"Kenapa pergi?" Tanya seorang remaja laki-laki pada gadis yang berada di sebelahnya. Di depan mereka terdapat banyak sekali orang yang berlalu lalang. Hilir mudik membawa sebuah troli berisi koper-koper, dan beberapa diantaranya terlihat berpelukan seperti hendak pamit.
"Harus." Gadis itu tersenyum lembut pada cowok yang sedang duduk di sebelahnya. Matanya berkaca-kaca seperti hendak pecah, namun cewek itu terus berusaha menahannya, setidaknya sampai cowok itu berlalu dari hadapannya.
Cowok itu terlihat memasangkan sepasang gelang kembar di tangannya dan di tangan gadis yang duduk disebelahnya. Ia mengusap lembut puncak kepala gadis itu, dan mengacak rambutnya pelan, "Aku sayang kamu."
"Aku juga."
Tidak lama kemudian, terdengar sebuah suara yang memberitahukan bahwa seluruh penumpang pesawat tujuan New York, Amerika, harus segera memasuki pesawat.
Sang laki-laki menggeleng, terlihat enggan melepaskan tangan gadis yang telah ia genggam sejak satu tahun belakangan ini. Meski hanya berteman, tapi kedekatan mereka selama ini setidaknya telah cukup menggambarkan betapa eratnya tangan mereka yang bergenggaman untuk saling memberikan kekuatan.
"Aku harus pergi." Ujar sang gadis, suaranya sedikit bergetar, namun sebisa mungkin ia menahannya. Cewek itu mengeluarkan sepasang gelang kembar berbentuk kunci. Ia pasang satu dipergelangan tangannya, dan satu lagi di pergelengan tangan cowok yang berdiri disebelahnya.
"Selama aku nggak ada di samping kamu, anggap aja ini aku begitupun sebaliknya, aku akan nganggap ini kamu. Dengan begitu kita akan selalu terasa dekat. Jangan dilepas sebelum aku kembali. Karena aku janji bakal balik lagi kesini buat kamu." Ujarnya sedih. Ia sungguh merasa berat meninggalkan cowok yang sudah mengisi hatinya setahun belakangan ini.
Cowok itu menarik lengan gadisnya untuk mendekat, sekali lagi ia memeluknya erat mencoba menghirup sisa-sisa aroma tubuh gadis yang sebentar lagi akan meninggalkannya dalam kurun waktu yang sama sekali tidak bisa ia perhitungkan.
"Aku pasti kembali," Gadis itu berujar sebelum akhirnya kembali menyeret kopernya menjauh dari cowok yang masih berdiri mematung di tempatnya.
Siapapun tahu bahwa ini bukanlah akhir dari segalanya, tapi sebuah awal untuk membuka jalan menuju masa depan yang entah akan berakhir bahagia atau justru berakhir dengan duka dan lara.
Ini tentang sebuah hati yang selalu setia menunggu, tapi terlalu dungu untuk tahu bahwa waktu tak pernah sebaik itu untuk membiarkan dua hati yang tidak lagi utuh agar saling bertemu.
Ia menunggu, tapi semesta justru membiarkannya jatuh pada sebuah perahu yang tertambat pada jeratan tali masa lalu.
Lalu, menurutmu adakah hal yang lebih bodoh dari seseorang yang tahu kisahnya sudah berlalu tapi ia masih diam membisu dan tetap setia berteman dengan kata tunggu?
-AM I [IN]VISIBLE-
KAMU SEDANG MEMBACA
AM I [IN]VISIBLE?
Teen FictionKau benar, tak ada satupun yang harus dimengerti kecuali diri sendiri.