Derita 2

1K 51 2
                                    

"Ini sudah tiga hari. Belum ada kabar juga. Aaaaarrrgh..." curahnya pada sahabat sekaligus psikolognya itu.

"Sabar napa. ABG labil emang gitu..." jawab Rafat masih sibuk dengan gadged di tangannya."kali aja dia ragu ama loe" kalimat terakhirnya berhasil membuat Fathir gundah gulana.

'Gimana kalo gue di tolak? Aduh kenapa sih gue ini. Positiv thinking aja lah'

Hatinya benar benar rancu. Di tambah lagi dengan firasat firasat buruk yang manghantui. Susahnya menjaga hati. Sedari tadi yang ada di fikirannya hanya Misscha dan ketahuilah ini tidak baik!

"Nggak usah di ingetin..." ucap Rafat saat melihat Fathir menyambar ponselnya. "... dia emang masih ABG dimata elo so biarin dia belajar dewasa dan menepati janji, dan loe belajar percaya" matanya tajam menatap Fathir. Seperti mengintimidasi. Fathir mengacak acak rambutnya dengan gemas. Frustasi.

'belajar percaya, belajar percaya!' Itu bukan batin semata tapi itu seperti dorongan mental. Absurd. Ya itu nampak sekali di wajahnya yang bertanggung jawab. Tidak biasanya Fathir seperti ini-karena memang tak pernah jatuh sedalam ini sebelumnya.
---------

"Iiihhh unyu banget tuh adek adek yang kembar" mata Misscha bersinar melihat bayi kembar yang di dorong oleh ibunya di kereta dorong bayi. Dia sedang bersama Iha di BTS.

"Udah sono cepetan nikah!" Mulut Iha emang benar benar harus di sekolahin lagi!

"Loe sebelum masuk universitas nulis surat pernyataan bersedia tidak hamil kan?" Misscha melirik Iha dengan sudut mata. Sedang yang dilirik cengengesan sendiri.

"Kali aja loe mau cuti kalo udah dapet jodoh nanti hehe" Iha memang belum tahu lamaran Fathir pada Misscha. Mungkin sebaiknya jangan. Mengingat mulut Iha yang gas pol rem blong. Misscha bergidik ngeri membayangkan Iha --bagaimana hebonya.

"Ya nggak lah, mungkin hamilnya yang di tunda hahaha" seringai Misscha entah serius atau tidak. Iha melotot kaget tidak percaya Misscha sekarang frontalnya naik level!

"Loe gila, Cha!" Gerutu Iha.
"Astaghdirullahaladzim!!" Pekik Misscha sambil menepuk jidatnya. Sesegera dia menghubungi Kakaknya yang katanya masih jalan jalan di BTS juga. Ya Aan memang belum pulang dari kemarin saat mengantar Misscha. Dia menginap di hotel dan itu membuat Misscha iri. Padahal pekerjaan Aan juga banyak di kantornya.

"Assalmualaikum abang, abang masih di BTS kan? Temuin Misscha di gerbang depan ada yang mau Misscha omongin. Wassalamualaikum" Misscha menutup panggilannya.

"Mau apa ketemu kak Aan Cha?" Entah itu nada cemburu atau nada kepo. Sulit di bedakan.

"Kenapa? Abang abang siapa coba?" Goda Misscha.

"Ya abang loe lah!" Iha tahu gelagat Misscha saat ini.

"Oh ... kirain udah berubah jadi abang elo, abang toyib wkwkwwk"

"Terus aja ketawanya. Gue sumpain..."

"Cha..!!" Teriakan seseorang menghalangi sumpah serapah Iha. Selamet selamet. Batin Misscha. "... ada apa?" Itu suara Aan.

"Ini udah hari ketiga, bang. Anterin Misscha ke temen abang" Misscha berbisik takut terdengar Iha. Iha yang sedari tadi terlihat diam mencondongkan badan berharap mendengar info hangat. Tapi nihil.

"Heh nguping ya loe! Elo dari tadi diem tapi ngehanyutin" sewot Misscha.

"Pedes!!!" Balas Iha. Semenjak terhalanginya sumpah, baru kata ini yang keluar dari mulutnya. Kalo saja nggak ada Aan munngkin akan ada pertumpahan darah. Haha. Tapi berhubung ada Aan Iha harus jaga image dong! Eh sebenernya nggak jaga image juga, tapi Iha juga bingung kenapa sedari tadi detak jantungnya kurang ajar banget. Kayaknya gue harus ke dokter! Batinnya dalam hati.

SCENARIO WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang