"Reindanawan Wicaksana, balikin buku gue buruan?!!!" Seru gadis berkuncir kuda itu pada laki-laki yang saat ini sedang berdiri di depan kelas seperti hendak menempatkan sebuah buku bersampul merah muda yang dipegangnya ke atas papan tulis.
"Ambil aja kalo bisa, wleeee." Reinda menjulurkan lidahnya pada Aira yang kini sedang berdiri dengan berkacak pinggang di depan bangkunya.
Aira menunjuk Reinda dengan wajahnya yang memerah karena amarah. Cewek itu kemudian membungkuk, mengambil sebelah sepatunya kemudian di lemparkannya sepatu itu tepat mengenai kepala Reinda.
"Adoooh, Ra, kebiasaan banget sih suka lempar-lempar se----"
Ucapan Reinda terpotong karena keadaan kelasnya yang tiba-tiba menjadi sepi entah karena apa."Se- apa?" Sebuah suara berat tepat di belakang Reinda sukses membuatnya terperanjat.
Reinda tersenyum sopan kemudian membungkukkan badannya menyalami pria separuh baya yang merupakan gurunya, "Eh ada Bapak. Se...senyum Pak Ilham yang ngangenin maksud saya Pak."
Guru itu menggelengkan kepalanya perlahan, "Yasudah kembali ke tempat dudukmu,"
Reinda berjalan ke arah Aira, kemudian duduk dibangku sebelahnya. Kalian benar, Reinda dan Aira adalah teman satu bangku. Mereka sudah berteman sejak duduk di bangku sekolah dasar, tapi mereka bahkan sudah saling di jaman ketika mereka masih suka bermain di halaman rumah dengan mengenakan celana dalam.
Tidak perlu berbelit-belit menjelaskan sebenarnya, karena kebenarannya memang sama seperti apa yang kalian pikirkan, bahwa mereka adalah tetangga. Rumah mereka bersebelahan, dan bahkan balkon kamar mereka saling berhadapan.
"Lo gila?!! Sepatu gue mana kutil arab?!!" Bisik Aira pada Reinda.
Seketika Reinda menepuk kuat jidatnya, ia baru sadar bahwa tadi ia sempat melempar sepatu Aira ke arah meja guru. Dan ya! Benar saja, Reinda dapat melihat dengan jelas bahwa sepatu dengan merk Adidas milik Aira sedang menongkrong manis tepat di atas meja guru.
Reinda bergumam, tidak menghiraukan bisikan dari Aira yang sejak tadi mempertanyakan keberadaan sepatunya, karena perkiraan Reinda, sebentar lagi Aira pasti tahu dimana sepatunya. "Tiga, dua, sa....tu."
"Sepatu mahalnya siapa ini? Sopan sekali ya?" Tanya Pak Ilham sarkastik.
Aira tersentak ketika menyadari bahwa sepatu itu adalah miliknya, ia menatap Reinda tajam, tapi cowok itu hanya membalasnya dengan cengirannya yang menyebalkan di mata Aira.
"S...sa...saya, Pak." Aira mengangkat tangannya takut-takut.
Pak Ilham menaikkan sebelah alisnya, "Jadi?"
"I...itu anu, Pak. Ulahnya Reinda."
"Reindanawan Wicaksana?!!"
"Siap, Pak."
"Keluar kamu!! Lari keliling lapangan lima kali,"
Reinda mendengus sebal, ia lalu keluar dari kelasnya. Dengusan itu seketika sirna dan berubah menjadi cengiran ketika melihat seorang cewek berkuncir kuda yang juga menyuslnya keluar.
"Hai, neng. Sendirian aja nih?" Goda Reinda.
Aira menatap Reinda sebal, gara-gara ulah Reinda ia juga harus menerima hukuman dari Pak Ilham, padahal disini ia hanya sebagai korban. Huh. Menyedihkan bukan? Aira berlari mengelilingi lapangan dengan wajah cemberut, sementara Reinda mengikutinya dari belakang.
Puluhan pasang mata terlihat memperhatikan Aira, membuat cewek itu gugup setengah mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
AM I [IN]VISIBLE?
Teen FictionKau benar, tak ada satupun yang harus dimengerti kecuali diri sendiri.