7

129 23 11
                                    

Beberapa kali Jackson mendapatkan kiriman bunga yang bukan dari pasiennya—buket itu tidak biasanya disampaikan pada resepsionis. Buket bunga dari pasien-pasiennya biasanya dititipkan pada perawat yang sedang berjaga atau Jinyoung. Jinyoung sempat mengernyit saat sempat melihat kartu ucapan yang menggantung pada buketnya. Hampir setiap piket pagi, Jackson mendapatkannya. Tidak ada nama spesifik di kartu yang menggantung.

"M," ucap Jinyoung membuat Jackson menoleh.

Dokter muda itu menunjuk pada belakang kartu yang menggantung dibuket yang masih dipegang oleh Jackson. Hari ini Jackson mendapatkan buket mawar. Dia membalik kartu ucapannya, dan baru sekali ini ada inisial disana.

"Mark tidak mungkin mengirimkannya," kata Jinyoung mencoba menganalisa.

Jackson tersenyum lalu meletakan buket itu ditumpukan buket lain dari pasiennya. Dia hanya mengingat nama Alpha yang pernah meminta kontaknya. Mike. Jackson tidak yakin Mark mau mengirimkan bunga untuknya. Mark bukan tipe Alpha yang romantis padanya, lagipula Mark—hampir—milik Omega lain. Saat pikiran itu terlintas dalam kepala Jackson, dia tersenyum sedih.

"Biarkan saja, buketnya sangat bagus," kata Jackson lalu duduk dikursinya dan melirik Jinyoung yang mengernyit padanya.

"What?" tanya Jinyoung.

"Laporanmu," Jackson melirik galak pada asistennya membuat Jinyoung berdiri dan segera beranjak dari ruangan Jackson.

Dokter muda itu terkadang sedikit seenaknya sendiri, tapi membuat Jackson cukup geli melihatnya.


Pikiran Mark masih kebas saat melihat Alice. Omega itu memang sangat cantik. Suaranya sangat lembut bahkan sikapnya sangat sopan. Dia layaknya seperti seorang puteri. Tapi kata-kata sepupunya masih membuatnya tidak bisa berpikir.

"She is Alice, Mark. Dia Omegaku—akhir bulan nanti aku akan mengklaimnya,"

Mark mengingat Will mengatakannya dengan malu. Dia ingin bertanya banyak hal pada Will, apakah Alice adalah Omega pilihannya atau dilihat dalam mimpinya. Dia masih terdiam sampai Will menyenggol iganya dengan sikunya lembut.

"Kau melamun, Alpha," kekeh Will.

"Kau tidak suka daging sekarang?" Will menggedikan dagunya pada hidangan—yang banyak berbau daging—didepannya.

Mark hanya tersenyum kecil yang sempat diperhatikan oleh Mommynya. Dia hanya menjimpit satu helai daging lalu dilahapnya.

"Auntie pernah bercerita tentang Omegamu, Alpha. Jackson?" tanya Will membuat daging yang harusnya ditelan Mark sedikit tersendat.

"Dia seorang dokter dan cukup sibuk akhir-akhir ini," sahut Mommy Mark sopan saat melihat anaknya meneguk air putih dengan cepat.

Will kembali menoleh pada Mark yang tampak sudah bernafas lega setelah menghabiskan satu gelas penuh air.

"Kalian belum melakukan upacara?" tanya Will dan Mark meliriknya sekilas.

Mark menggeleng pelan, pikirannya masih tidak bisa mencerna situasi rumitnya. Dia sempat melirik Alice yang duduk disamping Will. Dia tidak tahu harus memulai dari mana untuk bertanya.

"Aku bisa bertemu dengannya? Kudengar kalian tinggal bersama," kata Will lagi dan Mark kembali hanya tersenyum tipis.

"Aku juga ingin bertemu dengannya," ucap Alice membuat sedikit hantaman digendang telinga Mark.

".. atau kami bisa melakukan upacara kami setelah kalian," kata Alice halus dan Mark hanya diam seakan dia tidak tahu harus mengatakan apapun.

Alice menoleh saat dia merasakan usapan halus tangan Will pada punggung tangannya. Will menggeleng pelan padanya.

DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang