Masih Putih Abu-abu

3.3K 75 1
                                    

"Alat tulis, checklist. Papan alas, checklist. Kartu ujian, checklist. Alhamdulillah" gumam Misscha sambil menyontreng buko notesnya. Hari ini ujian sekolah dimulai. Bisa bayangkan bagaimana otaknya akan diperas seminggu kedepan, dengan bahasa bahasa formal dari buku pelajaran.

"Mi, Cha mau berangkat" teriaknya kepada Arni, wanita dengan mata teduhnya. Siapa lagi kalau bukan Umminya.

"Sini dulu Ummi bisikin" Misscha mendekat. Dia sudah tahu apa yang akan dilakukan Umminya. Ya seperti biasa Arni akan membisiki Misscha dengan shalawat nabi terlebih dahulu. Ah Ibu yang perhatian.

"Jangan lupa salim sama Abuya. Sama Kakak Aan juga!" Perintahnya ketika selesai membisiki shalawat di telinga Misscha.
"Iya Ummi"
Ah memang tiada berkah tanpa restu orang tua. Lalu nikmat tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Ia tak pernah mendustakannya. Bersyukur selagi bisa. Beristighfar untuk masa lalunya.

Misscha berjalan di pinggir trotoar. Memang dekat jarak sekolahnya. Dilihatnya lalu lalang kendaraan yang kebanyakan didominasi oleh anak anak sekolah berseragam osis. Ya karena ini hari senin.
-----

"Ya kan Cha? Benerkan kalau ngeblok lembar jawaban cuma tengahnya lingkaran aja. Garisnya ga usah ikut?" Nyiyir Nana yang sedari tadi debat sama si Iha gara gara lembar LJK.

"Eem, gue sih nggak tau yang bener yang mana, orang gue cuma ngikutin penggaris ini" jawab Misscha sambil menunjukan penggaris yang multifungsi, itu lho yang ada gambar kudanya.

"Ha? Elo dua belas tahun disekolahin di tambah TK dua tahun total 14 tahun sekolah nggak bisa ngeblok tanpa penggaris?" Nyinyir si Nana. Ini anak emang mulutnya nggak bisa kali ya kalo nggak nyeplos.

"Terus! Terusin aja tuh ngejeknya, Iha juga sekarang mulai ikut ikutan!" Lirikan matanya kini ke Iha yang dari tadi ngakak nggak ada berhentinya.

Teng teng teng teng (lagu mau bobok) tanda bel masuk di mulai, di barengi dengan para pengawas yang menuju ruang masing masing.

Syukurlah, Thanks God Kau selamatkan Aku dari Misscha. Batin Iha hahaha
--------

"Gimana udah yakin kan sama pilihan buat lanjut kuliah?" Tanya Ummi saat tangan Misscha sedang bermain di atas keyboard laptop.
"Cha yakin kok mi. Tapi Ummi nggak lupa kan sama keputusan Misscha untuk menikah terlebih dahulu sebelum kuliah" jarinya berhenti mengetik.
"Cha, apa kamu nggak nyesel nantinya? Kamu masih muda nak. Lagi pula perguruan tinggi yang akan kamu masuki tertera syarat bersedia tidak hamil selama menjadi mahasiswa"

"Ummi, Cha butuh seseorang untuk menjaga Cha jauh dari Ummi, Abi dan Kak Aan. Yang paling aman menurut Cha adalah muhrimnya Cha, Ummi. Dan untuk syarat dari perguruan tinggi itu kan bersedi tidak hamil bukan tidak menikah. Dan Cha punya alasan paling dasar dari semua ini Ummi..." Misscha menarik nafas, ia gemetar." ... Cha cuma tidak mau membebani Ummi. Bukan secara finansial tapi jika ada laki laki yang mau menanggung segala dosa Misscha itu lebih baik Ummi" ia tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca. Arni terharu anak gadisnya sudah dewasa tapi apa dia sudah rela melepas anaknya untuk calon imamnya kelak?.

"Ummi bangga sama pemikiran kamu nak. Tapi percayalah itu sudah kewajiban Ummi dan Abi untuk menanggung dosa dosamu sampai ada calon imam yang akan mengambil tanggung jawab itu" ucapnya seraya memeluk Misscha.

------
"Ide gila siapa tuh Cha? Lo nggak lagi sakit kan? Loe juga nggak lagi ..." ucapan Nana menggantung sambil tangannya membentuk gerakan melendung di depan perut."...halim kan? Ucapnya lirih.

"Ini nih kalo punya temen negativ thinking muluu! Ya nggak lah loe kira deket deket sama loe bisa bikin gue hamil!?" Ucap Misscha sewot.

"Ya nggak lah. Kan loe deketnya nggak cuma sama gue!" 'Ya Jabar ini anak bener bener curiga sama gue.' Batin Misscha.

"Apa gue perlu beli testpack di apotek?" Misscha bergidik ngeri. Testpack mengingatkannya pada praktek biologi kelas sebelas dulu. Saat itu ada pada bab ekskresi. Lebih tepatnya tes urin. Dan kalian tahu kan otomatis bahan dasarnya adalah. Urin. Ya karena tidak ada yang mau menyumbangkan urinnya akhirnya mau tidak mau Misscha lah yang menyumbangkan urinnya. Baginya itu adalah dosa terbesar yang pernah dia lakukan. Haha.

"Mungkin perlu" jawab Nana dengan muka sok mikir dan jari telunjuk di dagu.
"Nana resee. Nggak asik cerita sama Loe!" Nyinyir Misscha seraya beranjak pergi. Dan buuurrrg!!! Tersungkurlah Misscha ke lantai.

------ :-D-------
Gimana teman teman hehe baru nyoba nulis yang critanya tidak d ambil dari kisah nyata nih.
Semoga menghibur gambar di mulmet itu visualnya Misscha

SCENARIO WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang