Delapan

2 0 0
                                    

Reinda memacu motornya begitu dirasa ia sudah hampir telat. Gerbang sudah hampir menutup dua pertiga bagian. Mustahil bagi Reinda untuk bisa memasukkan motornya yang berukuran cukup besar.

Akhirnya Reinda menitipkan motornya di warung depan sekolahnya, tempat biasanya para preman sekolah memarkirkan motornya. Katanya biar mudah jika ingin madol di jam pelajaran.

"Eh eh pak, sebentar! Saya mau masuk." Ujar Reinda yang terengah-engah karena berlari dari warung menuju gerbang.

Satpam itu mengernyit melihat Reinda yang ia ketahui biasa datang bersama Aira, siswa yang dianugerahi predikat tercantik se-Cerevenia, "Tumben nggak bareng neng Aira, den?"

"Kesiangan, pak. Bapak tau nama saya?"

Sang satpam menggeleng, Reinda berdecak. "Ck. Gini nih, masa cuma Aira aja yang diinget namanya."

"Neng Aira cantik sih. Makanya bapak teh hanya ingat namanya Neng Aira."

Reinda hanya menggeleng, lalu kembali berlari menuju kelasnya sebelum guru yang mengajar sampai terlebih dahulu di kelasnya.

Hanya tinggal tiga belokan Reinda akan sampai di kelasnya. Namun pada belokan terakhir, tubuh Reinda menabrak seseorang. "Aduh...duh..." Keluh cewek itu jatuh terduduk dengan buku yang berserakan di lantai.

Reinda segera menolong memunguti buku-buku itu. "Lo nggak apa?" Ujar Reinda berbasa-basi.

"Nggak papa kok."

"Maaf ya?" Reinda melirik badge cewek itu yang terpasang di lengan sebelah kanan, kelas sepuluh. Seangkatan dengannya.

"Iya santai aja."

Reinda sudah akan beranjak pergi, namun cewek itu malah menahan pergelangan tangannya. Reinda berbalik, berencana menyemprot cewek yang sudah mengganggu perjalanan mendebarkannya menuju kelas.

"Ck! Apa lagi s–"

Reinda tercenung begitu menatap adik kelasnya itu tersenyum manis ke arahnya. Ia sempat terpelekur, wajah itu, mengingatkannya pada masa lalu.

Matanya yang menatap lembut, hidung mancungnya, pipi yang gembul namun tidak terlalu chubby, semuanya benar-benar mirip dengan dia. Hanya bibirnya yang berbeda. Sedikit lebih.... Manis mungkin? Hehehe.

"Makasih udah bantu ngerapiin buku aku." Ujar cewek itu yang membuat Reinda langsung sadar dari lamunannya.

Reinda tergagap, "E... eh. I...iya.. Sama-sama."

Dua langkah setelah cewek manis itu pergi, Reinda tersadar jika ia sudah terlambat masuk kelas. "Lah mampus, gue beneran telat masuk kelas. Anjir."

Reinda segera berlari menuju kelasnya. Begitu sampai di ambang pintu kelas, Reinda menghela napas lega, belum ada guru yang masuk ke kelasnya, aman. Reinda bergegas menuju bangkunya, sudah ada Aira disana, dan juga Raka yang duduk di sebelah Aira tentu saja. Cowok itu benar-benar tidak melewatkan kesempatan untuk modus pada Aira selama Reinda tidak ada.

Aira memang tau Reinda sudah berdiri di samping bangkunya, tapi Aira acuh dan malah melanjutkan perbincangannya dengan Raka. "Emang kapan lo ada turnamen basket?"

"Sabtu depan. Kalau gue ngajak lo nonton pertandingan basket, lo mau ikut nggak?" Raka berujar antusias. Ia sudah tidak peduli pada Reinda yang sekarang sedang menatapnya dengan wajah sangar.

Lagi pula apa urusannya? Reinda dan Aira hanya sebatas bersahabat kan? Jadi sah-sah saja jika Raka mulai mengambil ancang-ancang untuk mendekati Aira.

"B–boleh sih...."

Mendengar itu, Reinda langsung kesal, ia merebut paksa botol air mineral yang sedari tadi berada digenggaman Aira lalu langsung meminumnya.

"Lo bercanda? Mau ngajak Aira nonton basket? Aira tuh sukanya nonton bola panas-panasan di stadion, bukan nonton basket di lapangan indoor." Ujar Reinda tersenyum meremehkan.

Reinda mengembalikan botol air mineral milik Aira, namun cewek itu tidak mau repot-repot mengulurkan tangannya pada Reinda. Membiarkannya meletakkan botol itu di meja.

Merasa diabaikan, Reinda terus berusaha memancing perhatian Aira, "Bu Astuti tumben belum dateng? Bukannya udah bel masuk ya dari tadi? Biasanya juga sebelum bel udah stay dalam kelas."

Aira hanya mengacungkan telunjuknya ke arah papan tulis, membuat Reinda menoleh ikut melihat ke arah papan tulis.


TUGAS PKN
MEMBUAT ARGUMEN TENTANG MARAKNYA KASUS KORUPSI DI INDONESIA
DIKUMPULKAN DUA MINGGU DARI SEKARANG


"Jamkos dong berarti?" Niat hati Reinda mengajak Aira berbicara, tapi cewek itu malah mengacuhkannya.

"Lo kabarin aja. Gue bakal ada dibarisan paling depan buat nyemangatin lo saat turnamen nanti." Ujar Aira yang membuat sekelebat binaran muncul di mata Raka.

Merasa diberi lampu hijau, Raka tersenyum senang. Sudah hampir satu tahun ia mencoba mendekati Aira, namun baru sekarang cewek itu memberikan responnya. "Serius lo? Wah bisa menang dong gue kalo ditonton bidadari."

Mendengar itu, Reinda jadi sewot sendiri, "Muka mirip pantat bayi aja dibilang bidadari. Lo tuh kalo ngegombal jangan berlebihan. Pembohongan publik itu namanya."

"Udah sana cabut! Mumpung jam kosong, gue mau puas-puasin tidur."

Meski tidak terima, Raka tetap berdiri mengiyakan permintaan Reinda. Tidak ada gunanya ia berdebat dengan Reinda, karena hal itu bisa menjatuhkan citranya di mata Aira.

"Ra nanti istirahat, mau makan bareng gue nggak?" Ucap Raka sebelum pergi. Aira mendongak menatap Raka, lalu mengangguk sembari tersenyum tipis.

Setelah Raka pergi, Aira berdiri hendak pergi ke perpustakaan meminjam buku untuk tugas, tapi Reinda malah menahannya. "Mau kemana lo?"

"Kepo lo!"

Reinda mengeratkan genggamannya, menarik Aira agar kembali duduk di bangkunya. "Lo tuh kenapa sih mbrot, judes mulu perasaan sama gue."

Aira melengos sebal. "Mbrat mbrot mbrat mbrot. Gue tuh nggak gembrot, sialan lo!" Sentaknya tidak terima.

Reinda berjengit kaget, baru kali ini Aira meninggikan suaranya dengan wajah yang penuh amarah. Biasanya Aira hanya begitu dalam konteks bercanda. Namun kali ini berbeda, Reinda mencium gelagat aneh dari Aira.

Dalam diam, Aira terus melirik ke arah gelang yang terpasang di pergelangan kiri tangan Reinda. "Gelang lo bagus tuh, gue pinjem dong?"

Reinda menarik tangannya, menyembunyikannya dibalik punggung. "Nanti aja di rumah, gue punya gelang banyak, lo boleh ambil semua. Asal jangan yang ini, oke?"

Ternyata benar, Reinda belum sepenuhnya lepas dari masa lalu, Aira jadi sebal sendiri.

"Halah bilang aja lo pelit iya kan?!"

"Sensi amat. Dateng bulan ya lo?"

"Berisik!"

Reinda terdiam. Ia memilih untuk menenggelamkan kepala dibalik lipatan tangannya. Ia tidak ingin mengganggu Aira yang tengah tidak stabil emosinya. Aira masih menatap Reinda dalam diam.

-Am I [in]Visible-

31-08-2021

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 31, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AM I [IN]VISIBLE?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang