihan tidak melawan dia hanya diam termenung seperti orang yang menyalahkan dirinya sendiri.
"Jihan, Mama... Mama aku Jihan! Mama ngga pergi kan Jihan? Jihan jawab!!! Lepasin aku Jihan! Hiks .... Biarin aku nyusul Mama! Jihan... " Jihan tak kuasa menahan tangis saat pemuda yang di pelukannya semakin erat memeluk dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Malaikat Kecil [Chenle] | END ✔
FanfictionMalaikat Kecil | Zhong Chenle END Sepenggal cerita singkat tentang kehidupan pemuda manis yang selalu tersenyum. "Kepergian mu melukiskan kenangan tanpa akhir dan janji yang tak ditepati itu menjadi nyata. Kau kebahagiaan pertama dan torehan lukaku...